Danu mengangguk-angguk. Itu memang alasan yang tepat. Dan mungkin juga karena itulah tak ada yang kenal dengan Warni. Danu coba nikmati minuman yang ada didepannya dengan perlahan. Hanya Ros yang terus pandangi Danu dengan senyum tipis. Dan tangan Ros mendarat dipaha Warni hingga Warni menjerit kecil.
Danu terkejut. " Kenapa ?".
" Ada semut nih ?".
" Dimana ?".
" Di.. di.. di sini nih.. ".
Warni hanya arahkan ekor matanya kebawah, kening Danu berkerut tajam, Danu yang jadi jengah. Danu geleng kepala dan bahkan tepuk pelan jidatnya. Wajah Warni yang memang agak memerah membuat Danu hanya senyum-senyum saja dan bayangkan sesuatu yang lain, Warni balas cubitan Ros cukup kuat, tapi Ros ngga' bisa jerit, ia hanya gigit bibir menahan pedas, apalagi cubitan Warni amat terasa, mungkin jauh lebih terasa dari cubitannya tadi.
" Oh ya aku ada janji di kantor OSIS. Aku duluan aja ya ?".
Danu habiskan minumannya. Warni dan Ros hanya mengangguk, Danu berdiri, bayar minuman bertiga dan tinggalkan kantin dengan hanya menyisakan senyum tipis yang dibalas Warni dan Ros dengan senyum yang tipisnya relatif sama dengan Danu.
Begitu Danu hilang tangan Warni kembali ke paha Ros yang langsung meringis kesakitan, sampai-sampai mata Ros hampir memerah.
" Buat perkara aja ente ya ".
" Sakit tau. Nyubit yang pelan kek ".
" Jadi kamu ?".
" Aku nyubit kan karena ada yang salah sama kamu ".
" Salah apaan ?. Memangnya Kenapa ?".
" Ngapain bohongin anak orang. Dia serius, pasti dia capek nyari rumah kamu dari ujung keujung. Yang dicari memang ngga' ada ".
" Emang itu saran siapa ?".
Warni dan Ros saling pandang dan sama-sama tertawa. Ros gelengkan kepalanya sendiri berulang kali. Warni hanya pegang Dagu, Tapi dalam hati Warni merasa kasihan juga pada Danu yang sudah ia bohongi. Dan yang dibohongi justru merasa tak dibohongi sama sekali.
" Tapi aku kasihan juga jadinya Ros ".
" Iya sih. Pasti capek anak itu ".
" Panas-panas lagi ".
" Gara-gara kamu ".
" Akibat usulan kamu kan ?".
Kembali Ros dan Warni sama tertawa, saling tolak kepala, dan sama berdiri sebab bel tanda masuk amat kuat terdengar dari arah kantor sekolah yang ngga' berapa jauh dari lokasi kantin sekolah.
Danu tak terlihat pada jam kelima dan keenam, baru kelihatan pada jam tujuh delapan, itupun setelah Pak Bahrum ceramah sudah lama, jam pelajarn sudah masuk jam kedelapan, hanya tersisa beberapa menit lagi sebelum waktu pulang sekolah sampai. Danu ketuk pintu dua kali, Pak Bahrum tahu Danu dari mana hingga persilahkan saja duduk kekursinya.
" Dari mana ?". Imam colek perut Danu.
" Rapat OSIS ".
" Rapat apaan ?".
" Rapat bulanan ".
Begitu bel tanda pulang berdering semua beresin buku masing-masing. Mata Danu sudah dari tadi terus terarah ke Warni. Danu ingin lanjutkan tanya yang belum terjawab saat istirajat di kantin tadi. Danu langsung coba mendekati Warni. Tapi …
" Dan.. ".
Dani menoleh. " Saya Pak ".
" Kemari sebentar ".
Danu mendekat kemeja Pak Bahrum yang juga sedang beresin semua buku-bukunya, Danu hanya bisa lihat Warni berjalan bareng Ros keluar dari ruangan kelas dan sunyi, semua sudah keluar. Yang tinggal hanya Danu dan Pak Bahrum.
" Ada apa Pak ?".
Pak Bahrum angkat kepalanya. " Apa hasil rapat tadi Dan, ada yang baru ?".
" Ngga' Pak. Cuma lanjutin Program yang lalu aja kok, ngga' ada hal baru ".
" Oh ya Dan. Bapak mau minta tolong, bisa ?".
" Sebisanya Pak ".
Pak Bahrum sandang tasnya dan melangkah perlahan, Danu ikuti saja langkah Pak Bahrum dari belakang menuju pintu keluar kelas, dan ikut berhenti saat Pak Bahrum berhenti melangkah.
" Kamu bisa tolong Bapak buat Proposal ?".
" Proposal ?. Proposal apaan Pak ?".
" Kamu buat proposal program Pramuka, kira-kira dananya Rp. 800.000,- aja. Kegiatannya kamu yang pilih, terserah apa saja, bisa ?".
" Saya usahakan Pak ".
" Besok bisa selesai ?".
" Besok Pak ?".
" Lusa ?".
" Kalau selesai besok saya berikan ke Bapak, kalau tidak lusa Pak ".
" Boleh. Kalau udah selesai kamu kasi langsung ke Bapak. Kalau Bapak ngga' ada kasi ama Bu Farida aja, TU itu ".
" Okey Pak. Saya coba Pak ".
Danu dan Pak Bahrum sudah dibibir pintu. Danu sebenarnya udah mau cepat-cepat keluar. Yang ada dalam otak Danu hanya Warni, Danu masih pengen cerita sedikit lagi dengan Warni, Danu ingin cepat beranjak dari hadapan Pak Bahrum dan menuju keluar. Mana tahu Warni masih ada di halaman.
" Itu aja Pak ?".
" Itu aja Kok ".
" Permisi Pak ".
" Silahkan ".
Danu melangkah keluar. Danu buang nafas agak kesal. Apa yang Warni, tak ada satu manusiapun yang ada disana. Halaman sudah melompong kosong, tak ada satu orangpun disana.
Danu menuju Parkir, hidupkan sepeda motornya dan beranjak pergi, pulang. Danu terus saja perhatikan orang-orang yang banyak berjubel dijalan raya, tapi tetap saja tak ada wajah Warni disana, sama sekali tak ada. Akhirnya Danu belokkan sepeda motornya ke jalan F.L. Tobing dan terus ke jalan Zainul Arifin rumahnya.
.... Bersambung ...