Tak Seindah Tanggo Saratus

🇮🇩Daoist4A8iEG
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 22.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1

Katanya Warni tinggal disini, di jalan S. Parman gang Bagan, kawasan yang boleh dikatakan kumuh di Kelurahan Pasar Belakang. Danu sudah hampir satu jam lalu lalang disana, dan bahkan sudah hampir 80% rumah Danu tanya dari sudut kesudut namun yang namanya Warni tetap tak ada yang kenal.

Semua hanya pakai gaya geleng kepala dan angkat bahu. Setiap orang yang berpapasan dengan Danu juga ditanya yang namanya Warni, namun tetap juga tak ada yang tahu dimana rumah yang punya anak gadis bernama Warni. Capek, Danu duduk dikursi panjang yang lumayan pendek didepan jualan kecil yang memang banyak berserakan.

" Teh Botol dingin ada Bu ?".

" Ada. Yang mana ?".

" Yang mana aja boleh, yang penting bisa diminun aja Bu ".

" Sebentarnya ".

Danu lap keringat yang kuasai keningnya dengan sapu tangan yang diambil dari saku celananya. Mata Danu terus perhatikan wajah-wajah yang lalu lalang. Danu bertambah kesal, belum lagi yang lewat tak ada yang dikenal, Teh Botol yang diminta tak kunjung juga datangnya. Danu berdiri dan sedikit menunduk menatap kedalam kedai kecil itu, tak ada manusia. Danu kembali duduk dan kembali lagi dengan urusan keningnya yang berkeringat.

" Ini minumnya ".

" Makasih Bu ".

Danu dongkakkan kepala dan menyambut senyum Ibu muda yang jualan itu dan perlahan-lahan menghisap minuman melalui saluran kecil yang biasa disebut pipet yang berwarna biru muda.

Danu menatap tanah. Ada pikiran lain yang muncul tiba-tiba, Warni mungkin berdusta, Warni mendustai Danu. Mungkin benar yang namanya Warni tidak ada digang ini. Tapi, apa mungkin cewe' seperti Warni bisa dan mampu berdusta. Danu sama sekali tak yakin dengan itu. Capek, Danu pilih pulang aja. Ia hidupkan sepeda motornya dan bergerak menuju rumahnya di jalan Zainul Arifin Gang Lapo Sona. Tapi Danu baru didepan Mesjid Taqwa Muhammadiyah Pasar Belakang Danu berhenti setelah mendengar ada yang panggil namanya. Deni menoleh, ternyata Imam.

Danu belok dan membawa sepeda motornya kearah Imam yang sedang duduk diteras mesjid sendirian saja tanpa teman.

" Dari mana Dan ?".

" Nyari rumah Warni ".

Danu duduk disamping Imam sambil julurkan kakinya. Duduk diteras Mesjid ada enaknya, sebab terasnya selalu bersih dari yang namanya kotoran. Imam melirik Danu dengan pandangan yang agak aneh.

" Nyari rumah Warni ? ".

" Ya.. Capek aku. Ngga' ketemu ".

" Warni yang mana ?".

" Warni ".

" Siapa ?".

" Anak baru di kelas kita itu ".

" Oo.. emangnya rumahnya dimana ?".

" Ya.. katanya di Gang Bagan ".

Imam angguk angguk kepala, Danu hanya menatap kedepan saja, kearah jalan raya yang lumayan padat. Kepadatan dan ujung ujungnya macet, kemacetan yang ada jalan S. Parman ini semakin tak dapat dielakkan karena banyaknya truck yang bongkar muat ikan kering. Pasar Belakang ini memang kompleknya pedagang ikan kering, ikan ikan itu akan dikirim keluar daerah, Pulau Nias, Aceh, Medan, Pekan Baru, hingga ke Ibukota Jakarta.

" Ketemu ?".

Danu menggeleng. " Ngga' ada yang kenal ".

" Masa ngga' ada yang kenal ?".

" Ngga' tahu tuh. Capek ".

Imam hanya ketawa kecil dan ikut-ikutan meluruskan kaki seperti yang dilakukan Danu. Dan memang dibuat begitu agak enak. Imam terus senyum sambil urut sedikit lututnya yang sebenarnya ngga' cedera apa-apa.

" Warni memang bilang dimana ?".

" Gang Bagan ".

" Siapa tahu bukan gang yang itu ".

" Emangnya ada Gang Bagan yang lain selain ini. setahu aku ngga' ada ".

" Aku tahu juga Cuma ini ".

" Ya udah. Tapi ngga' ada yang kenal ".

Danu dan Imam sama tersenyum kecil. Yang jelas Danu agak pusing, ada rasa kesal yang lumayan ganggu pikiran Danu. Kalau benar Warni dusta, itu merupakan hal yang paling bodoh yang pernah dirasakan Danu selama ini.

" Ach.. aku pulang Mam ". Danu berdiri.

" Cepat kali. Macam pengantin baru aja ".

" Cepat apaan. Disini yang barusan, kalau nyari di gang Bagan sudah lebih satu jam ngga' ketemu ".

" Masa sih ?".

" Makanya capek. Yok ".

Imam hanya angkat tangan dan gerakkan bahunya dengan senyum tipis, Imam biarkan Danu hidupkan sepeda motornya dengan masih sisakan banyak rasa kecewa, itu bisa ditangkap dari cara bicaranya yang hampir ngga' punya rem. Imam tahu persis bagaimana Danu senang, bagaimana Danu kesal, bagaimana Danu resah, sebab Imam merupakan teman sebangku Danu disekolah, dan itu sudah mencapai dua tahun sejak sama-sama dikelas I. Danu anggukkan kepala dan berlalu menjauhi Imam yang berdiri disamping pagar Mesjid masih dengan senyum tipisnya.

" Yok Mam.. ".

" Iya.. silahkan ".

Danu perlahan saja lewati jalan S. Parman, lewat pasar juada yang pedagangnya mulai pasang tenda, Pasar yang hanya ada pada sore hingga malam hari yang menyajikan masakan khas Kota Sibolga. Di pasar ini ditemukan banyak yang berciri khas Sibolga, mulai dari sate, kerang rebus, ikan bakar, mie rebus, hingga Jamu.

Danu terus saja lewat dengan banyak hati-hati. Sore-sore disini cukup macet memang, disamping para pedagang pasar Juada yang sedang beresin tenda dan perlengkapan jualannya, yang membuat macet juga datang dari SMP SMA Tri Ratna yang pulang les sore. Danu akhirnya masuk jalan Zainul Arifin dan hanya lima menit saja Danu sudah parkir didepan rumahnya di gang Lapo Sona. Danu langsung disambut Putri yang minta gendong.

" Udah besar minta gendong. Malu ".

Namun begitu Danu tetap angkat Putri dalam gendongannya dan masuk kedalam rumah, Danu duduk sebentar di kursi sofa ruang depan yang udah lumayan kabur warnanya, Putri turun dari pangkuan Danu, dengan begitu Danu bisa beranjak menuju dapur, lapar.

Senja lumayan cepat datangnya, Danu hanya asyik nonton TV pertandingan Liga Indonesia yang pertemukan PSMS Medan versus PERSIJA Jakarta yang hanya sisakan beberapa menit babak yang kedua. Walau Danu nonton sendirian tapi ributnya minta ampun, Danu menjeritlah, merah-marah lah, main bentak, bahkan Danu sampai sumpahi para pemain yang mainnya ngga' beres.

Ibu Danu yang pusing dengar anaknya terus besar-besar suara, walau kesal, ibu Danu pilih menjauh, walau sedikit marah, tapi ibu Danu ngga' mampu larang anaknya berbuat begitu, sebab ia amat sayang pada anak tunggalnya itu.

Paling Cuma Putri yang kesal dan tutup mulut Danu dengan kedua tangannya jika dengar Danu teriak, tapi namanya anak-anak, ia baru tutup mulut Danu setelah selesai menjerit, apa gunanya. Selesai itu Danu bakal menjerit lagi, Putri akhirnya naiki dada Danu dan melompat-lompat memaksa anu mengalihkan pandangan dari TV.

" Goool… ". Danu menjerit.

Anak kecil juga bisa marah. Buktinya, begitu dengar Danu yang memekik kuat sekali, Putri langsung naiki dada Danu, menghempaskan pantatnya du dada Danu dan meremas-remas mulut Danu dengan tangan mungilnya, ditambah dengan jeritan kecil yang keluar dari mulutnya yang hampir runcing menghadap Danu.

Danu hanya berusaha menggerak-gerakkan badannya dan mengangkat Putri dengan kedua tangannya. Baru setelah Bibi Tiara datang dan angkat Putri Danu bisa tenang dan bersorak-sorai sendirian, dan akhirnya angkat dan hempaskan bantal ke lantai saat wasit nasional Jimmy Napitupulu tiup peluit panjang tanda pertandingan usai PSMS kalah tipis 2-1 walau lebih dulu cetak gol.

Dengan sangat kesal Danu langsung saja matikan Televisi, cabut cok listriknya dengan kasar dan masuk kamar, tidur.