Briel terkekeh, dia senang sekali membuat masalah. Dia tak peduli seseram apa wajah Erland. Oh, tidak. Bukan Briel ingin mencari gara-gara, tetapi Erland lah yang sejak awal mencari gara-gara dengannya. Briel takan pernah memaafkan perbuatan Erland terhadap dirinya. Briel akan terus menyiksa Erland hingga akhirnya Erland merasa hidup segan mati pun enggan.
Briel pun bergegas menuju lantai bawah. Dia akan mengambil sesuatu yang sudah dia minta untuk di bawakan ke kediaman Erland. Barang itu adalah barang yang tertinggal di kediaman orangtuanya. Dia tak bisa meninggalkan barang itu lebih lama karena dia membutuhkannya untuk menemani dirinya selama tidur.
Saat di kamar tadi, Briel mendapatkan panggilan bahwa salah seorang yang bekerja di kediaman orangtuanya telah sampai di depan pintu pagar rumah yang Briel berikan alamatnya.
Sementara itu, Erland menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar tamu. Dia berbalik dan tak lagi melihat Briel ada di sana. Erland sedikit dapat bernapas lega karena tak lagi melihat wajah Briel yang selalu membuatnya kesal.
'Aku ingin lihat, apa lagi yang dia lakukan di kamarku?' batin Erland dan bergegas menuju kamarnya.
Begitu sampai di kamarnya, Erland melihat ke arah tempat tidur. Di atas tempat tidur ada pembatas di yang di buat dari dua buah guling. Namun, ada hal yang mengganjal di pikirannya setelah melihat pembatas itu. Pasalnya, posisinya terasa aneh. Bagaimana tidak? Sebelah kiri dan kanan yang di batasi guling tidaklah sama. Di sisi kanan terlihat sempit sementara di sisi kiri terlihat luas.
Erland mendekati tempat tidur. Dia berdiri tepat di dekat tempat tidurnya.
'Yang sebelah ini tempat untuk siapa? Dan, yang sebelah sana untuk siapa? Jangan bilang untuknya?' batin Erland curiga seraya terus melihat ke arah tempat tidur.
Erland larut dalam pikirannya. Dia pun menyeringai memikirkan kemungkinan baik yang seketika melintas di pikirannya.
'Dia tahu diri juga ternyata, dia pasti memberikan ruang yang luas untukku,' gumam Erland.
"Oh lihatlah, pria macam apa yang tak bisa memegang ucapannya sendiri?"
Erland tersentak mendengar seseorang yang baru saja bicara. Dia mengepalkan tangannya. Sepertinya, orang itu terbiasa membuat orang terkejut. Bagaimana jadinya jika orang yang di kejutkannya memiliki riwayat penyakit jantung? Bukankah kemungkinan orang itu bisa berakhir di liang lahat?
Erland berbalik. Dia menatap orang itu yang kini tengah melangkah ke arahnya.
"Dasar pembual! Katanya tak tertarik tidur di sini," ejeknya seraya tersenyum sinis.
Erland tersenyum sinis mendengar ucapan orang itu yang menurutnya adalah pembual sebenarnya. Ucapannya itu tak pernah di pikirkan sehingga selalu berhasil membuat Erland harus banyak-banyak menghela napas sabar agar tak membuang tenaga untuk meluapkan emosinya.
Ya, siapa lagi jika bukan Briel? Briel lah yang akhir-akhir ini membuat Erland bagaikan terserang penyakit darah tinggi. Selalu saja kesal melihat kelakuan Briel.
"Aku berhak memasuki kamarku, kapan pun aku mau!" tegas Erland seraya menunjukan gaya berkuasanya.
Briel memutar bola matanya.
'Siapa juga yang mau mengakui ini kamarku,' gumam Briel.
"Oh, tahu diri juga, ya. Kalau begitu, bersihkan dinding itu dengan cepat! Jangan sampai ketika besok aku kembali masuk ke kamar ini, dan aku masih melihat lukisan jelek itu masih ada di sana!" kesal Erland seraya menunjuk ke arah dinding yang terdapat lukisan penyanyi kesukaan Briel.
Briel terdiam, tak di sangka pendengaran Erland begitu baik. Briel pikir, Erland takan mendengar ucapannya yang dia rasa sudah begitu pelan dia keluarkan dari bibirnya.
Tapi, tunggu dulu! Apa Erland bilang? Lukisan jelek? Yang benar saja. Lukisan istimewa bagi Briel, yang Briel buat dengan sepenuh hatinya di mana di dalamnya terdapat ketulusan yang begitu besar justru di katakan lukisan buruk oleh Erland.
"Coba, katakan sekali lagi!" geram Briel seraya menatap Erland dengan tajam.
"Apanya yang salah dengan ucapanku? Kenapa kamu terlihat marah? Bukankah lukisan itu memang buruk? Yang melukisnya bahkan tak memiliki harga diri!" ucap Erland terdengar begitu menghina bagi Briel.
Briel mengepalkan tangannya. Dia mendekati Erland, dia ingin memukul wajah Erland karena begitu berani mengatakan bahwa dirinya tak memiliki harga diri.
"Dasar bajingan!" geram Briel seraya mengangkat tangannya akan melayangkan tamparan ke wajah Erland. Namun, Erland dengan cepat menahan tangan Briel.
Erland pun mendorong tubuh Briel hingga Briel kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke atas tempat tidur dengan posisi telentang.
"Ck! Bisa-bisanya jatuh dengan posisi seperti itu!" ucap Erland. Posisi jatuh Briel layaknya wanita yang bersiap menantikan prianya untuk menerkamnya. Membuat Erland tak tahan ingin mengejek Briel.
Dia jadi ingat ucapan Lely yang pernah mengatakan bahwa Briel adalah wanita yang polos. Polos apanya? Pikir Erland. Lihat saja, Erland yakin bahwa Briel sebetulnya adalah wanita yang nakal.
Briel bergegas bangun. Dia mendorong tubuh Erland.
"Kamu sendiri yang membuatku jatuh! Mana mungkin aku bisa mempersiapkan diriku untuk jatuh dalam posisi seperti apa?" kesal Briel.
Erland mengepalkan tangannya. Dia pun takan mendorong Briel jika saja Briel tak mencoba untuk melayangkan tamparan ke wajahnya. Erland berpikir, tak ada yang salah dengan perbuatannya, Erland hanya merasa dirinya melindungi diri sendiri dari kejahatan yang akan Briel lakukan.
"Jelaskan posisi di tempat tidur itu! Yang mana yang akan menjadi tempat tidurmu?" tanya Erland mencoba mengalihkan pembicaraan. Rasanya, dia hanya akan membuang waktu saja mendengar ocehan Briel yang membuat telinganya sakit.
"Tentu saja yang sebelah kiri akan menjadi tempat tidurku!" jelas Briel.
Erland terdiam. Ternyata dugaannya salah berpikir bahwa sebelah kiri yang memiliki ruang cukup luas adalah tempat tidur untuknya.
"Yang benar saja! Kenapa kamu membaginya tak adil?" tanya Erland.
"Karena di bagian tengah itu, selain ada guling, juga akan di tempati oleh kesayanganku!" tegas Briel seraya menunjuk ke tempat tidur.
Erland terperngah mendengar apa yang Briel katakan. Apa Briel akan mengajak kekasihnya juga tidur di tempat tidur yang sama bersama Erland? Rasanya, Erland tak percaya dengan apa yang baru saja Briel katakan.
Erland menarik tangan Briel, dia mencengkramnya dengan kuat.
"Tak di sangka, rupanya kamu senang bermain threesome! Apa kamu begitu tak puas bermain hanya dengan satu pria saja?" tanya Erland seraya tersenyum mengejek.
"Apa maksudmu? Dasar gila!" geram Briel kemudian mencoba menarik tangan Erland.
"Aku jadi penasaran, bagaimana caramu memuaskan dua pria sekaligus," ucap Erland seraya menyeringai.
Briel mengepalkan tangannya. Tentu saja dia mengerti apa yang sedang Erland katakan.
Briel mengangkat kakinya, bersiap menghamtam alat vital Erland tetapi Erland lagi-lagi berhasil menghindar dengan memegang kaki Briel. Briel pun jadi kesulitan berdiri hanya dengan satu kakinya.
"Takan terjadi lagi! Kamu takan lagi bisa menyakitinya!" tegas Erland.
"Hei!" Erland memekik ketika tiba-tiba saja Briel mencengkram miliknya sangat kuat. Tentu saja Erland syok sekaligus merasa kesakitan. Erland pun repleks melepaskan kaki Briel.
"Aku masih memiliki tangan yang berguna!" ucap Briel penuh penekanan.
Erland mencoba menyingkirkan tangan Briel tetapi tangan Briel justru semakin kuat mencengkram miliknya.
"Astaga!" pekik seseorang lantas membuat Briel bergegas melepaskan tangannya dari milik Erland.
Erland pun terjatuh lemas di lantai. Tubuhnya merasa tak memiliki tenaga lagi setelah mendapatkan serangan tiba-tiba dari Briel.