Erland sampai di kamarnya. Dia mendengar suara air di kamar mandi. Sepertinya, Briel ada di kamar mandi. Tak mungkin bukan, orang lain yang ada di kamar mandi miliknya? Mulai hari ini dan seterusnya pun Erland akan berbagi kamar mandi dengan Briel.
Erland meletakan bungkus rokok beserta korek apinya di meja kerjanya. Dia mengambil laptop yang ada di meja kerjanya, tak lupa juga dia membawa ponselnya. Dia pergi menuju balkon kamarnya. Ada dua buah kursi rotan beserta satu buah meja rotan bulat beralaskan kaca tebal di sana. Erland meletakan laptop dan ponselnya di atas meja setelah itu duduk di kursi.
Brak!
Erland sedikit terkejut ketika mendengar suara pintu yang sepertinya di tutup dengan keras. Itu pasti Briel yang menutup pintu kamar mandi dengan keras.
'Dia tak bisa melakukan apapun dengan benar, jika orang lain yang tak tahu siapa dirinya, pasti akan mengira dia anak dari seorang preman. Kasar sekali,' gumam Erland.
Erland menggelengkan kepalanya. Dia akan menahannya. Baru pintu yang di banting, belum barangnya yang lain. Tak masalah bagi Erland.
"Aku kesal pada manusia satu itu! Pantas saja dia di campakan oleh kekasihnya! Dia memang tak menghargai wanita sedikit pun!" gerutu Briel.
Briel tak sadar, di balkon kamar itu Erland mendengar gerutuannya.
'Hem... Orang yang paling bodoh sebenarnya adalah, orang yang paling sok tahu,' gumam Erland menyindir Briel. Namun, sindiran Erland hanya sekedar gumaman saja.
Erland pun diam saja dan memilih fokus pada rencananya duduk di sana. Dia akan memeriksa berkas untuk meeting besok di kantor. Karena dirinya tak jadi pergi ke luar negeri, dirinya pun akan tetap hadir di meeting tersebut dengan di temani oleh sekretarisnya.
Plak!
Erland tersentak ketika sebuah dus terlempar ke lantai balkon kamarnya.
'Apa itu?' gumam Erland.
Erland mendekati dus itu, dia pun terperangah. Itu bungkus rokoknya.
'Siapa yang berani melemparnya? Ini pasti ulah wanita itu!' gumam Erland kesal.
Pletak!
'Aw!' Erland memekik pelan ketika sesuatu menghantam di kepalanya. Sesuatu itu lantas jatuh di lantai di dekatnya.
'Korek?'
Ya, itu korek api edisi terbatas miliknya yang sengaja dia pesan dari luar negeri. Ada beberapa butir berlian kecil yang menghiasi korek berlapiskan logam mulia tersebut. Erland bergegas mengambil korek apinya dan menggenggamnya gemas.
'Apa-apaan dia?' geram Erland dan bergegas masuk ke kamar. Erland mencari keberadaan Briel tetapi tak menemukan Briel di kamar. Dia pun mencari Briel di ruang wardrobe.
Begitu memasuki ruang wardrobe, Erland tersentak. Dia menghentikan dirinya saat itu juga ketika melihat Briel hanya memakai dalaman saja yang menutupi bagian dada dan intimnya. Briel tampak mencari sesuatu di dalam lemarinya. Di aman kini Erland hanya melihat tubuh bagian belakang Briel.
Erland menyandarkan bahunya di lemari pembatas ruangan itu, tatapannya tak lepas dari apa yang Briel lakukan. Entah apa yang sedang Briel cari.
"Ke mana, sih?" kesal Briel.
Briel menggeram, dia mengambil pakaiannya dan memakainya. Setelah itu, dia berbalik dan terkejut melihat Erland ada tengah bersandar di lemari yang membatasi ruangan itu dengan kamar.
"Sejak kapan kamu di sana?" tanya Briel.
Briel menelan air liurnya. Jangan-jangan Erland sejak tadi berdiri di sana dan melihat tubuhnya yang hanya memakai dalaman saja.
"Menurutmu?" tanya Erland.
Briel mengepalkan tangannya.
"Kamu benar-benar kurang ajar! Jadi, sejak tadi kamu mengintip aku di sini?" geram Briel seraya menatap Erland dengan tajam.
"Siapa yang mengintip? Aku tak perlu melakukan apapun diam-diam di kamarku sendiri! Lagi pula, mana mungkin aku tertarik dengan tubuh ratamu itu," ejek Erland.
"Alasan!" kesal Briel dan melewati Erland. Erland menahan tangan Briel dengan tak sengaja memegang tangan Briel yang masih terasa panas.
"Apa yang kamu lakukan? Singkirkan tanganmu!" kesal Briel seraya mengempaskan tangan Erland. Namun, tangan Erland tetap memegang tangannya.
"Apa kamu yang membuang rokok dan korek api milikku?" tanya Erland.
Briel terdiam. Kenapa Erland tahu? Pikirnya.
"Tentu saja!" kesal Briel dan mengempaskan tangan Erland lagi hingga kali ini terlepas.
"Beraninya kamu membuangnya! Jika aku melihatmu melakukannya lagi, aku takan memaafkanmu!" ucap Erland geram.
Sungguh, Erland rasanya bisa mati muda jika terus menghadapi sikap Briel yang benar-benar tak sopan. Briel benar-benar bersikap seenaknya dan tak menghargai tuan rumah.
"Hah, berlebihan sekali! Hanya sebuah korek saja! Di emperan pun banyak! Jangan perhitungan jadi orang, meski aku tahu sebetulnya kamu adalah manusia yang pelit! Tapi, aku yakin, pelan-pelan kamu bisa menghapus kebiasaan pelitmu itu!" kesal Briel.
Lihat saja, hanya karena korek api saja tetapi Erland terlihat kesal begitu. Erland benar-benar perhitungan, pikir Briel.
Erland menggeram, dia mencengkram tangan Briel membuat Briel meringis.
"Apanya yang hanya sebuah korek? Aku sendiri yang pergi ke negera tempat membuatnya hanya untuk memesan edisi terbatas ini! Jangan keterlaluan jadi orang!" geram Erland.
"Uh, lepaskan tanganku, itu sakit!" keluh Briel.
Erland mengempaskan tangan Briel cukup keras.
"Dasar wanita penuh drama!" geram Erland.
Bugh!
Erland terkejut ketika dirinya berbalik berniat untuk meninggalkan Briel tetapi sebuah pukulan menghantam punggungnya.
Hal itu sontak membuat Erland kembali melihat Briel.
"Lihat ini! Ini semua ulahmu! Tanganku sampai terluka karena kamu yang membuat tangaku masuk ke dalam kuah sup panas!" geram Briel seraya menunjukan tangannya ke hadapan Erland.
Erland melihat tangan Briel. Benar, tangan itu merah sekali. Terlihat sekali karena kulit Briel yang kuning langsat. Namun, bagaimana bisa? Erland pikir, lukanya takan sampai seperti itu.
"Aku tak sengaja! Jangan omong kosong! Lagi pula, jika kamu tak ceroboh, tanganmu takan masuk ke dalam kuah sup," ucap Erland.
"Ya ampun! Tak berguna bicara denganmu!" kesal Briel dan mendorong tubuh Erland. Briel pun meninggalkan Erland menuju tempat tidur.
'Di rumah ini benar-benar tak ada apapun yang dapat dijadikan obat, ya? Di lemari manusia itupun tak ada obat-obatan," ucap Briel kemudian merebahkan tubuhnya. Ya, sebelumnya Briel mencari salep yang dapat meredakan luka bakar, sayangnya dia tak menemukannya di sana.
Erland akan kembali ke balkon, dia melewati tempat tidur karena pintu menuju balkon dekat dengan tempat tidur.
"Jangan berisik! Aku mau tidur!" kesal Briel.
Erland mengepalkan tangannya. Dia tak mengatakan apapun lagi dan langsung pergi ke balkon.
***
Keesokan paginya.
Briel sudah selesai bersiap. Dia akan pergi ke tempat melukisnya lagi hari ini. Dia akan mengambil nilai atas tugas lukisannya. Briel berniat sarapan terlebih dahulu, dia pun pergi menuju meja makan.
Sesampainya di meja makan.
"Oh, selamat pagi tuan putri," sapa seorang wanita.
Briel mengerutkan dahinya. Dia tak tahu jika ada orang lain juga yang tinggal di sana selain Erland.
Briel hanya tersenyum dan duduk di kursi makan. Dia mengambil segelas susu dan mulai menyesapnya.
"Kamu pasti mau ke tempat melukismu. Tadi, Erland tak sempat sarapan, tolong antarkan sarapan ke kantornya," ucap orang itu seraya memberikan sebuah paper bag.
Tak!
Briel pun meletakan gelas susunya cukup keras di meja. Mendengar nama Erland membuat moodnya di pagi hari terasa suram.