"Untuk apa kamu masih di sini?" pekik Briel membuat Erland terkejut. Dia benar-benar tak habis pikir, Briel tak perlu berteriak. Erland bahkan tak ingin berlama-lama di tempat itu.
Brak!
Erland menutup pintu dengan keras dan memgambil pakaian ganti untuknya. Setelah itu, dia pun keluar dari kamar dan kembali ke kamar yang dia masuki sebelumnya. Dia akan mandi di kamar itu saja. Dia tak mungkin mandi di kamar mandi di kamarnya, bahkan berlama-lama di kamar itu saja sudah membuat hawa panas dalam diri Erland keluar karena adanya Briel di sana. Kamar yang dulu amat dia sukai dan begitu tenang kini menjadi tak menarik bagi Erland setelah Briel ke rumah itu. Ternyata Briel bukan wanita yang patut di anggap remeh. Entah seperti apa isi kepalanya? Erland merasa tak habis dengan itu.
'Aku tak rela kamarku menjadi seperti itu! Tapi, aku takan sanggup tidur di kamar itu bersama wanita berisik seperti dirinya! Terlebih, ada lukisan kekasihnya di sana! Aku akan menghancurkan lukisan itu di sana!' gumam Erland geram.
Erland melempar pakaiannya ke sembarang arah. Setelah itu dia memasuki kamar mandi dan membiarkan tubuhnya berada di bawah guyuran shower. Segar sekali rasanya akhirnya dapat melepas penatnya setelah beberapa hari tinggal di sebuah hotel akibat batalnya perjalanan bisnisnya ke luar negeri.
Kenapa Erland tak memilih pulang saja ke kediamannya jika sebenarnya dia tak jadi melakukan perjalanan bisnis? Itu karena Erland tak siap kembali secepat itu? Apa yang akan di katakan Briel ketika melihatnya kembali dalam waktu secepat itu sementara dirinya sudah membawa koper bersamanya ketika meninggalkan kediaman itu.
Di hari itu, ketika Erland tengah berada di perjalanan menuju Bandara, Handoko menghubungi Erland dan mengatakan bahwa Handoko lah yang akan pergi mengurus pekerjaan di luar negeri. Sedangkan Erland? Handoko meminta Erland untuk tetap bekerja di kantor di Jakarta. Entah mengapa keputusan itu diambil secara tiba-tiba. Sudah jelas sejak awal Erland lah yang mengurus pekerjaan itu. Namun, siapa yang dapat membantah keinginan Handoko? Handoko bak seorang dewa yang apapun jika dia menginginkannya maka Erland takan bisa melawan Handoko. Watak ayah dan anak itu sama persis tetapi Erland akan tetap tak sanggup melawan kekuasaan Handoko, Handoko tetap akan lebih unggul.
Bahkan tak hanya mengambil alih pekerjaan Erland, Handoko pun meminta sekretaris Erland agar mengirimkan semua file penting yang di butuhkan untuk mengurus semua pekerjaan di luar negeri. Bukankah keputusan ini terlalu tiba-tiba? Handoko tak pernah seperti ini sebelumnya. Erland pun merasa bukan karena Handoko tak percaya pada Erland, melainkan Handoko memang memiliki tujuan lain agar dirinya tak benar-benar pergi keluar negeri.
Erland menyelesaikan mandinya, setelah itu dia keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian yang sudah dia ambil sebelumnya di kamarnya.
Tak lama terdengar dering panggilan masuk, Erland mengambil ponselnya dan terlihat kontak Handoko di layar ponselnya. Ya, panggilan masuk itu dari Handoko.
Erland pun bergegas menjawab panggilan Handoko. Jangan sampai karena terlalu lama menjawab panggilan Handoko lantas Handoko mengeluarkannya dari nama pewaris tunggal kekayaan yang di miliki Handoko.
Akankah sekejam itu Handoko terhadap anaknya sendiri? Entahlah, tetapi Erland sangat takut jika ancaman Handoko akan mengeluarkan namanya dari pewaris tunggal. Itulah ancaman yang selama ini selalu membuat Erland tak dapat berkutik. Meski begitu, Erland bukanlah pria yang mudah di tindas oleh orang lain. Hanya Handoko yang berhak menindasnya dan dia takan melawan, kecuali orang lain.
'Ya, Pa?' ucap Erland.
'Di mana kamu?' tanya Handoko.
'Di rumah, memangnya di mana lagi?' ucap Erland.
'Baiklah, besok mamamu akan mengunjungi kediamanmu, sambut dia. Jangan sampai mengabaikannya,' ucap Handoko dengan nada bicara seakan tengah mengingatkan Erland bahwa akan terjadi sesuatu jika Erland tak menyambut mamanya dengan baik.
Erland menghela napas. Untuk apa mamanya datang? Pikirnya. Namun, bisakah dia bertanya begitu? Handoko akan murka mendengarnya. Handoko akan mengeluarkan ceramah-ceramah yang akan membuat kepala Erland terasa akan pecah nantinya.
'Baiklah, tentu saja aku akan menyambut mama,' ucap Erland.
'Bagus, ajak istrimu makan malam. Bagaimana pun, jangan sampai dia kekurangan gizi atau kamu akan papa berikan pelajaran!' Memalukan jika itu sampai terjadi! Dia itu selalu di perlakukan dengan baik oleh orangtuanya, jangan sampai orangtuanya berpikir kamu tak sanggup menanggung kehidupanyna!' tegas Handoko.
Erland mengerutkan dahinya. Ada apa dengan Handoko? Kenapa Handoko terdengar peduli sekali pada Briel? Pikir Erland.
'Dia bisa makan sendiri, untuk apa aku mengurusnya? Lagi pula, aku tak peduli bagaimana kehidupannya di dalam keluarganya, dia berada di rumahku, jadi dia harus ikut aturanku!' gumam Erland.
Gumaman Erland terdengar oleh Handoko. Sontak Handoko berdehem. Benar juga apa yang di katakan Erland, pikir Handoko. Keduanya sudah menikah dan sudah kewajiban keduanya menata rumah tangga itu dengan cara keduanya sendiri. Sebagai pria, Handoko pun tak sepenuhnya memberatkan apa yang baru saja Erland katakan. Bukankah seorang istri memang harus patuh pada suaminya?
'Baiklah, kabari papa jika mama kamu datang besok,' ucap Handoko.
'Ya,' sahut Erland dan telepon itupun berakhir.
Erland melempar ponselnya di tempat tidur. Dia akan makan malam terlebih dahulu karena perutnya terasa lapar. Terlebih, berdebat dengan Briel tadi membuat pikirannya juga ikut lelah.
Erland pergi menuju meja makan. Di sana tak terlihat keberadaan Briel.
Seperti biasa, Erland duduk di kursi kesukannya. Dia mulai membuka piringnya dan bersiap menyendok makanan.
"Maaf, Tuan. Nona Briel belum juga turun, apa Tuan tak mau membujuknya untuk makan malam?" tanya Lely.
"Saya bukan ayahnya, jadi saya tak perlu membujuknya," ucap Erland terdengar dingin.
"Hem... Tapi, Nona Briel belum makan, Tuan. Dia juga menolak makan malam di sini," ucap Lely.
"Lalu? Apa hubungannya dengan Saya?" tanya Erland.
Untuk Apa Lely mengatakan semua itu padanya? Bahkan Erland tak mau tahu sedikit pun.
"Tuan, kalian bisa makan malam bersama, bukankah itu bagus? Sekarang ada istri yang menemani Anda makan malam," ucap Lely.
Tak!
Erland meletakan piringnya dengan cukup keras di atas meja. Hal itu lantas membuat Lely terkejut. Azablah, Erland terlihat marah.