Chen Shu mengamati reaksi Han Zhan dengan seksama.
Saat melihat Han Zhan memperhatikan gadis itu, matanya begitu jernih. Chen Shu langsung menyimpulkan bahwa Han Zhan sama sekali tidak mengenal gadis itu.
Namun, saat mengetahui usia Han Zhan sudah masuk 30an tahun dan masih belum punya kekasih sejak lama, membuat Chen Shu menjadi sangat khawatir.
Generasi tua selalu merasa bahwa seorang pria muda harus mencari pasangan untuk menjalani hidup, saat dingin ada yang memakaikannya pakaian, dan saat lapar ada yang memberinya makan.
Chen Shu tidak bicara apa-apa lagi, karena khawatir akan canggung.
"Zhan Zhan, apa kau masih ingat dia?" tanya Chen Shu.
Gadis itu meletakkan mangkuk sup di tangannya, mengangkat kepalanya dan menyapa Han Zhan, "Kakak Zhan."
Han Zhan memandang wajah gadis itu lekat-lekat dan berpikir sejenak dan akhirnya menemukan ingatannya mengenai gadis ini. Dengan penuh keyakinan, ia bertanya, "Apakah kau Miaomiao?"
Mengetahui Han Zhan mengenalinya, gadis itu bersorak kegirangan, "Kakak Zhan ternyata masih mengingatku!"
Saat ini, Nyonya Chen keluar dari dapur dan mendengar percakapan mereka bertiga. Nyonya Chen berkata kepada Han Zhan, "Zhan Zhan, rupanya kau masih ingat Miaomiao. Saat usianya satu tahun lebih, kau selalu mendorong kereta dorongnya dan membawanya berjalan-jalan."
Han Zhan berusia lima tahun lebih tua daripada Miaomiao. Ia ingat pada saat ia lulus ujian masuk perguruan tinggi, Miaomiao baru saja masuk SMP dan masih kecil.
Gadis itu sekarang sudah tumbuh dewasa dan sangat cantik.
Han Zhan tahu apa tujuan Nyonya Chen. Melihat wajah Miaomiao yang secantik bunga persik, ia tahu gadis itu memang sangat menarik. Sayang sekali, Han Zhan sama sekali tidak berminat terhadap bunga persik.
Han Zhan terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bertanya, "Miaomiao pasti sudah lama lulus, kan? Apa pekerjaanmu sekarang?"
Chen Miaomiao berdehem pelan, mengiyakan pertanyaan Han Zhan. Dengan nada rendah, ia menjawab, "Aku sudah lulus beberapa tahun lalu. Aku sekarang bekerja di sebuah perusahaan periklanan dan perencanaan."
Han Zhan juga berdehem. Tepat saat Chen Miaomiao memberanikan diri untuk berkata sesuatu, Han Zhan mendadak berkata, "Kau begitu cantik, apa kau sudah punya pacar? Kapan berencana menikah? Saat menikah nanti, kabari aku, Kakak Han akan memberimu angpao yang besar."
Chen Miaomiao hanya tersenyum kaku mendengarnya.
Pipi Chen Miaomiao yang seperti bunga persik berwarna merah muda dalam sekejab berubah menjadi merah. Sepasang matanya yang hitam hampir menangis. Namun, gadis itu berusaha keras menahan emosinya. Ia menggelengkan kepalanya karena malu, dan menjawab dengan berlinang air mata, "Ini masih terlalu cepat."
Saat Nyonya Chen mendengar kalimat yang diucapkan Han Zhan, ia langsung tahu bahwa pria ini sangat membosankan dan tidak berarti apa-apa bagi Chen Miaomiao.
Chen Miaomiao undur diri ke dapur untuk mengambil sumpit, tapi Han Zhan tahu bahwa gadis itu sedang menyembunyikan air matanya.
Saat keluar, Chen Miaomiao dengan tangan kirinya memegang sumpit, sedangkan tangan kanannya memegang ponsel dan sedang berbicara. Ia terkejut dan berkata dengan lawan bicaranya, "Ayah, aku dan Kakek Chen di sini. Hah? Kakak sudah pulang? Baiklah, aku sekarang segera pulang."
Setelah menutup telepon, Chen Miaomiao berkata malu-malu kepada kakek dan neneknya, "Kakek, Nenek, ternyata Kakak sudah pulang. Aku juga ingin pulang. Kakak Zhan, tolong temani Kakek sebentar." Gadis kecil itu menundukkan kepalanya, tapi matanya basah.
"Ya, baiklah."
Setelah mengantarkan Chen Miaomiao, Nyonya Chen menepuk bahu Han Zhan dengan keras dan berkata, "Zhen Zhen, mengapa kau begitu kejam? Jika kau tidak punya perasaan apa-apa kepada Miaomiao, kau bisa menolaknya secara halus. Apakah harus seperti ini?"
Saat melihat anak gadis dari keluarga lain, untuk menghindari Han Zhan, Miaomiao bahkan bersandiwara. Ia sama sekali tidak memperhatikan bahwa layar ponselnya hitam.
Han Zhan tersenyum tanpa daya, dan berkata kepada Nyonya Chen, "Jika aku membosankan bagi anak gadis keluarga lain dan menggantung hubungan, bukankah itu Chen Shimei?"
"Kau …"
Memang sulit menemukan kesalahan pada kata-kata yang dilontarkan Han Zhan. Nyonya Chen memelototi Han Zhan dan tidak bicara lagi.
Setelah selesai menemani Tuan Chen makan malam dan minum anggur, Han Zhan akhirnya berpamitan.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, Li Li bertanya, "Aku melihat ada seorang gadis keluar dari rumah itu sambil menangis. Siapa dia?"
Han Zhan hanya menjawab singkat dengan nada datar, "Seorang gadis di masa kecilku."
Li Li mencoba menebak apa yang terjadi. Dengan hati-hati, dia bertanya lagi, "Kau tidak menyukainya?"
Han Zhan balik bertanya, "Apakah aku harus menyukai semua wanita?"
Li Li bertanya-tanya dalam hati. Kau tidak tergerak pada kecantikan Nona Song. Kau tidak suka pada gadis di masa kecilmu. Kalau begitu, kau suka gadis yang seperti apa?
Sebuah pemikiran yang sudah lama terkubur dalam ingatan Li Li, kini mendadak muncul.
"Tuan Han, apakah Anda tidak suka punya pegangan?" Ketika Li Li baru saja mengucapkannya, ia mendadak melihat ekspresi Han Zhan berubah. Ia ingin menarik kembali ucapannya.
Mendengar pertanyaan Li Li, entah bagaimana lembutnya Han Zhan, ia mendadak ingin menghajar orang ini. Han Zhan memandang Li Li dari ujung rambut ke ujung kaki dan berkata, "Ya, aku suka kau seperti ini."
Li Li tiba-tiba ingin membuka pintu dan kabur sejauh mungkin.
Pada saat ini, Han Zhan lagi-lagi mendengar Li Li berkata, "Aku lapar dan kau aman." Memangnya pangkat apa yang kau punya, bahkan sama sekali tidak hormat?
Saat mendengarnya, perasaan Li Li campur aduk. Entah ia harus menangis atau tertawa.
Pada pukul 21.30, saat kehidupan malam kota begitu semarak, justru mereka tak bisa lewat di jalanan Kota Shunchen yang padat.
Karena pekerjaan hari ini selesai dan Han Zhan tidak terburu-buru, ia melihat pemandangan di luar jendela mobil dengan penuh minat. Kota ini menjadi sangat asing baginya, dan kota yang ada dalam ingatannya mengalami perubahan yang mengguncang bumi.
Han Zhan melihat seorang pria tua yang menjual tahu busuk (Makanan tradisional China, nama aslinya Stinky Tofu). Ia menurunkan kaca jendela mobil dan tercium bau tahu busuk yang melayang masuk ke hidungnya. Ketika masih remaja, Han Zhan membeli semangkuk tahu busuk setiap pulang sekolah pada hari Rabu sore. Ia memakan tahu busuk dengan tebaran ketumbar.
Aromanya sangat menggugah selera, membuat Han Zhan ingin turun dari mobilnya dan membeli semangkuk tahu busuk.
Begitu ia mendongakkan kepala, lagi-lagi ia melihat Song Ci.
Dan Song Ci berganti pakaian lagi.
Song Ci mengenakan kemeja berwarna putih transparan, memperlihatkan pinggang yang ramping, dan celana pendek hitam yang membungkus ketat pantat seksinya. Situasi Kota Sunchen begitu hangat, dengan rambut ikal hitam yang menawan, kaum adam yang kebetulan melewatinya menjadi penasaran dan meliriknya.
Han Zhan menatap wajah cantik Song Ci. Dengan jari telunjuk kanannya di paha, ia mengetuk santai.
Kulit Song Ci benar-benar putih berkilau seperti keramik. Han Zhan mendadak teringat vas porselen putih yang bertelinga di kamar kakek dari pihak ibunya. Sang kakek berkata bahwa Song Ci adalah yang terbaik, maka harus dihargai dan dirawat dengan hati-hati.
Song Ci tak tahu bahwa setiap gerakannya diawasi.
Song Ci membeli semangkuk tahu busuk. Saat melihat ketumbar di dalamnya, ia menutup hidungnya dan merasa jijik.
Han Zhan membenturkan pahanya sesaat.
Ketumbar adalah benda yang enak. Bagaimana bisa dia tidak menyukainya?
Song Ci menggunakan sumpit sekali pakai untuk membuang semua ketumbar di atas tahu busuk itu. Ia hanya memakan sepotong karena tidak tahan dengan bau ketumbar yang sudah tercampur. Ia mengambil fotonya bersama dengan tahu busuk, lalu membuangnya ke tempat sampah seperti pencuri. Sementara sang penjual tahu busuk tidak memperhatikan.
Melihat adegan ini, tatapan mata Han Zhan berangsur-angsur menjadi sedih.
Dia bahkan juga membuang makanan.
Untuk kedua kalinya, Han Zhan melihat Song Ci membuang makanan dalam sehari.
Tak peduli seberapa bagus estetika suatu makanan, manusia tidak boleh menyia-nyiakan makanan.
Song Ci merobek permen karet dan mengunyahnya, sambil bersiap menyeberang jalan. Baru saja kaki kanannya melangkah maju, terdengar suara rendah seorang pria yang sangat akrab dengannya, "Banyak pejalan kaki yang menyeberang jalan bukan pada tempatnya mengalami kecelakaan dan ditabrak, dan pejalan kaki umumnya punya tanggung jawab sebesar 70%."
Song Ci tercengang mendengarnya.
Suara ini ...
Song Ci mendongakkan kepalanya. Ternyata pemilik suara ini adalah seorang pria dengan sepasang mata biru keabuan.