Beijing, 2020
Tiga orang pria duduk di sebuah ruangan dengan wajah ketakutan. Kepala mereka terus menunduk, tidak berani menatap ke depan. Tepatnya pada sosok presdir muda Royal Group yang kini memperlihatkan wajah penuh amarah.
11 tahun telah berlalu semenjak kepergian Gu Jiangzen. Di usianya yang ke-27 tahun, Gu Changdi telah membuktikan kemampuannya bahwa dia layak memimpin kerajaan bisnis yang didirikan oleh Gu Jinglei. Berkat kecerdasannya, Royal Group yang semula hanya berfokus pada bisnis properti, sekarang merambah ke bisnis lainnya. Sebut saja di bidang pendidikan, perhotelan, restoran, supermarket, dan bidang lainnya. Termasuk casino yang identik dengan hiburan dunia malam.
Berbanding terbalik dengan sikap ramah Gu Jinglei dan Gu Jiangzen, Gu Changdi lebih dikenal dingin dan kejam kepada para bawahan. Sekali saja berbuat kesalahan, Gu Changdi tidak akan memberikan kesempatan kedua bagi mereka.
Sebagai orang kepercayaan yang sudah mengikuti Gu Changdi sejak usia remaja, Su Huangli tidak pernah menghalangi pria itu untuk memecat bawahannya yang terbukti melakukan kesalahan. Tidak peduli kesalahan sekecil apapun.
"Seorang penjilat ataupun seorang pengkhianat sama sekali tidak pantas bekerja di Royal Group."
Pandangan Su Huangli beralih pada tiga pria yang duduk berjejer di depan meja Gu Changdi. Mereka terbukti melakukan pelanggaran yang merugikan perusahaan. Sekarang, mereka sedang menanti putusan dari Gu Changdi.
"Aku tidak perlu menjelaskan lagi alasanku memanggil kalian ke sini." Gu Changdi menatap tajam ketiga pria di hadapannya yang kini tengah menundukkan kepala.
"Seharusnya kalian tidak main-main dengan ucapanku dari awal."
Suasana di dalam ruangan berubah tegang. Su Huangli hanya bisa memberikan pandangan mengejek pada ketiga pria itu.
"Mulai hari ini kalian resmi diberhentikan. Kalian terbukti melakukan penggelapan dana perusahaan yang seharusnya digunakan untuk proyek pembangunan real-estate di distrik Haidian."
Ketiga pria itu berdiri kompak dari posisi mereka, siap memberikan pembelaan.
"Aku pastikan nama kalian akan masuk dalam daftar hitam. Sehingga kalian tidak akan diterima bekerja di perusahaan manapun," lanjut Gu Changdi.
"Tidak! Kami mohon ampuni kesalahan kami, Presdir. Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi!"
"Tolong beri kami kesempatan kedua, Presdir!"
Gu Changdi berdecih, "Tidak ada kesempatan kedua untuk pengkhianat. Bawa mereka keluar!"
"Baik!" Enam orang berpakaian serba hitam yang berada di dalam ruangan langsung bergerak mengikuti perintah Gu Changdi. Mereka memang sudah dipersiapkan menghadapi situasi saat mantan karyawan mencoba melakukan protes ketika diberhentikan secara tidak hormat.
"Presdir! Tolong jangan pecat kami! PRESDIR!"
Gu Changdi memutar kursinya, sengaja membelakangi tiga mantan karyawan yang terus memberontak dan memprotes keputusannya. Telinga Gu Changdi terasa panas ketika selanjutnya mendengar berbagai umpatan kasar yang keluar dari bibir mereka.
"Presdir ...."
Sudah menjadi rahasia umum. Setiap kali Gu Changdi memecat bawahannya, pasti akan berujung dengan keributan yang terjadi di kantor.
"Biarkan saja. Aku sudah terbiasa." Gu Changdi tersenyum sinis. "Kau yang paling tahu seperti apa gaya kepemimpinanku, Kak. Aku tidak akan mengikuti cara kakek dan ayah yang bersedia memberikan kesempatan pada mereka yang melakukan kesalahan. Tidak peduli berapa lama mereka bekerja untuk perusahaan ini, sekali pengkhianat tetap pengkhianat. Tidak ada kesempatan kedua untuk mereka."
Su Huangli mengangguk kecil. Ia tidak heran sekarang Gu Changdi menjadi sosok pria yang disegani oleh semua orang. Kesuksesannya dalam memimpin Royal Group tidak bisa dianggap remeh. Termasuk gaya kepemimpinannya yang terkenal kejam dan menakutkan.
"Ngomong-ngomong ... ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Kak."
Seketika tubuh Su Huangli menegang. Pria itu menatap was-was saat Gu Changdi memutar kursinya kembali hingga mereka saling berhadapan.
"Bagaimana kabar gadis itu? Seharusnya sekarang dia sudah berkuliah di Universitas Beijing bukan?"
Hening.
Tak ada jawaban dari Su Huangli karena pria itu justru menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang menyiratkan rasa bersalah dan penyesalan.
"Kenapa kau diam saja, Kak?" Gu Changdi menyadari ada yang tidak beres dengan kakak sepupunya itu. "Apa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?"
Su Huangli justru bergumam seorang diri, membuat rasa penasaran Gu Changdi kian bertambah.
"Kakak!"
"Maaf ... aku benar-benar minta maaf, Changdi. Aku sama sekali tidak bermaksud menyembunyikannya darimu." Su Huangli menatap Gu Changdi dengan wajah penuh penyesalan. "Aku hanya tidak mau kau terlalu terbebani karena kesehatan kakek Jinglei yang terus menurun. Aku ...."
"Jangan berputar-putar, Kak! Katakan saja intinya!" Gu Changdi berteriak emosi. "Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?!"
Su Huangli menarik napas panjang-panjang, "Sebenarnya ...."
***
Sebuah kafe yang terletak di pusat distrik Chaoyang tampak ramai didatangi pengunjung. Semua karyawan sibuk melayani mereka, mulai dari mencatat dan mengantarkan pesanan, membersihkan meja, dan masih banyak lagi.
Terlihat sosok gadis bermata rusa yang kedapatan mondar-mandir untuk melayani pesanan salah satu pengunjung. Wajahnya cantik natural, dengan make up tipis yang selalu menjadi ciri khas. Rambutnya yang ditata dengan gaya ponytail bergerak-gerak lucu mengikuti gerakan tubuhnya yang lincah seperti seekor rusa. Gadis itu dikenal sebagai gadis yang ramah dan dan murah senyum. Tidak heran banyak karyawan maupun pengunjung -khususnya pria- yang terpesona pada kecantikan dan kepribadiannya.
"Lin Xiang, bisa tolong bantu di sini?"
Gadis itu menoleh, kemudian tersenyum sejenak pada pengujung yang baru saja dia layani. "Aku datang!" teriaknya bersemangat menanggapi panggilan rekan kerjanya.
Setelah memasukkan pesanan, Lin Xiang bergegas menghampiri gadis bermata sipit yang tampak kesulitan membawa piring dan gelas yang kotor.
"Terima kasih."
Lin Xiang menepuk pundak rekan kerja yang juga merangkap sebagai sahabatnya. "Sama-sama, Wanwan."
Shen Wanwan, gadis penggemar eyeliner itu balas tersenyum mendengar ucapan Lin Xiang. Kemudian mengikuti Lin Xiang yang sedang mengelap meja. Ia terus memperhatikan Lin Xiang, hingga menyadari raut kelelahan yang tercetak jelas di wajah gadis itu.
"Kau benar-benar serius bekerja di kelab malam itu?"
Lin Xiang tidak heran dengan pertanyaan yang dilontarkan Shen Wanwan. Sahabatnya sejak bangku SMA itu memang terkenal selalu berbicara frontal.
"Aku tidak punya pilihan, Wanwan. Aku harus bekerja untuk mencukupi kebutuhanku," jawab Lin Xiang seadanya.
"Termasuk kebutuhan paman dan bibimu yang gemar berfoya-foya," Shen Wanwan menghela napas panjang. "Kenapa kau tidak pergi saja dari rumah mereka? Kau bisa tinggal sendiri dengan uang hasil jerih payahmu."
Lin Xiang tersenyum lemah, "Mereka satu-satunya keluarga yang kumiliki. Lagipula, mereka sudah merawatku semenjak orang tuaku meninggal. Aku tidak bisa pergi begitu saja dari rumah itu."
"Tapi ...."
"Pelayan!"
Kedua gadis itu terkesiap. Lin Xiang dengan cepat berlari menghampiri salah satu pengunjung yang baru saja memanggil. Meninggalkan Shen Wanwan yang masih berdiri dengan tatapan iba kepada Lin Xiang.
"Menyerah saja, Wanwan. Kau tidak akan pernah berhasil membujuk Lin Xiang untuk berhenti bekerja di klub malam itu."
Suara khas dari belakang membuat Shen Wanwan menoleh kaget. "Kakak ...." ia menekuk wajahnya, kesal karena sependapat dengan Zhang Yiyi. Pengelola kafe itu hanya tersenyum maklum, ikut merasakan bagaimana kekhawatiran Shen Wanwan kepada Lin Xiang.
Semua orang pasti sudah tahu tempat seperti apa kelab malam, yang identik dengan pria hidung belang dan wanita penghibur. Siapapun bisa terkena pelecehan seksual, tak terkecuali Lin Xiang yang memiliki paras cantik. Shen Wanwan dan Zhang Yiyi jelas khawatir jika Lin Xiang sampai mengalami hal buruk saat bekerja di sana.
Di sisi lain, mereka juga mengkhawatirkan kondisi Lin Xiang yang seolah memforsir tubuhnya untuk terus bekerja. Gadis berusia 19 tahun itu bekerja sebagai pengantar susu dan koran mulai jam 5 pagi, kemudian di kafe Zhang Yiyi dari jam 10 pagi hingga 8 malam. Terakhir bekerja sebagai pelayan di salah satu kelab malam hingga pukul 3 pagi. Bisa kalian bayangkan bagaimana tenaga gadis itu terkuras habis hanya untuk bekerja. Pasti melelahkan sekali.
Shen Wanwan dan Zhang Yiyi juga tahu bagaimana kehidupan Lin Xiang saat berada di rumah. Entah apa yang membuat paman dan bibinya begitu kerap menyiksanya secara fisik, sementara mereka yang menikmati uang hasil jerih payah Lin Xiang selama bekerja.
TO BE CONTINUED