Chereads / Tycoon's Lover / Chapter 7 - Ancaman untuk Gu Changdi

Chapter 7 - Ancaman untuk Gu Changdi

Su Rongyuan melihat sendiri sisi lembut dari Gu Changdi. Ia kerap memergoki putranya itu tersenyum seorang diri sambil memandangi sebuah album foto. Karena penasaran, Su Rongyuan mencoba melihat isi album tersebut tanpa sepengetahuan Gu Changdi.

Sejak saat itu, Su Rongyuan menyadari bahwa Gu Changdi memang sudah menemukan tambatan hati dan serius terhadap Lin Xiang.

"Sekarang kau sudah membawa Lin Xiang ke sinu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Dia aman dalam perlindungan kita," ucap Su Rongyuan setelah menjadi pendengar setia. "Apa rencanamu selanjutnya?"

Mata Gu Changdi terbuka, memperlihatkan sorot kemarahan yang begitu menakutkan.

"Aku tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang, Ibu." Gu Changdi menggertakkan giginya. "Mereka harus membayar apa yang sudah mereka lakukan pada Lin Xiang."

Su Rongyuan tersenyum tipis. Sama seperti mendiang ayahnya, Gu Changdi akan melakukan apa saja demi gadis yang sudah dia pilih sebagai tambatan hati.

Gu Changdi akan melakukan segala cara untuk menjaga dan melindungi Lin Xiang. Termasuk membalas perbuatan orang lain yang sudah mencelakai gadis itu.

"Lakukanlah." Su Rongyuan mengusap wajah Gu Changdi. "Sama seperti ayahmu, lindungi perempuan yang kau cintai. Jangan biarkan orang lain melukainya walau hanya sehelai rambut saja."

Seringaian terukir di bibir Gu Changdi. "Tentu, Ibu. Aku akan menjaga dan melindungi Lin Xiang. Tidak akan kubiarkan mereka mengganggu kehidupan bidadariku."

***

Gu Changdi berencana langsung pergi ke kantor setelah mengobrol dengan Su Rongyuan. Namun, ibunya menyuruh untuk menikmati makan siang terlebih dahulu. Alhasil, kini Gu Changdi tengah berada di ruang makan bersama ibu dan kakeknya.

"Hari ini kau tidak kerja?"

Gu Changdi menoleh, menghentikan sejenak kegiatannya menikmati makan siang. "Selesai makan siang, aku akan ke kantor," jawabnya tenang. Tidak terpengaruh dengan pandangan menyelidik yang dilayangkan kakeknya—Gu Jinglei.

"Semalam kau tidur di mana?" tanya Gu Jinglei lagi. "Kata ibumu, kau tidak pulang ke rumah. Pantas saja sarapan tadi pagi Kakek tidak melihatmu."

Gu Changdi memandang ibunya sekilas. Su Rongyuan mengangguk, memberi isyarat untuk berkata jujur pada Gu Jinglei.

"Aku tidur di luar." Gu Changdi terdiam sebentar. "Ada sesuatu yang harus kuurus."

Keheningan terjadi selama beberapa menit. Baik Gu Changdi dan Su Rongyuan memilih diam.

Berbeda dengan Gu Jinglei yang mulai memperlihatkan ekspresi tidak senang. Dahi Gu Jinglei mengerut tajam. "Siapa gadis itu?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

Gu Changdi dan Su Rongyuan menoleh kaget, tetapi keduanya mampu mengontrol ekspresi wajah masing-masing sehingga tampak lebih tenang.

"Aku memang lebih banyak menghabiskan waktuku di mansion untuk beristirahat. Tapi bukan berarti aku tidak tahu apa saja yang terjadi di luar atau yang dilakukan orang-orang terdekatku," jelas Gu Jinglei. "Katakan! Siapa gadis yang kau bawa pulang ke rumah?"

"Aku akan mengenalkannya pada Kakek." Gu Changdi mengambil ponselnya ketika mengetahui ada pesan yang baru saja masuk. "Maaf, aku harus ke kantor sekarang."

"Selesaikan makan siangmu dulu, Gu Changdi," kata Su Rongyuan mengingatkan.

"Kak Huangli sudah menungguku, Bu. Aku harus segera pergi." Gu Changdi tersenyum lembut pada Su Rongyuan, lalu menatap sekilas pada kakeknya. Tanpa berkata apapun, Gu Changdi pergi meninggalkan ruang makan.

"Rongyuan." Gu Jinglei memandangi menantunya dengan tatapan menuntut. "Aku tahu kau sudah mengenal gadis yang dibawa Gu Changdi ke rumah."

Su Rongyuan mengangguk. "Aku hanya tahu namanya saja, Ayah. Sejak dulu, Gu Changdi tak pernah memberitahuku soal latar belakangnya."

"Sejak dulu? Apa maksudmu?"

Senyum mengembang di bibir Su Rongyuan, "Gu Changdi sudah mencintai gadis itu sejak pertemuan pertama mereka 11 tahun silam. Dia bertemu dengan Lin Xiang di area pemakaman. Di saat yang sama ketika kita kehilangan Jiangzen, Lin Xiang juga kehilangan orang tuanya."

Gu Jinglei menautkan kedua alisnya, "Kau bilang nama gadis itu Lin Xiang?"

"Iya," jawab Su Rongyuan jujur. "Hanya sebatas ini yang aku tahu, Ayah."

"Baiklah." Gu Jinglei mengambil tongkatnya kemudian berdiri dari kursi, "Aku akan mencari sendiri informasi seputar gadis itu."

Suara berderit terdengar keras setelah Su Rongyuan memundurkan kursinya. Ia berjalan mendekati Gu Jinglei yang sudah beberapa langkah meninggalkan ruang makan. "Ayah tidak bermaksud menghalangi Gu Changdi memilih pendamping hidupnya sendiri 'kan?"

"Menurutmu?"

Su Rongyuan menunduk, lantas menggeleng kecil. Gu Jinglei menarik napas panjang sembari menatap Su Rongyuan dengan raut wajah serius.

"Aku memang membebaskan Gu Changdi untuk memilih calon pendamping hidupnya sendiri. Akan tetapi," Gu Jinglei mengeratkan pegangannya pada tongkat, "aku berhak menilai, apakah calon cucu menantuku memang layak untuk menjadi bagian dari keluarga Gu."

Su Rongyuan mendongak. Saat itulah dia baru menyadari jika Gu Jinglei sudah berjalan meninggalkannya yang masih berdiri di samping meja makan.

***

"Jadi, mereka mengancam akan melaporkanku pada pihak berwajib karena telah menculik Lin Xiang?"

Su Huangli mengangguk. "Itu yang mereka katakan kalau kau tidak memberikan uang sesuai jumlah yang mereka inginkan," lanjutnya dengan wajah serius.

Su Huangli berusaha keras menahan emosi. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu, di mana dia mendatangi rumah Lin Xiang untuk menemui Dong Liwen dan Mu Tiansu.

Menurut Su Huangli, mereka adalah orang yang gila harta. Pasangan suami-istri itu menyambut kedatangan Su Huangli dengan wajah tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Saat Su Huangli membeberkan apa yang sudah mereka lakukan pada Lin Xiang, baik Dong Liwen dan Mu Tiansu justru mengeluarkan ancaman yang menurutnya sangat konyol. Tidak sadar siapa yang sebenarnya bersalah dalam kasus ini.

"Hm, ini seperti pemerasan bukan?" Gu Changdi tertawa geli, meskipun tetap terdengar menakutkan. "Mereka terlalu dibutakan oleh harta. Apa mereka lupa kalau aku bisa melaporkan balik atas tuduhan kekerasan fisik yang mereka lakukan pada Lin Xiang? Dasar pasangan bodoh."

Gu Changdi beranjak dari kursi, lalu berjalan mendekati jendela kantor. Mengamati jalanan kota yang padat dilalui kendaraan dan pejalan kaki. Ia terdiam sejenak, memejamkan mata untuk mengendalikan emosi yang berkecamuk hebat menguasai dirinya.

"Baiklah." Gu Changdi berbalik lalu tersenyum menyeringai kepada Su Huangli. "Turuti saja permintaan mereka."

Mata Su Huangli membulat sempurna, "Kau serius? Gu Changdi, jumlah uang yang mereka inginkan sangat banyak, dan pasti akan habis dalam waktu singkat untuk berfoya-foya."

"Memang itu yang mereka inginkan bukan?" Gu Changdi tertawa kecil, "Berikan saja. Aku tidak peduli mau banyak atau sedikit. Keselamatan Lin Xiang jauh lebih penting."

Raut tidak setuju masih terlihat jelas di wajah Su Huangli. Beberapa kali pria itu menggelengkan kepala, menolak keputusan Gu Changdi yang dinilai menuluskan permintaan paman dan bibi Lin Xiang.

"Kita bisa melaporkannya ke polisi lebih cepat. Untuk apa menuruti kemauan mereka?"

"Justru ini caraku untuk menyeret mereka ke penjara, Kak." Gu Changdi tersenyum penuh arti. "Uang itu ibarat umpan. Begitu mangsa memakan umpannya, kita tunggu sampai mereka lengah. Saat itulah, kita bisa menangkap mereka dengan mudah."

Emosi Su Huangli perlahan mereda seiring penjelasan yang diberikan Gu Changdi. Setelah memikirkannya secara matang, keraguan dalam diri Su Huangli ikut berkurang. Namun, dia tetap khawatir. Dong Liwen dan Mu Tiansu bisa berbuat lebih licik dari sekedar pemerasan yang tengah mereka lakukan saat ini.

"Lalu ... bagaimana caranya kita menangkap mereka?"

Gu Changdi menatap Su Huangli, sekali lagi mengeluarkan seringaian khasnya. "Nanti akan kujelaskan padamu, Kak. Sekarang aku ingin fokus pada pemulihan Lin Xiang dulu."

Su Huangli tidak bertanya lagi. Ia terlanjur terpengaruh pada perubahan ekspresi wajah Gu Changdi. Rasanya pria itu tampak lebih manusiawi setiap kali mereka membahas soal Lin Xiang.

Su Huangli bersumpah, untuk kesekian kali dia menangkap senyuman bahagia yang terukir di bibir Gu Changdi.

TO BE CONTINUED