Chereads / DEVILISH / Chapter 17 - JAPAN

Chapter 17 - JAPAN

Terlihat sebuah mobil mewah yang di parkir di depan mansion itu. Bunga-bunga sakura berjatuhan di atas mobil mewah itu.

Sekarang kalian tahu di negara mana mansion itu berada bukan? Tentu saja kalian akan tahu begitu mendengarkan kata "sakura".

Negara yang di juluki negara matahari terbit. Benar, negara Jepang atau Nippon.

Bulan ini adalah bulan musim semi di negara matahari terbit itu. Pohon sakura yang sengaja di tanam untuk menghiasi mansion itu bermekaran dengan indah nya.

Aroma khas musim semi dan udara musim semi sangat terasa di negara matahari terbit itu. Juga merupakan waktu yang pas untuk bersantai-santai dan juga berjalan-jalan.

Namun tidak untuk pria tampan sang pemilik mansion itu, ia lebih memilih berada di mansion milik nya.

Di temani oleh secangkir teh bunga sakura yang menjadi kesukaannya.

Hamada Sahi nama nya. Nama pria tampan berambut biru gelap itu, dengan hidung mancung yang ia miliki.

Berumur kan dua puluh tahun yang masih di katakan usia yang sangat muda. Tetapi dirinya sangat di hormati bahkan di takuti.

Juga di umurnya yang masih sangat muda, dia sudah mendapat panggilan "Tuan" dari pria-pria yang lebih tua darinya.

Benar, dia lah pria yang sama saat malam itu. Pria yang berteriak marah kepada salah satu anak buah nya.

Juga sekarang sudah jelas bukan, di mana pria tampan itu tinggal dan berada? Yah, dia tinggal dan besar di Jepang.

Jika kalian bertanya bersama siapa ia tinggal di mansion itu, maka jawaban nya ia tinggal sendirian di mansion itu.

Tapi kali ini sepertinya ia sedang tidak sendirian. Ada seorang pria yang duduk di hadapannya, dan juga sedang menikmati secangkir teh bunga sakura itu.

"Tuan Sahi, sudah lama sekali rasanya saya tidak kemari," ucap pria itu.

Sahi meletakkan cangkir miliknya. "Kau benar, aku bahkan hampir lupa dengan wajah mu, Tuan Yuta..." ucap nya.

Pria yang sedang bersama nya itu bernama Kanemoto Yuta, yang juga tidak kalah tampan nya dari Sahi.

Yuta hanya beda satu tahun dari Sahi, yang berarti ia berumur dua puluh satu tahun.

"Aku tidak ingat kapan rambut mu berubah warna menjadi merah," ucap Sahi melihat rambut Yuta.

Yuta terkekeh, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Aku baru saja merubah nya dua hari yang lalu. Bagaimana? Aku terlihat semakin tampan bukan?"

"Sifat narsis mu itu ternyata masih ada," ucap Sahi sambil tersenyum kecil.

"Oh... ayolah Sahi, kau dingin sekali kepada ku. Aku ini sahabat karib mu," ucap Yuta merangkul bahu Sahi.

Benar, Yuta adalah sahabat Sahi. Yang telah bersama nya sejak taman kanak-kanak, hingga saat ini.

Tapi mereka baru kembali bertemu karena Yuta yang menetap di Italia selama tiga tahun lamanya. Karena sang ayah yang memanggil nya untuk tinggal di sana.

Namun kini ia telah kembali di negeri kelahiran nya. Di tambah dirinya juga sangat merindukan sahabat karibnya ini.

"Sudah lah, kau membuat ku semakin pusing," ucap Sahi. Yuta memang tidak pernah tidak berhasil membuatnya pusing.

Bahkan dulu saat mereka masih berada di middle school, Yuta selalu saja mengganggu nya tanpa henti.

Yang terkadang membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian. Dan hal itu sangat memalukan, namun sepertinya hanya bagi Sahi saja.

Karena yang Sahi tahu sahabatnya yang bernama Yuta itu sama sekali tidak memiliki rasa malu.

Yuta tertawa, ia sangat suka mengganggu sahabatnya itu. "Ayolah Tuan Sahi... kau ini sesekali perlu tertawa."

Sahi memutar matanya dengan malas. "Aku sudah banyak tertawa asal kau tahu!" jutek Sahi.

Yuta menyenggol bahu Sahi. "Ehh... benarkah? Aku tidak ingat kapan kau tertawa," goda Yuta.

Sahi menatap Yuta dengan dingin. "Apa kau ingin mendapatkan sebuah pukulan dari ku?" Sahi mengepalkan tangan nya.

Yuta dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak... tidak! aku tidak ingin wajah tampan ku ini terluka."

Sahi menghela nafas. "Hah... jika kau bukan sahabat ku, aku pasti sudah mengusir mu," ucap Sahi.

Astaga omongan seorang Hamada Sahi memang sangat pedas dan menusuk. That's why people called him king of sarcasm.

Yuta tersenyum tipis. Ia memerhatikan wajah sahabatnya itu yang terlihat teduh.

"Dude, apa yang sedang kau pikirkan? Kau terlihat tidak baik-baik saja. Dimana kecerewetan mu berada?" ucap Yuta.

Sahi melengos. "Sejak kapan aku cerewet, yang ada diri mu lah yang sangat cerewet. Seperti saat ini."

Yuta mengeluarkan cengiran nya. "Kau benar juga," ucap nya. Ia salah ingat rupanya, kalau Sahi itu tidak se-cerewet dirinya.

Sahi menggeleng kan kepalanya. Ia kira sahabat nya itu tiga tahun berada di Italia akan berubah. Ternyata tidak, yang hanya berubah dari sahabatnya itu hanya warna rambutnya saja.

That's it.

"Baiklah... baiklah... sekarang katakan kepada ku. Apa yang terjadi?" tanya Yuta yang mulai serius.

Sahi menghela nafas. "Aku masih belum menemukan nya," ucap Sahi.

Yuta membulatkan matanya. "Apa?! kau masih belum menemukan nya?!" Sahi mengangguk. "Ini sudah hampir lima tahun lamanya, dan kau masih belum juga menemukan nya," ucap Yuta.

Sahi memijat keningnya. "Aku juga tidak tahu harus mencari nya di mana lagi..."

Yuta terdiam. Ia jelas dapat melihat kalau Sahi sangat tertekan. Tentu saja ia tahu, memang nya sudah berapa tahun ia menjadi sahabat Sahi!

"Bahkan anak buah ku kembali memberikan berita yang membuat ku kecewa untuk kesekian kalinya," ucap Sahi.

"Lantas bagaimana? Kau tidak ingin menyerah saja?" tanya Yuta.

Sahabatnya itu sudah lima tahun lamanya mencari orang itu. Yang entah keberadaan nya di mana, orang itu seakan-akan menghilang dari muka bumi.

Sahi telah melakukan semampunya mencari orang itu, hingga ke negara-negara lain. Tapi nihil, semua yang ia lakukan sia-sia.

Sahi menggeleng kan kepalanya. "Tidak. Aku harus menemukan nya, meskipun itu akan memakan waktu hingga berabad-abad lamanya."

Yuta melepaskan rangkulannya dari bahu Sahi. Ia tahu kalau Sahi bukan lah tipe orang yang akan mudah putus asa.

"Lantas, selanjutnya apa yang ingin kau lakukan?" Sahi terdiam, raut wajah nya terlihat berpikir.

Entah apa yang sedang di pikiran oleh nya. Di usianya yang masih sangat muda, ia telah memikirkan banyak hal yang seharusnya belum ia pikirkan.

Sahi menoleh. "Aku tidak tahu untuk saat ini. Tapi aku telah meminta anak buah ku untuk kembali mencari nya," ucap Sahi.

Yah, Sahi telah meminta kembali anak buah nya untuk mencari orang itu.

"Lalu bagaimana kalau anak buah mu kembali tidak menemukan nya?" tanya Yuta kembali.

Sahi memainkan jari nya di pinggiran cangkir teh miliknya. Ia kemudian menoleh menatap Yuta. "Maka aku akan menghabisi mereka seperti biasanya..." ucap Sahi.