"Terima kasih Sujin-ah..." ucap Hana.
Sujin duduk di samping Hana. "Sama-sama Nyonya Hana," ucap nya.
Hana menunduk, ia melihat kaki mulus miliknya yang di tutupi oleh dua plester obat yang di tempelkan pada bagian betis nya.
Hana cemberut. "Kalau tau begini aku tidak ingin pergi memancing," ucap Hana dengan kesal.
Bukan ikan yang ia dapatkan, ia malah mendapat luka yang terasa perih pada betis nya. Ia juga harus mandi untuk yang kedua kalinya karena dirinya yang sangat kotor.
Belum lagi alat pancing Jun yang ia patahkan. Ia benar-benar sial!
Sujin terkekeh. "Tidak apa-apa Nyonya Hana. Sekarang kan luka Nyonya Hana telah ku obati," ucap Sujin.
Mereka langsung pulang ke rumah Hana saat Sujin melihat kaki Hana yang terluka. Dan dengan cepat ia mengobati luka goresan itu pada betis Hana.
Yang mungkin tidak sengaja terkena sebuah ranting pohon yang ada di dasar danau itu.
"Iya, hanya saja... apa nanti yang harus ku katakan kepada Jun? Di pasti akan marah..." ucap Hana dengan bibir yang manyun.
Itu karena Hana tahu kalau pancing itu adalah pancing kesayangan milik Jun. Yang selalu Jun simpan dengan baik di dalam lemari.
Namun Hana malah mematahkan nya menjadi dua bagian. Habis lah sudah...
"Tuan Jun tidak mungkin marah kepada Nyonya Hana, tenang saja..." ucap Sujin dengan yakin.
Tentu saja ia sangat yakin dengan ucapannya. Alasan nya? Karena Jun sangat mencintai Hana. Jadi tidak mungkin hanya karena pancing yang tidak sengaja di patahkan oleh Hana, membuat Jun marah.
Hana menghela nafas. "Menurut mu Jun telah sampai di Seoul?" tanya Hana.
Sujin mengangguk. "Iya, pasti Tuan Jun dan Woosik telah sampai di Seoul," jawab Sujin.
"Tapi kenapa dia tidak menghubungi ku? Biasanya Jun akan menghubungi ku..." ucap Hana sambil melihat layar ponselnya.
Yah, biasanya jika kekasihnya itu telah sampai di Seoul ia akan langsung menghubungi Hana. Untuk mengabari nya.
Tapi kali ini tidak, apa mungkin Jun dan Woosik telah berada di perjalanan pulang ke Daegu? Mungkin saja...
Sujin tersenyum tipis. "Jangan khawatir Nyonya Hana. Tuan Jun pasti sudah jalan pulang menuju kemari," ucap Sujin.
Ia bisa melihat raut wajah khawatir dari wajah cantik Hana. Seperti itulah Hana, ia akan sangat khawatir jika saja Jun jauh dari nya.
Tapi memang seperti itulah dirinya, ia tidak bisa jauh dari Jun.
Sujin melihat sekeliling rumah milik kekasih Hana itu. Ia melihat banyaknya furnitur dari kayu yang terlihat cukup antik.
"Nyonya Hana, rumah ini sangat bagus," puji Sujin.
Ini bukan yang pertama kalinya Sujin kemari. Tapi Sujin memang selalu di buat terkesima dengan rumah yang kini telah menjadi milik Jun itu.
Rumah ini seakan-akan memiliki aura sendiri yang sangat menenangkan dan membuat nyaman siapa saja yang datang ke rumah ini.
Hana mengangguk. "Yah, kau benar. Bahkan saat aku pertama kali datang ke rumah ini, aku langsung terpanah," ucap Hana.
Ia tentu masih ingat saat dirinya pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ini. Dan ia langsung suka dengan rumah ini.
Yang sangat di rawat dengan sangat baik setelah cukup lama di tinggalkan tanpa penghuni. Dan Lim lah yang merawat rumah ini, seperti yang ku katakan sebelumnya.
"Tuan Jun, pasti sangat menyayangi kakek nya," ucap Sujin.
Kenapa Sujin berkata seperti itu? Itu karena Sujin juga pernah sempat berbicara kepada kakek Jun.
Saat itu kakek Jun menceritakan tentang sosok cucu kesayangan nya yang ia miliki. Ia bercerita kalau cucu nya sangat pintar, baik, dan juga sangat tampan.
Dan cucu yang dimaksud nya adalah Jun. Yang kini telah mengambil alih perkebunan milik kakeknya yang terbengkalai.
Hana mengangguk. "Yah... sangat... Jun sangat menyayangi kakeknya."
Sujin menoleh. "Apakah Tuan Jun pernah mengenalkan Nyonya Hana kepada beliau?" tanya Sujin.
Hana menggeleng. "Sayangnya tidak pernah... karena sang malaikat lebih dulu menjemput beliau," ucap Hana.
Yah, Jun belum sempat memperkenalkan Hana kepadan kakeknya. Padahal ia sangat ingin mengenalkan Hana sebagai kekasihnya kepada kakeknya.
Namun sekali lagi takdir berkata lain. Karena kita seorang manusia tidak akan bisa melawan sebuah takdir.
Entah kenapa Sujin dapat membayangkan seberapa terlukanya Jun saat itu. Sewaktu mengetahui salah satu orang terdekatnya telah tiada.
Hana menoleh menatap Sujin. "Tapi aku yakin, di atas sana beliau pasti telah melihat cucu kesayangan nya yang kini telah hidup dengan bahagia bersama ku..." ucap Hana sambil tersenyum dengan lembut.
...
Langit perlahan telah mulai berubah warna, menandakan waktu yang telah memasuki sore hari.
Suara burung yang berterbangan juga telah terdengar dengan sangat jelas. Itu karena mereka yang akan kembali ke sarang mereka.
Sama hal nya dengan kekasih Hana yang telah kembali pulang ke rumah miliknya.
Jun memarkirkan mobilnya di garasi mobil, ia turun dengan beberapa kantong plastik berwarna putih yang ia bawa.
Entah apa isi plastik berwarna putih itu. Jun berjalan ke depan pintu rumah nya. Tangan nya terangkat mengetuk pintu berwarna coklat gelap itu.
Tok... tok... tok...
"Honey..." panggil Jun.
Hening tidak ada jawaban dari panggilan nya.
Tok... tok... tok...
"Honey... aku pulang!" panggil Jun kembali.
Ia mengerutkan alisnya. Kenapa Hana tidak menyahut? Biasanya kekasihnya itu saat mendengar suaranya, akan cepat membuka kan pintu untuknya.
Hingga tanpa sengaja tangan Jun memegang gagang pintu itu. Dan...
KLEK
Pintu rumah nya terbuka.
"Eoh, tidak terkunci?" kaget Jun. Biasa nya Hana selalu mengunci pintu rumah jika dirinya sedang tidak ada di rumah.
Jun segera melangkah masuk ke dalam rumah dan membuka sepatu miliknya.
"Honey... i'am home!" ucap Jun sambil berjalan ke ruang tengah.
Dan tidak ada siapa-siapa di sana. Rumah nya juga terlihat sangat sepi. Apa mungkin Hana berada di rumah Sujin?
Karena ia kan telah menitipkan kekasihnya itu kepada Sujin sebelum ia pergi tadi.
"Honey, kau dimana?" panggil Jun kembali. Yang sejujurnya mulai merasa resah.
Jun berjalan ke dapur, lalu meletakkan plastik belanjaan yang ia bawa di atas meja makan. Matanya kemudian melihat sebuah ember dengan baju yang tengah di rendam di dalam ember itu.
Itu baju milik Hana, tapi kenapa air rendaman nya berwarna coklat? Seperti air lumpur.
Ia semakin resah. "Sebaiknya aku pergi ke rumah Sujin," ucap Jun.
Tapi baru tiga langkah kakinya melangkah, terdengar suara yang sangat ia kenali.
"Chagi!" seru sang pemilik suara dan berlari kecil menghampiri Jun.
GREB
Sang pemilik suara itu langsung menerjang Jun dengan pelukan.
"Honey, kau dari mana saja? Aku memanggil mu sedari tadi," ucap Jun setelah Hana melepaskan pelukannya.
Benar, itu adalah Hana. "Aku berada di taman belakang rumah," jawab Hana dengan senyuman pada wajahnya.
Saat Jun memanggil-manggil Hana, kekasihnya itu berada di taman belakang. Itulah mengapa ia tidak mendengar panggilan Jun.
Jun menghela nafas dengan lega. "Ya ampun honey, kau telah membuat ku panik," ucap Jun.
Hana terkekeh. "Hehehe... maafkan aku chagi," ucap Hana.
CHUP
Jun mengecup pipi Hana. "Lihat, aku telah membeli apa yang kau minta honey," ucap Jun menunjukkan plastik belanjaan yang ia bawa tadi.
Kedua mata Hana langsung berbinar. "Yeay! gomawo chagi!" seru Hana. Dengan semangat ia membuka plastik belanjaan itu.
Yah, semua plastik belanjaan itu adalah titipan Hana kepadanya. Yang Hana minta untuk Jun beli saat berada di Seoul.
Jun benar-benar pacar yang sangat baik bukan?
Jun tersenyum dengan tampan nya melihat kekasihnya yang membuka plastik belanjaan itu dengan semangat.
Hingga kedua mata Jun tidak sengaja melihat kearah kaki mulus Hana yang terekspos.
Kedua mata Jun langsung membulat. "Honey, ada apa dengan kaki mu?" tanya Jun dengan terkejut.