Mobil pick up berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar dan luas. Jun dan Woosik turun dari dalam mobil itu.
Jun membuka pintu belakang mobil pick up itu lalu mengangkat keranjang apel itu ke dalam rumah itu.
Sedikit lagi ia akan masuk ke dalam sana, seorang pria muncul dari dalam rumah itu. "Oh! astaga Tuan Jun!" ucap nya. Ia langsung mengambil keranjang apel itu dari tangan Jun.
"Biar aku saja Tuan Jun," ucap pria paruh baya itu.
Dan jadilah pria itu dan Woosik yang membawa masuk semua keranjang apel itu ke dalam rumah produksi itu.
Jun telah berada di dalam bersama Woosik. Hanya ada tiga orang saja di dalam rumah itu termasuk dengan pria yang tadi.
"Tuan Jun, apakah ini hasil panen hari ini?" tanya pria yang telah membantunya mengangkat keranjang apel itu.
Jun mengangguk. "Iya Tuan Lim. Itu adalah hasil dari panen hari ini," jawab Jun.
Yah, pria yang telah membantu Jun itu bernama Lim. Pria yang telah sangat lama tinggal di desa itu.
Juga pria yang telah mengurus rumah nya selama ini, sejak ia belum pernah menginjakkan kaki di Daegu.
Benar, rumah yang itu. Yang kini ia tinggal bersama Hana, kekasihnya.
"Sangat banyak bukan ahjussi?" ucap Woosik.
Lim mengangguk. "Iya! sangat banyak sekali. Apel nya juga sangat besar-besar," ucap Lim.
Ahjussi adalah sebutan paman dalam bahasa Korea. Yang tentunya di gunakan untuk orang yang lebih tua.
Jun menatap Lim. "Paman Lim, katakan kepada yang lainnya untuk mengerjakan nya hari ini. Sehingga besok dapat di antar kan ke beberapa supermarket," ucap Jun.
Yah, Jun menyuruh mereka untuk mengerjakannya hari ini, agar kualitas apel tetap bertahan dengan baik.
Dan ia harus segera mengantarkan pesanan apel-apel milik nya itu ke Seoul.
Lim mengangguk. "Tentu Tuan Jun. Kami pasti akan mengerjakan nya hari ini juga," ucap Lim.
Bukan Lim namanya jika ia tidak patuh kepada Jun.
Jun mengangguk. "Baiklah kalau begitu," ia kemudian menoleh. "Woosik, ayo kita pulang," ucap Jun.
Tugas nya sudah selesai mengantarkan apel-apel itu kemari bukan, jadi untuk hari ini tidak ada lagi yang harus ia kerjakan.
"Baiklah hyung," ucap Woosik.
"Paman Lim kami pulang dulu," pamit Jun dengan sopan.
Lim mengangguk. "Iya Tuan Jun, besok pagi datang lah kemari," ucap Lim.
"Tentu, aku akan datang kemari esok pagi," ucap Jun.
Jun dan Woosik pun berjalan keluar dari rumah produksi itu. Keduanya kembali naik ke atas mobil pick milik Jun itu.
Mobil itu perlahan berjalan pergi meninggalkan rumah produksi itu. Berjalan menyusuri jalanan yang ada di desa itu.
Sesekali Jun melihat pemandangan yang mereka lewati dari jendela mobil yang ia biarkan terbuka.
"Jun hyung, boleh aku bertanya?" tanya Woosik.
Jun mengangguk. "Apa yang ingin kau tanyakan?" ucap Jun dengan tangan yang sibuk memegang stir mobil.
"Kau sangat mencintai Hana noona, hyung?" tanya Woosik. Tidak penting memang, ini bukan lah pernyataan yang penting. Tapi ia sangat ingin tahu sebesar apa cinta Jun kepada Hana.
Jun menoleh sekilas melihat Woosik, lalu kembali menatap ke depan jalanan. "Sangat, aku sangat mencintainya."
"Jika aku tidak mencintainya, tidak mungkin aku membawanya kemari dan hidup bersama ku," ucap Jun.
Ia memang sangat mencintai Hana. Ia bahkan tidak bisa mengatakan sebesar apa rasa cintanya kepada Hana, sang kekasih.
Hana juga merupakan cintanya yang telah ia perjuangkan sejak lama. Dengan berbagai macam pengorbanan yang ia berikan.
Hanya untuk Hana dapat bersamanya.
"Boleh aku tahu bagaimana hyung dapat bertemu dengan Hana noona? Soal nya hyung sama sekali tidak pernah menceritakan nya kepada ku," keluh Woosik.
Sama persis dengan pertanyaan yang Sujin berikan kepada Hana. Sudah ku katakan bukan, mereka sangat penasaran tentang bagaimana keduanya dapat bersama.
Di desa ini hanya Jun dan Hana lah pasangan kekasih muda. Yang lainnya telah menikah bahkan telah memiliki anak.
Jun memutar stir mobil itu. "Kenapa kau sangat penasaran?" tanya Jun.
"Hmmm... karena hyung sangat setia kepada Hana noona. Padahal sangat banyak wanita yang ingin menjadi kekasih mu hyung," jawab Woosik.
Jangan kan wanita-wanita di desa ini. Bahkan jika ada seorang wanita dari Seoul yang datang kemari dan bertemu dengan Jun. Mereka pasti langsung jatuh hati.
Bahkan yang tadi nya mereka tidak ingin berlama-lama di desa ini, menjadi ingin tinggal lebih lama di desa ini.
Namun Jun mematahkan hati wanita-wanita itu dengan mengatakan "maaf aku telah memiliki kekasih" itulah yang ia katakan.
Dan para wanita itu akan mendesah kecewa akan ucapan jujur Jun yang membuat mereka patah hati.
"Pertemuan ku dengan Hana sangat menyakitkan bagi ku," ucap Jun dengan singkat. Woosik dapat mendengar nada suara yang berbeda dari ucapan Jun.
Woosik mengurutkan alisnya, tidak mengerti dengan ucapan Jun. "M-menyakitkan? Kenapa hyung berkata seperti itu," ucap Woosik.
Tentu ini bukan lah hal yang biasa Woosik dengan dari pasangan kekasih pada umumnya yang akan mengatakan kalau pertemuan mereka adalah hal paling membahagiakan bagi mereka.
Tapi jujur saja, meskipun Jun di kenal sangat baik di desa ini. Bahkan Woosik juga mengenal Jun dengan cukup baik, akan tetapi...
Bukan berarti ia mengetahui masa lalu Jun, terlebih lagi tentang bagaimana keluarga Jun. Bukan hanya Jun saja, tetapi tentang keluarga Hana juga.
Tidak ada yang tahu.
Dan mereka memutuskan untuk tidak menanyakan atau mencoba mencari tahu tentang keluarga sepasang kekasih itu karena mereka merasa hal itu sangat lancang.
Terlebih lagi Jun telah sangat banyak membantu warga di desa ini.
Jun hanya terdiam. Woosik menunggu jawaban apa yang akan Jun katakan. Namun Tidak lama kemudian mobil pick up itu berhenti di depan sebuah rumah.
"Sudah sampai, turun lah," ucap Jun dengan singkat.
Woosik melepaskan seatbelt yang ia kenakan. "A-ahh... sudah sampai rupanya," ucap Woosik.
Woosik turun dari mobil pick up milik Jun itu. Ia tidak langsung masuk ke dalam rumah nya. "Hyung terima kasih sudah mengantar ku pulang," ucap Woosik sambil membungkuk.
Jun mengangguk. "Masuklah, kau telah menghabiskan waktu seharian ini membantu ku," ucap Jun.
"Jun hyung, itu kan sudah menjadi pekerjaan ku," ucap Woosik.
Jun terkekeh kecil. "Sudah lah masuk sana kau bocah," Woosik melotot.
"Bocah?! hyung! aku bukan bocah!" kesal Woosik. Bisa-bisanya ia di panggil bocah.
Jun menyalakan mesin mobil nya. "Hahaha... baiklah aku pergi," Jun pun berjalan pergi meninggalkan rumah Woosik.
Woosik belum masuk ke dalam rumah nya, ia masih berdiri di sana. Di depan halaman rumah nya.
Ia nampak memikirkan pembicaraan singkat nya dengan Jun tadi. Ia merasa kalau Jun seperti tidak ingin menjawab pertanyaan nya.
Woosik menggeleng kan kepalanya. "Ah... tidak... tidak... mungkin itu hanya perasaan ku saja," ucap Woosik yang lalu berjalan masuk ke dalam rumah nya.