"Aah... ini?" ucap Jun memegang bekas luka yang terdapat di ujung matanya.
Yah, seperti ucapan Hana. Memang di ujung mata kekasihnya terdapat sebuah bekas luka yang cukup lebar.
Dan bekas luka itu sudah lama berada di sana. Bahkan jauh sebelum pasangan kekasih itu pindah ke desa bernama Daegu ini.
"Tidak apa-apa honey. Luka ini kan sudah tidak sakit lagi," ucap Jun.
Tatapan Hana berubah menjadi sendu. Setiap ia melihat luka pada ujung mata Jun, ia selalu teringat akan kejadian itu.
Dan luka ini bagi Hana adalah bukti rasa cinta Jun kepadanya. Ia tidak pernah bisa melupakan keajaiban saat itu...
Apa sebenarnya maksud Hana? Kejadian apa?
Lalu bagaimana juga cara Jun mendapatkan luka yang membekas itu pada ujung matanya. Entahlah... mungkin suatu saat nanti kalian akan mengetahuinya.
Tentang apa yang sebenarnya cerita yang ada di balik bekas luka itu. Yang terlihat seperti luka yang cukup lebar.
"Tapi chagi..." gantung Hana.
Jun mengusap pipi Hana. "Sudahlah honey. Sekarang lebih baik kita memetik semua apel-apel ini," ucap Jun.
Yah, masih sangat banyak apel-apel yang belum mereka petik. Dan tentu saja mereka harus memetik nya saat ini juga.
Jika besok, apel-apel itu bisa saja membusuk di pohon nya dan tidak dapat di jual. Tentunya akan sangat rugi besar jika hal itu terjadi.
Hana mengangguk. "Baiklah chagi," ucap Hana. Mereka pun kembali memetik apel-apel itu.
Berpindah dari pohon satu ke pohon yang lainnya. Mereka tidak menyisakan satu apel pun yang tergantung pada tangkai pohon itu.
Mereka memetik semua nya, hingga keranjang yang mereka bawa telah terisi penuh.
Baru saja Hana akan mengangkat keranjang yang telah berisikan penuh apel itu, Jun dengan cepat menahan nya. "Jangan!" ucap Jun.
"Biar aku saja honey," Jun mengangkat keranjang berisikan apel itu.
"Chagi, aku bisa mengangkat nya sendiri," ucap Hana.
Padahal ia bisa mengangkat keranjang itu seorang diri. Yah... walaupun memang keranjang itu cukup berat, tapi ia masih mampu mengangkat nya.
Jun menggeleng. "Tidak honey, biar aku saja," ucap Jun bersikeras. Mana mungkin ia akan membiarkan kekasihnya mengangkat keranjang seberat itu.
Hana pun menyerah. Mereka berdua berjalan keluar dari dalam perkebunan dengan Hana yang berjalan mengikuti Jun dari belakang.
...
Terlihat Woosik dan Sujin yang telah berada di samping mobil pick up berwarna hitam. Benar, tepatnya mobil milik Jun.
"Jun hyung!" ucap Woosik saat melihat pasangan kekasih itu yang sedari tadi telah mereka tunggu.
Jun meletakkan keranjang yang ia bawa itu ke atas mobil pick up, bersama keranjang-keranjang lain nya yang mana hasil panen Woosik dan Sujin.
Hanya sisa mereka berempat saja yang berada di perkebunan itu. Karena farmer yang lain nya telah pulang.
Jangan heran, di perkebunan ini memang Jun tidak memberikan patokan jam berapa mereka di perbolehkan untuk pulang. Yang terpenting semua pekerjaan mereka telah mereka selesaikan.
Jun pemilik perkebunan yang sangat baik bukan? Aku tahu!
"Apakah sudah semuanya?" tanya Jun.
Woosik mengangguk. "Iya hyung. Tidak ada lagi keranjang yang tersisa," jawab Woosik.
"Baiklah, kalau begitu kita bawa apel-apel ini ke rumah produksi," ucap Jun.
Yah, mereka harus membawa semua apel itu ke sana. Jika tidak apel-apel yang telah mereka petik tidak akan segar lagi. Dan tentunya hal itu sangat lah penting.
Baru saja Hana ingin naik ke atas mobil pick up itu, tangan Jun menahan nya. "Honey, biar aku saja yang pergi bersama Woosik," ucap Jun.
Bukan nya Jun tidak suka kalau Hana ikut bersama nya. Tapi selama seharian ini Hana telah membantunya, dan pasti kekasihnya itu merasa sangat lelah.
"Chagi, aku ingin ikut bersama mu," ucap Hana.
Jun mengusap rambut Hana. "Tidak honey. Tunggu lah aku di rumah okay?"
Hana menghela nafas. Kalau sudah begini, itu artinya Jun tidak ingin di bantah. "Baiklah chagi..." pasrah Hana.
Jun tersenyum. Memang, kekasihnya itu sangat penurut kepadanya. Jun kemudian berbalik. "Woosik, ikutlah bersama ku," ucap Jun.
Woosik mengangguk. Ia ikut naik ke atas mobil pick up itu bersama Jun. Jun menyalakan mesin mobil itu dan berjalan pergi meninggalkan perkebunan.
Tersisa lah Hana dan Sujin di sana. Baru saja Hana ingin melangkah kan kaki nya, suara Sujin menghentikannya.
"Nyonya Hana..." panggil Sujin.
Hana menoleh. "Eoh, ada apa Sujin-ah?"
"Aku akan menemani Nyonya Hana berjalan pulang," ucap Sujin. Yah, ia ingin mengantar Hana berjalan pulang ke rumahnya.
Alasan nya? Tidak ada, ia hanya ingin menemani Hana saja. Dan juga di rumah nya tidak ada siapa pun.
"Jangan, nanti kalau kelelahan," ucap Hana. Bukan nya ia tidak ingin di temani oleh Sujin, tapi ia hanya tidak ingin Sujin semakin kelelahan karena nya.
Sujin menggeleng. "Tidak apa-apa Nyonya Hana. Dan juga apakah Nyonya Hana lupa kalau jarak rumah kita saling berdekatan?" ucap Sujin.
Hana langsung menepuk dahinya. "Omo! kau benar, aku lupa!" seru Hana.
Benar, rumah mereka berdua saling berdekatan. Tidak terlalu jauh jaraknya, akan tetapi rumah milik Jun lebih besar dari rumah-rumah yang lainnya.
Itulah mengapa jika Hana tengah membutuhkan bantuan, ia akan pergi ke rumah Sujin untuk meminta bantuan. Di tambah lagi Sujin hanya tinggal seorang diri.
Sujin terkekeh. "Jadi Nyonya Hana mau ku temani?"
Hana mengangguk. "Baiklah," jawab Hana.
...
Terlihat dua orang wanita Korea itu yang berjalan menyusuri jalanan yang sangat damai itu. Salah satunya dengan surai panjang miliknya, mendongak melihat langit biru yang ada di atas kepalanya.
Ia juga melihat ke kanan dan ke kiri, tepatnya melihat pemandangan Daegu yang sangat damai dan asri itu.
Di tambah lagi jam yang telah menunjukkan pukul tiga sore. Sangat lama bukan, sudah ku bilang... kalau jika sedang panen mereka akan menghabiskan waktu yang sangat lama untuk memanen.
Itu karena banyak dan luasnya perkebunan yang harus mereka susuri. Tapi tidak apa-apa, mereka sudah terbiasa, namun tidak bagi Hana yang mana ini pertama kalinya bagi ia untuk membantu Jun, kekasihnya.
"Nyonya Hana... aku ingin menanyakan sesuatu," ucap Sujin yang berjalan di samping Hana.
Hana menoleh. "Apa yang ingin kau tanyakan?" ucap Hana.
"Bagaimana kau bisa bertemu dengan Tuan Jun?" tanya Sujin. Yah, itulah yang ingin ia tanyakan kepada Hana.
Bukan hanya ia saja, warga di desa ini juga sering kali merasa penasaran tentang bagaimana kedua nya dapat bertemu. Hingga menjadi sepasang kekasih yang sangat sempurna.
Hana terdiam mendengar pertanyaan Sujin. Dan hal itu membuat Sujin merasa panik. "A-ah... maafkan aku kalau aku telah lancang Ny--" ucapan Sujin terpotong.
"Apa yang kau katakan, kau sama sekali tidak lancang," potong Hana. Ia tidak merasa kalau pernyataan yang di berikan Sujin kepadanya terasa lancang.
Hana kemudian tersenyum tipis. Pikirannya seakan-akan kembali ke masa lalu. "Aku dan Jun bertemu dengan cara yang berbeda dan bisa di katakan menyedihkan..." ucap Hana.
Yah, menyedihkan. Mereka berdua saling mengenal dan bertemu dalam keadaan yang sangat menyedihkan.
Tidak seperti pasangan kekasih lainnya, yang awal pertemuan mereka penuh akan hal-hal yang manis dan indah.
Sujin mengerutkan alisnya. "M-menyedihkan?" bingung Sujin.
Hana mengangguk. Ia lalu menoleh menatap Sujin. "Itu karena kami berdua mengalami kesedihan dan takdir yang sama..." ucap Hana.