Chereads / Menara Cinta / Chapter 25 - Jangan Meremehkan Saya!

Chapter 25 - Jangan Meremehkan Saya!

WARNING!!

Part ini mengandung unsur kekerasan. Harap bagi pembaca yang tidak suka silahkan tekan tombol back

.

.

Tap!

Bryan berhasil mendarat dengan mulus. Tapi...

Sialnya, Bryan malah membuat mereka menyadari keberadaannya.

Fuck!

Bryan berdecih pelan saat para bodyguard Bagas melangkah mendekati posisinya. Bryan segera bersembunyi dibalik semak-semak.

Sedikit menguntungkan karena pencahayaan disini minim, Bryan membidik lawannya dari jauh. Memperkirakan jarak dari satu ke lainnya.

Bryan bersiap dengan realgun yang sedari tadi ia pegang, soal amunisi. Jangan ditanya, bahkan Bryan membawa beberapa cadangan di sakunya.

Dap!

Salah satu bodyguard Bagas tumbang, dan ada beberapa langsung mengecek kondisi salah satu temannya.

Dan tanpa perlu berpikir dua kali, Bryan menembak mereka.

Dap!

Dap!

Ketiganya tumbang, sisa satu yang berjaga didepan pintu. Bryan pun menuju ke korban selanjutnya.

Menyadari ada yang janggal, Teo. Bodyguard yang berjaga di pintu masuk menatap ke sekelilingnya.

Namun, ia tak menyadari seseorang berada dibalik punggung tegapnya.

Pak!

Bruk!

Bryan menatap miris, ia hanya memukul belakang kepalanya saja. Dan..

"Ini kesempatan!" Batin Bryan sambil tersenyum puas. Ia segera berlari, meski berusaha agar tak menimbulkan  suara. Bryan menyelinap ke pintu masuk.

Sayangnya, Bryan malah disambut bodyguard yang lain.

Fuck!

Entah Bryan sudah berapa kali mengumpat hari ini. Oh, sayang sekali. Mulutnya kini telah ternoda dengan kata kasar. Matanya menatap datar mereka yang menyambut kedatangannya.

Bryan pikir hanya mereka saja, yang didepan. Ternyata masih ada. Sebenarnya, Bagas menyetok berapa bodyguard untuk menjaga rumahnya?

Apa ia pikir Bryan pria lemah?

"Wah.. anda berani sekali masuk kedalam." Ujar salah satunya.

Bryan menaikan satu alis, apa Bagas sudah mengetahui kedatangannya? Maka dari itu dia menyiapkan beberapa bodyguard untuk mencegah ia masuk?

"Sial! Aku tak membawa Farrel!" Rutuk Bryan dalam hati.

Bryan dengan tenang menatap mereka satu persatu, jika Bryan tidak salah hitung. Di ruangan ini ada tujuh orang. Masing-masing mengambil posisi untuk mengepung dirinya, mendecak pelan. Bryan berlari ke samping dengan cepat dan mencegat salah satu dari mereka, menjadikannya sandera.

Mereka terperangah karena kecepatan lari Bryan tadi. Tapi setelahnya mereka tertawa mencemooh melihat tindakan Bryan.

Mendengus pelan, "Kau yakin menjadikan dia sebagai sandera mu?" Ujar si grondong meremehkan.

"Kenapa tidak?" Balas Bryan dingin. Bryan menyadari jika pria yang ia sandera mencoba menyerangnya, namun bukan dirinya jika kalah dengan cepat.

Bryan menembak kepala botaknya, tubuh itu pun ambruk. Tapi Bryan masih menahannya, untuk dijadikan tameng saat si grondong tadi mencoba menembaknya balik.

Dap!

Si alis tebal meringis, salah satu kakinya terkena tembakan dari Bryan. Si grondong berkilat marah, mendapati temannya terluka.

Dor!

Dor!

"Berhenti menghindar!" Teriak si grondong kesal. Bryan? Ia hanya tertawa pelan.

"Aku hanya tak ingin mengotori tanganku untuk pendosa seperti kalian." Ujarnya dengan nada menghina. Kilat murka dimatanya sekilas mengerikan, membuat mereka merasakan takut.

Dap!

Bryan tersenyum masam, ia mengenai tepat dijantung si grondong.

"Badebah sialan!" Jabrik menyerangnya dengan tangan kosong. Ia menghindar, kemudian Bryan memukul wajah pria itu dengan guci antik yang ada disampingnya.

Buag!

Bryan memukul pria itu kembali, ia tak puas jika korbannya belum mati.

Matanya menatap tajam pada pria yang mencoba menyerangnya dari samping, sedangkan tangannya sibuk menembak, kaki Bryan  meluncur menendang lawannya disamping.

"Jangan meremehkan saya!" Dengusnya kesal.

Ia melihat hanya tersisa dua orang, sepertinya memang mudah. Tapi Bryan tidak tau, jika mungkin ada lagi lawannya yang akan datang.

"Senjatamu bagus juga." Puji salah satu dari mereka.

"Yeah, kau benar. Sayangnya senjata sialan itu membuat teman kami mati." Ujar yang lebih pendek.

Tangan Bryan terkepal menahan emosi, ia menatap ke atas. Disana sedikit ada keributan.

Bryan kembali menatap dua lawannya didepan.

Bryan tersenyum dingin.

"Sayangnya, saya memang sengaja membawa senjata ini untuk menjemput ajal kalian. Dan..." Bryan menggantung kata-katanya. Ia mengambil realgun yang sedari tadi beristirahat manis dalam saku jasnya. Mengarahkan senjata ke kedua lawannya secara bersamaan.

Dengan gerakan cepat, Bryan berlari menuju tangga. Dan berbalik secara tiba-tiba membuat lawannya terkejut ia menembak mereka dalam waktu bersamaan.

Bryan kembali melanjutkan larinya dan menyimpan salah satu realgunnya.

.

.

Bagas sedari tadi sudah terbangun saat mendengar keributan di bawah sana, hanya saja ia tak ingin beranjak seinci pun dari Sasya.

Bagas menghirup aroma lavender yang sedari dulu Sasya sukai.

Ia mencium tengkuk Sasya, saat Bagas ingin menandai. Tiba-tiba Sasya terbangun dan menampar pipinya dengan lemah.

Terkekeh pelan, Bagas melihat nafas Sasya memberat, dahinya pun dibanjiri oleh keringat.  Ia tersenyum sebelum mencium pipi Sasya, hidung, kemudian pandangannya jatuh pada bibir Sasya..

Bibir yang sudah lama tak di kecap olehnya. Bibir yang membuatnya kecanduan dengan rasa manis dan lembut menggairahkan!

Braaak!

Baru saja Bagas akan mencium bibir Sasya, ia urung. Melihat siapa yang dengan lancangnya berani mendobrak pintu kamarnya?

Mata Bryan berkilat tajam, seringai menakutkan terbit dibibirnya saat melihat pemandangan yang tersaji didepan matanya. Berjalan cepat menghampiri ranjang, Bryan menendang pantat Bagas keras. Hingga pria itu terjatuh dari tempat tidur.

Bryan menembak Bagas, namun tembakannya meleset mengenai bahu pria itu.

"Kau takkan bisa semudah itu membunuhku." Ujar Bagas dengan nada meremehkan.

"Oh ya? Kita lihat saja nanti." Ucap Bryan dengan penuh percaya diri.

Bagas muak dengan tingkah suami Sasya. Ia bersumpah akan membunuh Bryan dengan kedua tangannya.

Bagas mendekati Bryan lalu ia bersiap menyerang.. namun Bryan dengan cepat menarik tangan Bagas lalu memutarnya dan menjatuhkan tubuh bagas dilantai.

Bryan menyeringai mengejek pada Bagas yang berada dibawahnya.

Kaki Bryan menginjak dada Bagas.

Bagas mendecih saat melihat kaki Bryan yang menginjak dadanya.

Tangan Bagas mencengkeram kaki Bryan, ia mencoba memutar balik keadaan.

Tapi Bryan dengan cepat memukul kepala Bagas dengan kakinya. Bagai menendang bola.

Tak puas dengan menginjak dada serta memukul kepala, Bryan menekuk lutut tepat di antara kedua kaki Bagas. Dimana letak telurnya berada.

Bagas meringis, merasakan sakit diarea intimnya akibat ditekan oleh lutut Bryan. Ia menatap tajam Bryan yang malah terkekeh samar.

"Awalnya saya ingin memjemput baik-baik istri saya. Tapi kamu ngajak saya bermain. Jadi..." tangan Bryan menuju resleting celana Bagas. Dan meremasnya kasar, Bagas melotot saat miliknya diremas oleh Bryan.

"Lepaskan! Singkirkan tanganmu Brengsek! Badebah sialan!" Umpat Bagas dengan nafas terengah.

Bryan menatapnya penuh hina,

"Saya ralat perkataan saya waktu itu. Bukan hanya mematahkan salah satu kakinya. Tapi saya mau... membuatnya menyesal!" Bryan membatin.

Tangan Bryan mengambil pisau lipat di saku kemejanya.

Bagas menatap horror Bryan yang dengan santainya duduk diatas tubuhnya. Salah satu kaki Bryan menyentuh dagu Bagas dan mendongakkan kepala pria itu.

"Bukankah ini yang kau ingin? Kepuasan hasrat mu terpenuhi bukan? Saya hanya membantu disini." Ujar Bryan tenang. Ia membuka celana pria itu.

Bagas masih berusaha menyingkirkan kaki Bryan dari leher dan dagunya. Tapi sialnya, pria itu terlalu kuat. "Sial! Aku sudah salah karena meremehkan dirinya." Batin Bagas kesal.

Bagas merasa kejantanannya ditarik keluar, matanya melotot saat Bryan meremas miliknya kasar. Suaranya tak keluar karena Bryan menekan lehernya.

Bryan tersenyum masam, sebenarbya ia jijik menggenggam milik Bagas. Meski ia memakai sarung tangan, tetap saja jijik.

Tanpa memberi Bagas waktu untuk mempersiapkan dirinya.

Crashh!

"Arrgh!"  Teriak Bagas tertahan. Matanya melotot saat merasakan sakit di kejantanannya..oh apakah. Penisnya masih ada?

Bagas menatap Bryan tajam, ditengah kesadarannya.

Bagas melihat Bryan tersenyum miring.

Setelah berhasil memotong kejantanan Bagas. Pria itu berbalik melihat wajah musuhnya, senyum puas Bryan berikan. Sebelum menikam jantung Bagas, tidak.. satu kali saja tidak cukup.

Bryan kembali menusukkan pisaunya ke jantung Bagas. Berkali-kali. Hingga jantung itu tak lagi berbentuk.

Bagas muntah darah, rasa sakit yang diberi Bryan padanya tak bisa membuat pria itu berteriak. Ah.. mungkin saja pita suaranya rusak karena diinjak terlalu keras oleh Bryan.

Bryan tersenyum, senyum psychopath yang selama ini ia sembunyikan dari khalayak umum saat melihat lawannya kini tumbang dibawah kakinya. Ia melirik kejantanan Bagas, lalu melihat mulut pria itu terbuka. Bryan memasukannya kedalam mulut Bagas.

"Misi selesai."ujar Bryan senang.

Ia menyimpan pisau lipatnya kembali. Lalu menuju ranjang, dimana Sasya terbaring lemah disana.

"Maaf aku terlambat sayang." Ujar Bryan sebelum mengecup dahi Sasya lembut. Ia menggendong Sasya, dengan segera ia meninggalkan tempat terkutuk tersebut.

Bryan menghela nafas lega saat keluar dari rumah Bagas, Lian dan Farrel menyambut mereka. "Farrel, bawa Sasya kerumah saya. Lian, kamu sudah siapkan alat medis dirumah saya?" Kedua pria itu mengangguk.

Mereka mengernyit saat melihat banyak bercak darah dibaju atasan/sahabat mereka.

"Pokoknya cepat bawa Sasya pulang! Kalian pergilah! Disini bahaya!" Ujar Bryan setelah menyerahkan Sasya pada Lian.

Farrel dan Lian menuruti perintah Bryan tanpa banyak tanya.

Bryan menatap datar kepergian mereka. Ia kembali masuk kedalam, menuju kamar Bagas.

Ia mengambil bom waktu dan meletakannya di kamar Bagas. Didekat tubuh yang telah membujur kaku akibat ulahnya.

"Selamat tinggal Bagaskara. Semoga kau lulus menjadi perusak rumah tangga orang di dunia sana." Ujar Bryan sebelum benar-benar meninggalkan rumah Bagas.

Saat Bryan sudah berada diluar, ia melempar granat kearah pintu rumah Bagas dan...

DUUUM!!!

ah.. Akhirnya granat yang ia simpan di mobil berguna juga.

Tak lama, ledakan dari dalam rumah menyusul. Bryan tersenyum, sebelum ia masuk kedalam mobil dan meninggalkan dosa yang baru saja ia perbuat.