Baron melompat ke bahu Neyan dan bergelung di sana, menghangatkan tubuhnya. Neyan tampak terkesiap mendapati Baron yang berada di lehernya.
"Kamu tidak perlu melakukannya," ucap Neyan pelan, namun ia tidak mengenyahkan Baron dari bahunya.
Baron pikir itu artinya Neyan tidak keberatan. Sejak dulu kecil, Baron seringkali melindungi Neyan dari gangguan anak-anak nakal yang mencoba mengganggunya.
Terkadang anak-anak para menteri, termasuk anak penasehat Blaker, memiliki sifat yang sombong dan menyebalkan. Mereka tidak paham sedang berhadapan dengan siapa. Neyan adalah putri sang penguasa Emporion Land.
Baron berpikir, ia sendiri juga terkadang tidak menaruh rasa hormat pada Neyan. Ia jadi merasa tidak enak hati karena telah menolak perjodohannya dengan Neyan. Ia jadi cemas akan hukuman apa yang ia terima jika dalam tiga hari ini ia tetap bersikeras tidak menerima perjodohan ini.
Neyan berbelok ke sayap timur istana dan berhenti di depan sebuah pintu ajaib tak kasatmata yang berbentuk seperti tembok biasa. Ia mengucapkan sebuah mantra dan dinding itu pun terbuka.
Neyan dan Baron yang sedang berbentuk rubah, masuk ke dalam sana. Itu adalah ruangan pribadi Neyan. Baron pun melompat dari bahu Neyan dan berubah menjadi manusia.
Para pelayan muncul dari pintu di samping jendela setelah Neyan menepuk tangannya dua kali di udara. Neyan tidak perlu memerintah apa-apa, para pelayan itu paham apa yang Neyan butuhkan.
Mereka menyiapkan tungku perapian. Udara langsung terasa hangat dan nyaman. Ada beberapa camilan yang disimpan di meja. Salah satu pelayan mengucapkan mantra pelindung di dinding agar pembicaraan mereka jangan sampai terdengar ke luar.
Setelah mereka selesai dengan urusan mereka, para pelayan-pelayan itu pun mengundurkan diri dan keluar dari ruangan itu. Pintu di samping jendela itu menutup dan berubah menjadi tembok biasa.
Baron melihat ke sekelilingnya dan merasa bahwa ruangan itu seperti yang tidak memiliki pintu sama sekali. Yang ada hanya jendela-jendela sempit yang tinggi menjulang.
Ia mengambil sepotong kue manis berbentuk bunga yang dihiasi dengan serutan coklat di bagian atasnya. Kue itu rasanya sangat enak. Baron mengambil lagi beberapa potong kue dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Baron, apa kamu sudah siap mendengarkanku berbicara?" tanya Neyan sambil melipat tangannya di dada.
"Aku selalu siap," kata Baron sambil mengunyah kue. Lalu ia mengambil segelas air murni dari istana.
Air murni itu berasal dari tetesan embun yang dikumpulkan di pagi hari dan ditampung di dalam bejana yang khusus dibuat oleh para pengrajin, animagus rusa.
Konon katanya air murni itu berkhasiat untuk menyegarkan badan dan membuat yang meminumnya menjadi lebih kuat dan sehat.
"Aku ingin agar kamu memikirkan lagi baik-baik tentang perkataan ayahku. Dia tidak bercanda jika ingin menghukum seseorang," kata Neyan memperingatkan Baron.
"Aku tahu."
Neyan berbalik untuk menghadap padanya. "Lalu, bagaimana dengan keputusanmu? Apa kamu akan tetap menolak perjodohan ini?"
Baron mengedikkan bahunya. "Entahlah. Aku masih mempunyai tiga hari untuk memikirkannya."
"Aku tidak ingin kamu sampai dihukum oleh ayahku," kata Neyan.
Ia mengeluarkan sayapnya dan terbang menuju ke jendela. Matanya tampak menerawang jauh.
"Apa kamu tidak menyukaiku sama sekali, Baron?"
"Maafkan aku, Neyan. Aku menyayangimu sebagai saudaraku." Dia tidak tahu harus berapa kali lagi ia memberitahu semua orang bahwa perasaannya pada Neyan hanya sebatas kakak dan adik saja.
Neyan terbang mendekati Baron dan mendarat di lantai. Ia masih belum melipat sayapnya. "Aku jatuh cinta padamu, Baron."
Ada rona merah di pipi Neyan yang tampak sangat indah. Gadis itu memang sangat cantik mempesona. Jantung Baron berdetak sangat cepat, dan rasanya sangat aneh mendengar Neyan menyatakan perasaannya pada Baron. Baron jadi semakin merasa bersalah pada Neyan.
Wanita itu menyentuh pipi Baron dengan tangannya yang bercahaya. Baron merasa bahwa dirinya hanyalah seorang animagus aneh yang tidak memiliki ketetapan dalam perubahan bentuk tubuhnya. Neyan seharusnya mendapatkan seorang pangeran lain yang tampan dan pantas untuknya.
Baron menurunkan tangan Neyan hingga cahaya di tangannya itu langsung meredup. "Aku merasa tidak pantas memilikimu sebagai istriku."
"Kamu menyakiti perasaanku," kata Neyan sambil membalikkan badannya. Baron harus menyingkir sebelum kepalanya terhantam sayap Neyan.
"Neyan—"
"Aku tidak bisa menolongmu jika ayahku sampai menghukummu." Neyan terdengar seperti yang sedang bergumul dengan dirinya sendiri.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku akan baik-baik saja," ucap Baron mencoba untuk menenangkannya, tapi itu semua sia-sia saja.
"Tidak!" sergah Neyan sambil berbalik. Sayapnya berhasil menampar pipi Baron.
"Aaaw!" seru Baron yang kesakitan.
Neyan terkejut sambil melebarkan matanya. "Maafkan aku, Baron. Apa kamu baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Jangan meminta maaf," kata Baron sambil menggerakkan tangannya.
Neyan melipat sayapnya dan mendekat untuk menyentuh pipi Baron. Tatapan mata mereka saling bertemu, dan wajah mereka begitu dekat hingga Baron nyaris bisa membaca pikirannya; wanita itu hendak menciumnya lagi.
Baron menghindar dengan cepat. Neyan menegakkan tubuhnya dan menaikkan dagunya dengan segenap harga diri yang ia miliki.
"Aku tidak akan memaksamu lagi!" bentak Neyan. "Kamu memiliki jalan hidupmu sendiri. Aku tahu jika sejak awal, kamu tidak pernah menyukaiku sama sekali. Kamu membuatku merasa seperti wanita rendahan yang merengek-rengek padamu dan memaksamu untuk menikah denganku."
"Aku tidak pernah berkata seperti itu," tukas Baron. Ia terkejut mendengar Neyan berkata seperti itu padanya.
"Aku tidak akan menolongmu jika ayahku sampai menghukummu nanti!" Neyan berteriak cukup keras.
Baron telah membuat Neyan marah besar. Sejauh ini, Neyan tidak pernah marah pada siapa pun. Ternyata ia tampak cukup mengerikan ketika sedang murka.
Sebenarnya, Baron juga ingin marah. Jadi, mengapa tidak sekalian saja ia mengungkapkan isi hatinya yang sebenarnya?
"Bukan masalah!" seru Baron. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu."
"Apa?!" Neyan menyipitkan matanya.
"Sebelum ayahku meninggal, ia tidak pernah membicarakan tentang perjodohan ini. Tidak adakah seseorang yang meminta pendapatku? Jika aku bisa memilih, aku lebih baik pindah ke dunia manusia dan menikah dengan salah satu wanita dari sana agar aku bisa terbebas dari semua keterikatan ini."
Neyan tampak murka. "Kamu lebih memilih manusia fana daripada aku?" Ia telah mengeluarkan sayapnya dan merentangkannya lebar-lebar sambil tubuhnya terangkat ke atas. Sayapnya mengibas dan membuat makanan di meja jadi berantakan.
Sekarang, Baron benar-benar merasa takut. Seharusnya ia memikirkan dulu apa yang akan ia katakan pada Neyan. Namun, ia sudah terlanjur berkata seperti itu pada Neyan.
"Aku tidak bermaksud—"
"Kamu telah merendahkanku, Baron!" seru Neyan dengan wajah yang memerah karena amarah.
"Dengarkan aku, Neyan. Aku sungguh minta maafkan padamu. Kamu berhak marah, tapi aku juga punya hak untuk memilih," kata Baron sambil mengangkat kedua tangannya di depan dadanya, tanda menyerah.
"Keterlaluan!" teriak Neyan.