Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 12 - 12. Luka Beracun

Chapter 12 - 12. Luka Beracun

"Apa sang raja tahu kalau kamu telah menolak putrinya?" tanya Muv.

"Ya, dia mengetahuinya," jawab Baron.

Muv terkekeh, suaranya terdengar seperti tenggorokannya tercekik sesuatu. "Kamu akan mendapatkan hukuman yang sangat besar."

"Sepertinya begitu. Entahlah." Baron mengedikkan bahunya.

"Bersiaplah," ucap Muv dramatis. "Kamu mungkin tidak akan selamat malam ini."

"Apa?!"

Muv kembali tertawa. "Aku hanya bercanda. Sang raja tidak mungkin menghukummu. Kamu adalah orang kesayangannya. Sekarang sebaiknya kamu pulang. Jangan lupa untuk mencuci leher dan tanganmu. Jangan sampai darahmu mengenai makanan karena itu masih beracun."

"Baiklah. Terima kasih, Muv."

"Tidak usah sungkan."

Baron sempat melirik ke arah wajah Muv; ia sedang tersenyum pada Baron. Itu adalah senyuman yang sangat mengerikan yang pernah Baron lihat dalam hidupnya. Baron mengangguk dan kemudian keluar dari ruangan pengap itu.

Baron menurut untuk segera kembali ke rumahnya dan mandi. Ia membersihkan darahnya yang sudah mengering. Ia sempat melihat ada seperti asap kehijauan yang terbawa oleh air. Muv benar, serangan Neyan memang mengandung racun.

Baron merasa beruntung karena bisa pulih dengan cepat. Ia tidak percaya Neyan marah dan tega menyerangnya. Perbuatan Neyan membuatnya jadi semakin tidak ingin menikah dengannya.

Jika mereka sampai menikah, mungkin usia Baron akan semakin pendek. Ketika ia sampai berbuat sedikit kesalahan, Neyan akan mengamuk dan menyerangnya lagi hingga ia mati.

Lain kali, belum tentu Baron akan mencapai ruang bawah tanah Muv dan meminta pertolongannya. Bisa jadi ia mati di tempat dan jasadnya akan dibuang ke laut begitu saja.

Baron segera menyingkirkan pemikiran itu. Ia akan mencari cara untuk menghindari hukuman dari sang raja, jika hal itu memungkinkan.

Kemudian, Baron mengenakan pakaian bersih dan menyantap makan malamnya sendirian. Ia sudah terbiasa hidup sendirian di rumahnya. Ayahnya telah mati di medan perang, dan ibunya, sejak lahir ia tidak pernah melihat ibunya.

Baron pindah ke rumah ini setelah ayahnya meninggal. Sebelumnya ia tinggal di istana, di tempat tinggal para jenderal. Ia merasa tidak nyaman untuk tetap tinggal di istana karena ia didesak untuk menjadi prajurit sama seperti ayahnya.

Baron menyukai kebebasan. Ia suka tinggal di hutan, seperti rumah Majer. Ia menyukai segala keindahan alam dan menyatu bersamanya. Ia adalah animagus yang bisa berubah menjadi berbagai bentuk hewan dan mungkin hanya satu-satunya di seluruh Emporion Land.

Ia bisa menjadi apa saja di alam bebas ini. Hal itu membuat Baron jadi semakin sehat dan awet muda. Meski usianya sudah seratus dua puluh tahun, tapi ia masih tetap terlihat seperti animagus muda yang baru belajar perubahan bentuk.

Baru saja Baron memikirkan tentang Majer, tiba-tiba ia mendengar sebuah ketukan di pintu. Lalu Baron pun berjalan menuju ke pintu dan membukanya. Ia tidak terkejut ketika melihat Majer sedang tersenyum padanya.

"Hai, Baron," sapa Majer. "Aku dengar dari Loma, katanya sang raja memanggilmu ke istana. Sepertinya sebentar lagi kamu akan menikah dengan Putri Neyan."

Baron mendengus. Ia pun masuk ke dalam dengan perasaan yang kesal. Majer mengikuti di belakangnya. Mereka pun duduk di kursi berhadapan.

"Aku telah menolak perjodohan itu." Baron mengaku pada Majer.

Majer terkejut sambil melebarkan matanya. "Yang benar saja?! Apa kamu bercanda? Kamu pasti sudah bosan hidup. Bagaimana bisa kamu menolak perintah raja? Kamu akan dihukum mati!" seru Majer.

"Aku baru saja menerima serangan dari Neyan." Baron menunjukkan lehernya pada Majer. Luka di lehernya itu sudah sembuh dan menyisakan sedikit rona kemerahan.

"Putri Neyan menyerangmu?" Majer terkekeh hambar, tapi kemudian ia menautkan alisnya. "Bagaimana bisa? Aku tidak percaya. Dia pasti marah sekali padamu." Majer mengulurkan tangannya seperti yang hendak menyentuhnya.

"Jangan!" tolak Baron. "Jangan menyentuhnya. Kata Muv, lukaku ini beracun."

"Benarkah?"

"Ya. Kamu harus menjauhi tanganmu dari sana."

Majer mengangguk dan kemudian ia menurunkan tangannya, menjauh. "Yang aku tahu, Putri Neyan tidak pernah marah pada siapa pun sama sekali."

Baron mendengus. "Berarti aku adalah animagus yang beruntung karena telah melihatnya marah dan menjadi korban serangannya."

"Anggap saja dirimu beruntung." Lalu Majer menghela napas. Wajahnya tampak khawatir. "Baron, sebaiknya kamu pikirkan lagi. Lebih baik kamu terima pernikahan itu. Aku yakin, kamu pasti akan hidup bahagia di istana. Lagi pula, kamu tidak mungkin melawan perintah raja kecuali kamu mau mati."

"Aku tidak berencana untuk mati dalam waktu dekat ini," ujar Baron sambil menatap Majer. "Sebaiknya aku pergi saja ke dunia manusia."

Ya, Baron sudah memutuskan. Ia akan pergi ke dunia manusia. Dan ia berencana untuk mengajak Majer, itu pun jika ia menginginkannya.

"Kamu pasti sudah gila," ujar Majer sambil mengernyitkan wajahnya.

"Ya. Aku memang sudah gila. Lama kelamaan aku bisa stress tinggal di Emporion Land." Baron meneguk air minum dari gelas hingga tandas, lalu menyimpan gelas kosong itu di meja. "Daripada aku jadi semakin tertekan, lebih baik aku pergi saja dari sini."

"Kamu berencana pergi ke dunia manusia untuk menghindari hukuman sang raja. Apa itu benar?"

Baron terkekeh. "Apa kamu mau pergi bersamaku, Majer?"

"Tidak." Majer menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau membahayakan nyawaku sendiri."

"Tidak seburuk itu. Kamu harus mencobanya sesekali. Itu akan sangat menyenangkan. Percayalah padaku. Di sana ada banyak hal-hal luar biasa yang harus kamu lihat sendiri."

"Kamu senang mencari masalah." Majer menyipitkan matanya yang tajam. "Aku lebih baik diam dan hidup tenang di Emporion."

"Apa kamu yakin, Majer?"

Baron bangkit berdiri dan bersiap-siap dengan kantung ajaib dan pedangnya.

"Itu adalah pedang milik mendiang ayahmu. Seharusnya kamu bisa menggunakannya. Omong-omong, kamu tidak pernah berlatih pedang lagi denganku," kata Majer. "Apa kamu yakin bisa menggunakannya?"

"Semoga saja aku bisa menggunakannya."