Jalanan di sana tampak diterangi oleh lampu jalanan. Ini sudah larut malam. Sesekali terdengar suara mobil melintas di kejauhan. Baron menyebrang jalan dan menghampiri Majer, lalu ia berubah menjadi manusia. Ia berjalan santai.
"Kamu lama sekali," kata Majer, tidak berpaling untuk menatap kucing itu.
"Ada sesuatu terjadi," ucap Baron memulai. Majer mendongak. "Wanita itu bisa melihatku."
"Wanita yang mana?"
"Wanita yang tadi aku datangi rumahnya. Dia bisa melihatku," ucap Baron menjelaskan.
"Tidak mungkin. Tidak ada manusia yang bisa melihat kita, kecuali dalam bentuk hewan. Hmmm … sebenarnya dalam bentuk hewan sekalipun, manusia tidak akan dapat melihat kita sama sekali."
Baron mendesah. "Dia terkejut saat aku duduk di kamarnya. Aku berubah menjadi laba-laba, lalu dia menjerit ketakutan dan nyaris memukulku dengan buku. Aku kabur dari sana secepat aku bisa."
Majer terperangah kemudian ia tertawa keras hingga membuat kucing hitam itu pergi dari sana.
"Tertawalah sepuasnya!" Baron memberengut marah sambil melipat tangannya di dada. "Ini sama sekali tidak lucu."
"Aku membayangkan saat wajahmu tertampar oleh buku. Itu pasti lucu sekali." Majer tertawa sambil memegang perutnya.
Baron mendengus kesal. "Kita harus menanyakannya pada Kumar. Ini bukan sesuatu yang normal."
Majer berhenti tertawa. "Jika wanita itu bisa melihatmu, berarti dia bisa melihatku juga."
"Itu benar," ucap Baron sambil menunjuk Majer.
"Apa menurutmu Kumar mengetahui tentang hal ini?" tanya Majer. "Selama ini, dia selalu diam di istananya. Bagaimana Kumar bisa mengetahui segalanya?"
"Jika Kumar mengetahuinya, dia pasti akan melarang kita untuk kembali lagi ke dunia manusia." Baron menganggukkan kepalanya perlahan sambil menatap Majer serius.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Haruskah kita kembali lagi ke Emporion sekarang juga?" Wajah Majer tampak sedih. Baron tahu bahwa sahabatnya itu senang bermain-main di dunia manusia.
"Ya, kita akan pulang nanti. Setidaknya, kita bisa bersenang-senang sementara waktu." Baron mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum.
"Aku ingin makan pizza lagi!" seru Majer sambil berdiri.
"Kalau begitu, ayo!"
"Uhm, tunggu sebentar." Majer berhenti melangkah. "Apa kita harus berpenampilan seperti manusia? Pakaian kita tidak sama dengan mereka. Bagaimana jika ada manusia lain yang bisa melihat kita lagi? Kita pasti tampak seperti orang aneh."
"Kamu benar." Baron setuju dengannya. "Oh, aku punya ide!"
Baron mengajak Majer untuk berjalan menuju ke sebuah toko pakaian yang berada di pusat kota. Toko itu sudah tutup jadi mereka bisa dengan mudah menyelinap masuk.
"Menurut Marlor, kita harus waspada karena ada kamera pengintai di setiap toko." Baron memberitahu Majer.
"Apa dia pernah pergi ke dunia manusia?" tanya Majer sambil mengernyitkan dahinya.
"Ya. Dia baru saja dari sebuah tempat bernama Canberra. Apa aku benar mengucapkannya?"
"Aku tidak tahu." Majer mengedikkan bahunya.
"Ya, Canberra," kata Baron serius. "Dia baru saja pergi ke sana. Kita harus berhati-hati. Aku bisa menyelinap melalui pintu belakang dan membukakan pintu untukmu. Aku berharap wujudku tidak terekam oleh kamera."
Baron berubah bentuk menjadi seekor laba-laba. Ia jadi semakin mudah untuk merubah wujudnya menjadi laba-laba ketika ia sudah pernah melakukannya sebelumnya. Lalu ia merayap, masuk melalui lubang kunci. Ia pun berubah wujud menjadi manusia saat ia sudah tiba di dalam ruangan.
Baron berjalan menuju ke dalam dan mencari kunci. Ruangan itu tampak gelap dan sepi. Ia melewati ruangan belakang. Ada beberapa maneken yang tidak terpakai, disimpan begitu saja di sudut ruangan.
Sayang sekali, ia tidak menemukan kunci itu. Akhirnya, Baron kembali pintu belakang dan mengeluarkan beberapa peralatan dari kantung ajaibnya. Loma pernah mengajarinya sebuah tehnik untuk membuka pintu dengan bantuan kawat dan besi kecil berujung pipih.
Setelah bertekun selama satu menit, akhirnya Baron berhasil membuka kuncinya. Lalu ia pun disambut oleh senyuman manis dari Majer.
"Selamat datang," kata Baron sambil memberi jalan pada Majer.
Majer masuk ke dalam sementara Baron menutup pintu dengan perlahan.
"Tempat ini agak berantakan," kata Majer sambil berbisik.
"Baju-baju bagus itu ada di ruangan yang lain. Ikuti aku!" Baron berjalan mendahului Majer.
Mereka masuk ke sebuah ruangan yang berbeda. Di sana ada banyak tumpukan baju. Baron tidak tahu harus memilih baju yang mana. Majer mulai mencari-cari baju yang sesuai dengan ukuran tubuhnya.
Akhirnya, Baron memilih sebuah kemeja dan celana jeans panjang. Ia biasanya tidak mengenakan atasan karena tubuhnya dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Itu mungkin terjadi karena ia sering mengubah wujudnya menjadi anjing.
Majer baru saja keluar dari ruang ganti baju. Ia mengenakan kaus bodyfit tanpa lengan, bagian bawahnya mengenakan celana panjang hitam di atas mata kaki yang sesuai dengan tubuhnya, dan sepasang sepatu kets putih yang tampak nyaman.
"Kamu tampak luar biasa, Majer."
Majer tertawa pelan. "Terima kasih, Baron. Kamu juga terlihat tampan."
Mereka membereskan pakaian Emporion mereka dan memasukkannya ke dalam tas ajaib milik Baron.
"Ayo kita pergi untuk mencari pizza!"
Mereka berdua berjalan keluar setelah menyimpan beberapa lembar uang dolar di meja. Baron tidak tahu jumlah cukup atau tidak karena ia tidak begitu paham mengenai nilai uang itu.
Baron senang karena ia memiliki banyak uang dolar di tasnya. Uang itu pemberian ayahnya. Menurut ayahnya, jika ia mau pergi ke dunia manusia, ia akan membutuhkan uang dolar ini.
Setelah mereka berhasil keluar dari sana, Baron mengajak Majer untuk mencari restoran pizza. Jalanan di pusat kota masih cukup ramai. Baron melihat ada sebuah restoran yang masih buka.
Mereka menyelinap melalui pintu untuk karyawan dan mengambil satu dus pizza yang masih baru saja keluar dari oven. Baron memasukkan dus pizza itu ke dalam tas ajaib, lalu meletakkan selembar uang dolar di meja. Hal itu membuat sang koki menjadi bingung. Majer menahan tawa saat sang koki akhirnya, terpaksa membuat lagi pizza yang baru.
Mereka kemudian duduk di sebuah kursi dekat taman yang sepi. Aroma keju yang meleleh dari pizza membuat Majer dan Baron tidak sabar untuk mencicipinya. Baron menikmati pizza sambil menatap ke atas langit di dunia manusia yang tidak tampak adanya bintang-bintang.
"Kapan kita akan pulang ke Emporion?" tanya Majer sambi mengunyah pizza.
"Kita akan pulang setelah aku bertemu dengan wanita itu lagi," kata Baron.
Majer menatapnya. "Kamu serius? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padamu?"
Baron menoleh pada Majer yang tengah menatapnya dengan serius. "Aku penasaran, bagaimana bisa seorang manusia mortal bisa melihat wujudku? Kamu tahu, ada sesuatu yang spesial mengenai wanita itu."
Baron mengingat wajah Victoria dalam pikirannya. Ia tampak sangat cantik dan menarik. Rambutnya berwarna keemasan. Matanya bulat besar saat menatap Baron dengan ekspresi tegang.
"Pipimu merona." Majer menunjuk wajah Baron. "Kamu pasti sedang memikirkan wanita itu."