Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 23 - 23. Minum Kopi Bersama Baron

Chapter 23 - 23. Minum Kopi Bersama Baron

Baron tidak tertawa. "Penyihir macam apa itu? Aku tidak tahu jika penyihir bisa naik sapu terbang."

Victoria menghentikan tawanya. "Bukankah semua penyihir seperti itu?"

"Tidak!" sergah Baron. "Memangnya bagaimana menurutmu?"

"Seperti yang aku bilang tadi. Uhm, Baron, apa kamu tidak pernah keluar rumah saat Halloween?"

"Halloween?" Baron menautkan alisnya sejenak, tapi kemudian ia mengangguk. "Ya, aku rasa aku tidak pernah keluar saat Halloween."

"Yang benar?" Victoria menatap Baron curiga. "Aku jadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, sebenarnya kamu ini siapa? Bagaimana kamu sampai tidak tahu tentang penyihir dan sapu terbang?"

"Aku rasa, waktuku tidak banyak. Ayo kita pergi ke kedai kopi di sana." Baron menunjuk sebuah kedai kopi.

"Baiklah." Victoria mengedikkan bahunya.

Terkadang, tidak semua orang mau menjelaskan tentang jati dirinya yang sebenarnya. Sama halnya dengan Victoria yang tidak akan memberitahu tentang apa yang terjadi pada kehidupannya pada seseorang yang baru ia kenal.

Namun, mengapa pemikiran seperti itu seketika berubah ketika melihat wajah Baron yang tampan dan mempesona? Ia akan mengobrol apa saja dengan pria itu.

Victoria menggiring sepedanya dan berjalan bersama dengan Baron. Ketika mereka sudah tiba di sana, Victoria duduk di sebuah kursi kosong dan Baron pun duduk di sebelahnya.

"Aku mau memesan cappucino. Kamu mau pesan apa?" tanya Victoria.

"Sama denganmu," jawab pria itu.

Victoria memanggil pelayan dan memesan dua cangkir cappucino. Selesai memesan, Victoria melihat-lihat ke sekitarnya.

Baron tampak tidak santai di tempatnya. Matanya yang tajam menatap ke arah Victoria dengan cara yang membuat jantung Victoria berdebar-debar kencang.

"Apa kamu masih bisa melihatku?" tanya Baron tiba-tiba.

"Ya. Memangnya kenapa? Kamu tidak suka jika aku bisa melihatmu? Bukankah semua orang juga bisa melihatmu."

Baron menggelengkan kepalanya. "Tidak. Seharusnya orang-orang yang berada di dunia manusia tidak dapat melihatku sama sekali."

Victoria meremas tali tas yang dipangku di atas pahanya. "Kenapa kamu terus menerus mengatakan tentang dunia manusia? Apa kamu bukan manusia?"

"Jika aku memberitahumu, apakah kamu masih mau berbicara denganku?"

Victoria merasa bahwa apa yang Baron katakan padanya itu sungguh-sungguh. Ia langsung merasakan ketakutan yang tiba-tiba menjalari kulitnya. Ia memperhatikan Baron dari atas ke bawah.

Bagaimana jika Baron adalah salah satu dari preman yang mengganggu Raymond kemarin? Atau mungkin Baron adalah salah satu pasien ibunya yang kebetulan kabur dari rumah sakit?

Victoria menggelengkan kepalanya. Baron tampak seperti pria normal lainnya. Ia tidak bisa memikirkan hal yang negatif jika ia sudah melihat wajah Baron yang tampan.

Baron memang sangat tampan. Tangannya tampak kekar di balik kemeja hitamnya dengan dua buah kancing sengaja dibuka di bagian atas kemejanya, menampilkan otot dadanya yang seksi.

Victoria menelan ludahnya. Ia tidak bisa menemukan sesuatu hal yang aneh dari diri pria itu selain bahwa ia sangat tampan dan seksi. Oh, dan senyumannya sangat indah.

"Tentu saja, aku mau berbicara denganmu," ucap Victoria. "Itulah kenapa kita berada di sini sekarang, ya kan?"

Baron mengangguk perlahan. "Ya, kamu benar. Bagaimana jika aku memberitahu kamu bahwa sebenarnya aku bukanlah manusia?"

Victoria tertawa pelan. "Kamu tampak seperti manusia bagiku."

Tentu saja. Baron tampak seperti manusia yang paling tampan sedunia yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Namun, sikap dan perkataannya agak aneh sedikit. Beberapa orang memang memiliki keunikannya masing-masing.

Bisa saja Baron bermimpi bahwa dirinya adalah seorang penyihir atau vampir tampan, mungkin. Victoria tidak akan menyalahkan hal itu.

"Benarkah?" Baron mengangkat sebelah alisnya.

"Tunggu sebentar, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Victoria tidak bermaksud mengalihkan pembicaraan, tapi ia yakin bahwa ia pernah melihat Baron di suatu tempat selain di mimpinya semalam.

Wajah Baron mirip dengan pria yang semalam lewat di depan rumahnya menggunakan pakaian yang aneh bersama seorang wanita dengan kostum anime Jepang. Namun, pria yang ada di hadapannya ini tampak sangat normal. Mereka jelas-jelas orang yang berbeda.

"Aku tidak tahu. Mungkin kamu pernah bermimpi tentang kedatanganku," kata Baron yang terdengar santai tapi apa yang ia katakan adalah benar.

Victoria tidak mungkin mengaku akan hal itu. Ia akan terdengar konyol di depan Baron dan ia tidak ingin hal itu sampai terjadi.

"Baiklah, lupakan saja," ucap Victoria sambil menggerakkan tangannya.

Lalu, kopi pun datang dan sang pelayan menaruh kedua cangkir cappucino itu di hadapannya, dan bukannya menaruh salah satunya di hadapan Baron. Pelayan itu seolah menganggap Victoria adalah pecinta kopi yang tidak cukup hanya meminum satu cangkir saja.

"Silakan. Selamat menikmati," ucap pelayan itu dengan senyuman ramah tanpa memperdulikan kehadiran Baron sama sekali. Lalu ia pun kemudian berlalu.

Apakah pelayan itu tidak melihat Baron sama sekali?

Victoria mulai percaya dengan apa yang Baron katakan. Seketika bulu kuduknya meremang membayangkan bahwa saat ini ia sedang berbicara dengan seorang hantu.

"Apa kamu seorang hantu?" tanya Victoria dengan suara pelan.

"Hantu?" Baron tertawa cukup keras. "Jadi hanya itu teorimu tentangku? Kamu bisa melihatku sementara orang lain tidak bisa, dan kamu mengambil kesimpulan bahwa aku adalah seorang hantu? Begitu?"

Victoria merasa jika semua ini mulai terasa tidak masuk akal. Baron memang bukanlah seorang manusia. Ia seharusnya takut berhadapan dengan pria ini. Jadi, ia berdiri dan hendak pergi dari sana.

"Hei! Tunggu dulu! Jangan pergi!" Baron menarik tangannya.

Tangan Baron terasa hangat dan agak kasar sedikit. Baron jelas-jelas bukanlah hantu. Tidak ada hantu yang terasa hangat dan tampan seperti ini.

"Maafkan aku karena telah membuatmu bingung. Lupakan saja atas apa yang sudah aku katakan padamu. Anggap saja jika aku adalah seorang manusia dan kita bisa berbincang secara santai."

Victoria menaikkan sebelah alisnya, ia tidak bisa percaya begitu saja pada Baron. Ia masih takut jika Baron tiba-tiba berubah menjadi monster dan memakannya hidup-hidup.

"Aku mau minum kopi bersamamu," kata Baron menarik cangkir cappucino mendekat padanya dan menyeruput kopinya dengan suara berisik sambil menunduk, tanpa menaikkan cangkirnya.

"Kenapa kamu tidak mengangkat cangkirnya?" tanya Victoria bingung.

Baron tersenyum. "Pertanyaan yang bagus. Aku tidak ingin orang-orang melihat cangkir melayang di udara. Itu akan tampak sangat aneh."

Victoria memegang cangkir kopinya dengan tangan yang gemetar. Baron bukan hantu, tapi dia juga bukan seorang manusia. Jadi sebenarnya dia ini apa?

"Kamu pasti bukan berasal dari bumi ini, ya kan?" tebak Victoria.

"Ya, kamu benar. Aku berasal dari Emporion Land."

"Apa itu Em … Emperor Land?"