Kemarahan kembali menguasai Neyan. Yang Neyan katakan memang benar. Baron memang calon suaminya, tapi ia tidak akan sanggup menikah dengan Neyan karena ia telah menyerahkan hatinya untuk Victoria.
Baron sadar bahwa ia sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri jika lebih mengutamakan perasaan hati. Waktu untuk bersenang-senang telah habis, padahal ia baru saja memulainya.
Tiga hari terasa bagaikan tiga menit saja bagi Baron. Haruskah ia menikah dengan Neyan? Ia merasa sedih seperti yang ia kehilangan jantung hatinya dan harus menggantinya dengan yang lain.
Tiba-tiba, tekonya berbunyi dengan suara peluit yang panjang. Baron mengangkat teko itu dengan bantuan kain lap dan kemudian mematikan apinya dengan menggunakan sebuah penutup.
"Kita akan bertemu lagi besok di istana," ucap Neyan dengan nada yang dingin. Kemudian ia berbalik dan berjalan keluar dari rumah Baron.
Padahal Baron baru saja akan membuat minuman Teh Caraura. Namun, ia pun tidak ingin melihat Neyan berlama-lama di rumahnya. Jadi, Baron membuat minuman itu untuk dirinya sendiri. Ia menyeruput minuman itu dan merasakan kehangatan yang menjalari tubuhnya.
Baron masih belum mau mati dalam waktu dekat ini. Menikah dengan Neyan sama sekali bukan pilihannya untuk menjalani hidup. Baron harus memikirkan keputusannya baik-baik sebelum esok hari tiba.
Malam itu, Baron tidak bisa tidur dengan nyenyak. Selain karena ia masih bingung harus bagaimana cara mengutarakan maksud dan keinginannya pada sang raja untuk menolak perjodohan itu, ia pun terus menerus memikirkan tentang ciumannya dengan Victoria. Ia bisa merasakan sebuah getaran yang hangat mengisi hatinya yang telah lama kosong.
Jika ia menikah dengan Neyan, ia tidak akan pernah bisa bebas bermain ke dunia manusia lagi. Bisa jadi, ia akan terkurung di dalam istana kerajaan selamanya. Ia akan menua dan mati di istana. Bagaimana bisa ia menjalani hidup seperti itu?
Demi langit Emporion, ia adalah animagus yang bebas.
Baron mendesah sambil meratapi nasibnya. Baru beberapa jam terpisah dari Victoria sudah membuat Baron rindu padanya. Apa yang akan terjadi jika ia harus terpisah selamanya dengan Victoria?
Lalu jika ia sudah menikah dengan Neyan, Baron khawatir jika Neyan akan menyerangnya lagi seperti waktu itu. Baron harus terus berhati-hati dalam bersikap di hadapan sang putri. Jika sampai sang putri itu marah padanya, maka leher Baron mungkin akan terlepas dari tubuhnya dengan sangat mudah.
Baron jadi merasa hidupnya terancam setiap waktu baik di dunia manusia maupun di Emporion Land. Apakah ia harus hidup seperti itu selamanya?
***
Pagi itu, Baron mendatangi istana. Ia dikawal masuk oleh para penjaga untuk memasuki aula utama. Tempat itu masih sama seperti saat terakhir kali Baron mendatanginya; megah dan terang benderang.
Kali ini Raja Valo dan Ratu Inayba mengenakan jubah kebesarannya yang berwarna merah dengan strip keemasan. Mata Baron tidak beranjak untuk menatap Ratu Inayba yang begitu cantik dan mewah.
Semua mata akan selalu tertuju pada keanggunan sang ratu yang begitu memukau hingga terkenal seantero jagat raya. Banyak pria yang mencintai Ratu Inayba, tapi wanita itu memilih untuk menikah dengan Raja Valo.
Lalu Baron menatap Neyan yang sedang berdiri di samping ibunya. Wajahnya sangat mirip dengan Ratu Inayba, tapi ekspresi angkuhnya lebih mirip seperti Raja Valo. Neyan mengenakan gaun berwarna merah muda dengan bahan sutra halus. Bagian bawah roknya tampak seperti melayang-layang di udara setiap kali ia bergerak.
"Salam hormat kepada Raja dan Ratu," kata Baron sambil menunduk dan memberi hormat sambil menaruh tangannya di dada. "Salam hormat, Putri Neyan," imbuhnya.
Neyan mengangguk sekali tanpa memandang wajah Baron.
"Berdirilah, Baron," kata Raja Valo. "Kamu tahu hari apa sekarang?"
"Ya, Yang Mulia," jawab Baron.
"Apa kamu telah mengambil keputusan? Apakah kamu akan menikah dengan putriku, Putri Neyan, atau tidak?"
Baron menundukkan kepalanya dengan sikap hormat. "Aku merasa tidak pantas, Yang Mulia. Aku hanyalah rakyat jelata."
"Lancang sekali!" seru Blaker dari sisi kanan singgasana. "Apa kamu bermaksud mempermalukan keluarga kerajaan?!"
"Aku minta ampun, Yang Mulia. Aku tidak berani mempermalukan keluarga kerajaan. Tak pernah sekalipun aku berpikir untuk melakukannya," ucap Baron sambil menunduk lebih dalam lagi.
"Kamu membuang-buang waktu! Raja Valo dan Ratu Inayba tidak ada waktu untuk semua omong kosongmu itu!" Blaker mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
Baron merasa kesal, tapi dia tidak dapat menunjukkannya di depan raja. Ia pun berkata, "Aku tidak berani melawan perintah Yang Mulia. Aku minta maaf karena telah membuat semua orang kesal padaku."
Raja Valo mengangguk perlahan. Ratu Inayba tampak tegang, tangannya memutar-mutar hiasan tali yang menggantung di gaunnya.
"Jadi, apakah kamu menerima perjodohan ini?" tanya Raja Valo mengulang pertanyaannya.
Baron menarik napas dalam-dalam dan mendesah. "Baik, Yang Mulia. Aku terima perjodohan ini."
Ratu Inayba mendesah lega, tapi wajahnya tidak terlihat bahagia. Para dayang yang berada di sekeliling mereka bertepuk tangan. Blaker berdeham dan ia pun ikut bertepuk tangan.
"Bagus kalau begitu," ujar Raja Valo. "Aku tidak perlu memikirkan cara untuk menghukummu karena sebenarnya aku tidak ingin melakukannya. Bagaimana bisa aku tega menghukum anak dari jenderal kesayanganku sendiri?"
Baron menunduk. Sejujurnya, ia tidak ingin sang raja membahas tentang mendiang ayahnya. Hal itu membuatnya tidak nyaman. Mendiang ayahnya telah membuat perjanjian dengan Raja Valo tanpa persetujuannya.
Oleh karena perjanjian konyol tersebut, Baron harus menghadapi permasalahan hidupnya antara hidup dan mati. Ia tidak memiliki kebebasan lagi untuk hidup.
"Baiklah, kalau begitu kita akan segera menggelar pernikahan tiga hari lagi!" seru Raja Valo.
Semua dayang-dayang menunduk menerima perintah sang raja. Blaker pun memberi hormat.
"Terima kasih, Yang Mulia," ucap Baron dengan terpaksa.
Baron melirik pada Neyan yang terlihat tersenyum samar. Neyan pasti sangat bahagia mengetahui Baron menerima perjodohan ini. Ia tidak tahu jika sebenarnya dalam hati Baron merasa sedih dan tertekan.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima semua ini. Entah kapan ia akan bisa bertemu lagi dengan Victoria lagi. Mungkin ia harus melupakan wanita yang ia cintai itu untuk selamanya.