Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 32 - 32. Janji Suci

Chapter 32 - 32. Janji Suci

Baron menarik napas dalam-dalam. Ia mempersiapkan dirinya untuk melangkahkan kakinya menuju ke pernikahannya. Ia merasa gugup. Bagaimana jika orang lain menertawakannya atau merendahkannya? Ia bukanlah seorang animagus yang pantas untuk menjadi pendamping Putri Neyan yang agung.

Ia menatap ke arah bukit bunga yang tampak indah dari arah sini. Lalu ia melihat sekelompok pelayan yang sibuk membawakan kotak kado dan berbagai benda lainnya yang tidak sempat Baron lihat.

Semua orang di istana telah sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Baron. Ia merasa tidak enak hati. Apa yang terjadi jika kemarin ia menolak pernikahan ini? Tanpa sadar, ia menyentuh lehernya yang masih utuh.

Jika bukan karena serangan Neyan, ia juga tidak akan selamat dari hukuman Raja Valo. Hidupnya benar-benar terancam. Terkadang ia merasa bahwa hidup di dunia manusia lebih aman daripada di Emporion.

Walaupun ia pernah diserang oleh The Catcher sungguhan, tapi ia masih merasa hal itu seperti yang sedang bermain-main. The Catcher memang jahat karena itu sudah seperti pekerjaannya, menjadi seorang penjahat.

Namun, jika ia diserang oleh animagus dari dunianya sendiri, ia merasa bahwa dirinya seolah tidak layak untuk hidup.

Baron menaikkan dagunya untuk menghadapi segala sesuatu yang ada di depan. Langkah kakinya nyaris tanpa suara melewati koridor istana. Sungguh sepatu kulit yang sangat nyaman.

Ia dan pelayan istana serta para dayang-dayang yang mengikutinya di belakangnya berjalan menuju ke sebuah ruangan yang telah dihias dengan kain berwarna merah dan emas serta bunga-bungaan yang sangat indah.

Baron dipersilakan untuk melewati karpet merah sambil membawakan sebuah buket. Ia berjalan masuk ke dalam ruangan itu.

Tampak sesosok wanita berbalut gaun biru muda dengan berbagai hiasan yang memenuhi gaunnya dari atas hingga ke bawah. Rok bagian bawahnya mengembang sangat lebar. Baron nyaris tidak mengenali Neyan. Ia terlihat begitu cantik luar biasa.

Wajah Neyan dirias sebegitu rupa hingga terlihat seperti seorang malaikat. Rambutnya disanggul dan mengenakan mahkota putrinya yang sangat mewah dan berkilauan terkena cahaya.

Sayapnya direntangkan lebar-lebar, sementara matanya terpejam. Baron bisa melihat cahaya gemerlap menyinarinya dari atas. Para dewa sedang memberkati Neyan.

Baron berhenti di tengah-tengah ruangan. Ia tidak ingin merusak Maen sakral itu. Neyan terkesiap saaat melihat kedatangan Baron. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan lalu tersenyum manis.

Ia kembali memejamkan matanya dengan bibir yang masih melengkungkan senyuman. Cahaya terang itu kemudian telah selesai memberkatinya. Neyan membuka matanya dan melipat sayapnya hingga tampak menghilang di balik punggungnya.

Seorang penjaga mengumumkan kehadiran Baron. Meski ia merasa canggung, tapi Baron harus melangkah maju dan menghadapi takdirnya.

Baron melangkah maju dan berlutut dengan satu kaki. Ia berkata, "Salam hormat, Putri Neyan."

Neyan berjalan mendekat. Baron mengulurkan buket itu dengan kedua tangannya. "Terimalah bunga ini, Putri Neyan."

Neyan tersenyum dan kemudian menerima bunga itu. Baron meraih tangan Neyan dan mencium punggung tangannya.

"Terima kasih, Baron. Berdirilah," ucap Neyan dengan suara yang lembut.

Baron menurut untuk bangkit berdiri. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Ia merasa sangat canggung ketika Neyan menggandeng tangannya dengan erat. Mereka berjalan bersama-sama menuju ke luar ruangan.

"Kamu terlihat sangat tampan, Baron," bisik Neyan.

Baron menoleh dan mencoba untuk tersenyum. "Kamu juga terlihat sangat cantik."

Neyan terkikik pelan. "Terima kasih."

Burung-burung merpati putih serta kupu-kupu warna-warni terbang di atas mereka, mengantarkan mereka menuju ke taman tempat mereka akan mengucapkan janji suci.

Baron merasa bahwa kulit Neyan tampak bersinar. Senyumnya tak pernah pudar dari wajahnya. Ia melambaikan tangannya ke sana ke mari pada semua orang.

Lagu tradisional Emporion berkumandang untuk menyambut kedatangan pengantin pria dan wanita. Entah mengapa Baron merasa jika lagu itu terdengar seperti lagu kematian baginya.

Para menteri dan pejabat lainnya berdiri dari tempat duduknya dan bertepuk tangan menyambut kehadiran Baron dan Neyan. Raja Valo dan Ratu Inayba duduk di singgasana yang telah dipersiapkan.

Sebuah gerbang melengkung yang terbuat dari dry wooden-twigs telah siap menanti kehadiran mereka. Taman itu dihias dengan sangat indah. Baron memperhatikan, setiap Neyan melangkah, rerumputan di belakangnya langsung tumbuh bunga-bunga.

Neyan telah diberkati para dewa dan kekuatannya kini sedang berlimpah di dalam tubuhnya. Baron justru merasa takut. Bagaimana jika Neyan menyerangnya lagi seperti waktu itu? Mungkin ia akan mati dalam satu kebasan sayap Neyan.

Mereka tiba di gerbang indah itu. Seorang pendeta telah bersiap di tengah-tengah mereka. Pendeta itu mengenakan topi tinggi berwarna biru tua dengan logo singa di bagian tengahnya. Pakaiannya berupa jubah panjang berwarna senada dengan garis putih dan ikat pinggang yang juga berwarna putih.

Baron diminta untuk berdiri berhadapan dengan Neyan. Musik berubah menjadi nada yang lebih lembut. Kupu-kupu warna-warni beterbangan di sekeliling Neyan. Baron merasa agak risih. Setidaknya, kupu-kupu itu tidak mendekatinya sama sekali.

"Salam hormat pada Putri Neyan dan Tuan. Baron," kata pendeta itu sambil menunduk memberi hormat. "Aku, Pendeta Cavros Kemran meminta dengan hormat agar Tuan Baron dan Putri Neyan mengucapkan janji suci. Apa kalian sudah siap?"

"Ya. Aku siap," jawab Neyan dengan bersemangat. Baron hanya mengangguk sekali.

"Baiklah kalau begitu, aku meminta Tuan Baron untuk mengucapkannya terlebih dahulu."

Baron berdeham. Ia sudah mempelajari kata-katanya selama dua hari ini. Semoga saja ia tidak melupakannya.

"Aku Baron Parcival Jaugusta Radmarelon, berjanji di hadapan pendeta, raja dan ratu Emporion Land, serta seluruh saksi yang berada di tempat ini, bahwa aku akan menerimamu, Putri Neyan Scmyrea Kruanaz Valo, sebagai istriku yang sah mulai saat ini dan sampai selamanya, baik suka maupun duka, baik susah maupun senang, baik sehat maupun sakit. Ini janjiku padamu."

Baron menghela napas lega. Ia berhasil mengucapkannya dalam satu tarikan napas. Sekarang giliran Neyan. Ia tersenyum manis dan kemudian mengucapkan janji suci.

"Aku Putri Neyan Scmyrea Kruanaz Valo, berjanji di hadapan pendeta, raja dan ratu Emporion Land, serta seluruh saksi yang berada di tempat ini, bahwa aku akan menerimamu, Baron Parcival Jaugusta Radmarelon, sebagai suamiku yang sah mulai saat ini dan sampai selamanya, baik suka maupun duka, baik susah maupun senang, baik sehat maupun sakit. Ini janjiku padamu."

Pendeta itu kemudian mengangkat tangannya. "Dengan begitu aku katakan bahwa mulai hari ini kalian sah menjadi sepasang suami istri."

Semua orang yang berada di tempat itu bertepuk tangan riuh, termasuk Raja valo dan Ratu Inayba. Lalu Raja Valo bangkit berdiri dan menghampiri mereka. Pendeta itu menyingkir ke samping untuk memberi ruang pada sang raja.

Seorang pelayan membawakan sebuah mahkota yang disimpan di atas sebuah bantal berwarna emas dengan gantungan keemas di keempat sudutnya. Baron terpukau menatap mahkota itu.

Baron berlutut dengan kedua kakinya sambil menunduk. Raja Valo berdeham, meminta perhatian semuanya.

"Dengan ini aku menobatkanmu, wahai menantuku, Baron Parcival Jaugusta Radmarelon, sebagai seorang pangeran. Ini adalah gelar khusus yang kuberikan padamu. Kelak kamu harus memimpin negeri ini dalam kebijaksanaan dan kedamaian."

Raja Valo mengambil mahkota itu dan kemudian memasangkannya di atas kepala Baron.