ayolah tri.... aku minta maaf...", ujar pak fer setengah berbisik agar tak mengundang perhatian orang di sekitarku. aku hanya diam dan melangkah lebih cepat menuju mobil ojol di depan gerbang kantorku.
"emnhhh...", eluh ku membuang nafasku setelah kubanting pantatku di jok belakang dan kuminta sang sopir untuk jalan. sesaat kemudian ponsel ku bergetar, ku buka text WA dari pak fer yang masih meminta maaf atas kejadian di Rest Area beberapa hari yang lalu hingga aku disetubuhi seoarang seorang laki-laki dan pak fer hanya diam membairkan itu terjadi.
"saya maafin pak, tapi biar saya sendiri dulu...", balasku. aku tak ingin di ganggu dulu pikirku dengan rasa kesal yang masih menggumpal di dadaku atas perlakuannya yang membairkan sopir truk itu menggagahiku, ditambah sehari setelahnya aku mengalami nyeri dan ayang-ayangan jika pipis membuatku khawatir jika tertular penyakit kelamin, tau sendiri kan sopir truk yang gak tau gimana, pikirku sambil kembali ku hembuskan nafasku. mobil ojol berhenti di depan rumah sakit bersalin, hari ini jadwalku kontrol ke dokter setelah beberapa hari yang lalu aku sakit honeymoon cystitis.
"loh suami bunda mana, gak diajak ?", tanya dokter kepadaku sambil aku duduk di bibir ranjang pemeriksaan, kulihat suster keluar dari ruangan hingga hanya aku dan dokter muda ini di ruangan ini.
"ya kerja dok....gak sempet nganter...", jawabku sambil aku membaringkan tubuhku di kasur, dadaku berdebar saat tirai pemisah antara tubuh atasku dengan tubuh bawahku di tutupnya.
"maaf ya bun... saya buka...", ujar dokter, kurasakan gaun gamisku di singkapnya.
"wah udah gak pake celana dalam bun....!?", ujarnya lagi, membuat ku tersenyum-senyum sendiri, pasti selangkanganku sudah terlihat olehnya, pikirku.
"bersih ya bun...", ujarnya lagi.
"bersih apanya dok ?", tanyaku.
"punya bunda bersih, karena dirawat dan dicukur begini jari bersih...", jawab dokter membuatku tersenyum dengan pujiannya.
"coba kakinya di buka bun...", pintanya seraya merentangkan kedua kakiku.
"banyak yang bilang seksi sih....", cetusku tiba-tiba.
"oh ya siapa aja bun...?", sahut dokter membuatku terhenyak dengan celetukanku sendiri tadi. wajahku memerah sesaat.
"eh...ee...", ucapku tergagap.
"gak apa-apa bun, wajar manusiawi... dan saya gak akan bilang ke suami bunda...", sela dokter dengan bijaknya membuatku sedikit tenang dan berkurang rasa maluku.
"udah gak memar nih....bagus...", ujar dokter sambil kurasakan jarinya menyibak-nyibak bibir vaginaku.
"eeeehhh....", lenguhku saat kurasakan jarinya tepat di lubang vaginaku.
"masih nyeri ?", tanyanya.
"enggak dok... aah...", jawabku dengan nafas tersengal.
"saya masukin lebih dalam jari saya ya bun... bilang kalo masih nyeri...", ujarnya aku hanya menjawab singkap dan kurasakan jarinya semakin masuk ke dalam lubang vaginaku, aku menggigit bibirku menahan denyut rasa nikmat seakan ingin di jejal sesuatu yang keras dan hangat.
"masih nyeri...?", tanyanya lagi.
"eeeh... eng... gak dok... ooh.... aah...", jawabku dengan nafas tersengal dengan birahiku yang bergolak di dadaku.
"malah enak ya bun... he he he...", candanya.
"iyahh.. eemhh.. ".
"saya sudah jelaskan ke bunda kan, honeymoon cystitis itu apa ?", tanyanya namun dengan jarinya yang masih berkutat di lubang vaginaku membautku hanya bisa terengah dan aku tak menjawabnya dan secara gamblang ia menjelaskan kepadaku.
"... gitu bun... saya gak jelaskan secara gamblang waktu itu karena ada suami bunda, yang saya mau bilang itu penyebabnya bunda berlebihan karena bunda mungkin belum pernah dimasukin yang ukuran sebesar itu...", jelasnya membuatku seperti pencuri yang tertangkap basah olehnya.
"iya dok... aku selingkuh sih...", ucapku
[10.42, 31/8/2022] Bang Bang: perlahan.
"ya gak apa-apa manusiawi, yang penting bersih ya bun...", terangnya menenangkanku.
"bersih kok dok, dia udah punya anak istri...", jawabku
"kalo ini masih nyeri...?", tanya nya dan kurasakan belaian lembut jarinya menyentuh daging kecilku.
"aaahhh.... gelii....", ucapku menggelliatkan pinggulku.
"emmhh... sudah bun... bagus... sudah gak memar....", ujarnya menyudahi pemeriksaannya, namun bagiku seakan sesuatu yang.....
"aaaahh....pengen kontol... pengen dientot kontol....", pekik hatiku seraya aku bangkit dari pembaringan, kubiarkan gaun gamisku masih tersibak. bulu jembutku tampak terlihat jelas, kubiarkan begitu saja di hadapan dokter muda itu.
"kenapa bun ?", tanya dokter melihat kearahku yang masih duduk di bibir pembaringan dengan gaun kusingsingkan dan kaki mengangkang.
"basah dok...", jawabku dengan cekatan ia mengambil tisu basah di mejanya dan mendekat memberikan kepadaku. dengan acuhnya aku membersihkan vaginaku di depannya yang tersenyum melihatku.
"dokter gak napsu ya liat begini...?", pancingku.
"manusiawi pasti napsu bun, tapi kan saya ada kode etik yang tidak boleh melakukan itu dengan pasien....", terangnya membuatku putus asa.
aku melangkah keluar dari rumah sakit dengan rasa tak karuan di dadaku, karena aku belum memakai celana dalam, kurasakan lendirku sudah kembali meleleh di pangkal pahaku, beruntung gamisku berwarna hitam dan tebal jadi tak akan terlihat basah jika menempel di gaunku.
"tri... ayo naik....!", tiba-tiba mobil pajero berhenti di depanku, dari jendela wajah pak fer seakan memhohon agar aku menaiki mobilnya dan entah kenapa tanganku dan kakiku hanya mengikuti ajakannya. aku terduduk di samping pak fer yang melajukan pajeronya.
"biar saya antar pulang tri....", ucapnya serius dan aku masih diam tak berkata-kata.
"maaf tri, tadi kamu ke dokter ?, kamu sakit tri ?", tanyanya, aku masih terdiam.
"tadi saya liat kamu keluar dari dokter kandungan, kamu hamil tri ?", tanyanya lagi dan aku masih juga terdiam.
"kalo kamu hamil, aku siap tanggug jawab tri, saya mau biayain kebutuhannya...", ujar pak fer lagi. masih tak ada kata yang terucap dariku hingga di depan gapura pintu masuk perumahanku aku turun dan hanya mengatakan terima kasih kepadanya.
ku rebahkan tubuhku di kasur setelah kulepas sepatu dan tasku, kusingsingkan gaun gamisku, ku raih dildo dari laci sebelah kasurku.
"eemhhh...", lenguhku sambil kuusap-usap itilku yang sudah gatal dengan nikmatnya, vaginaku sudah banjir sejak tadi.
"uuuh... dokter...", eluhku, "kenapa gak masukin kontolnya...", dalam hatiku membatin.
"pengen kontol... aaaaaaaahh....", lenguhku bersamaan ku dorong dildo menyeruak masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah licin. terus masuk dan terus semakin dalam menjejal nikmat terbenam di lubang vaginaku.
"oooh...", lenguhku dengan mata terpejam menikmatinya, ku tarik perlahan dan kudorong kembali masuk, kuulang dan kuulangi lagi, dengan gerakan semakin cepat, dildo ini keluar masuk lubang vaginaku. hingga semakin lama semakin melambungkan rasaku.
"oooh... kontool....", pekikku dengan tubuh mengejang hebat.
jam menunjuk pukul 8 malam, usai makan malam aku melenggang bebas dengan tubuh telanjangku di dalam rumah karena malam ini suamiku sedang dinas keluar kota untuk beberapa hari jadi aku hanya sendiri dirumah. sudah 3x aku mereguk kenikmatan orgasmeku dengan menggunakan dildo, dan malam ini seperti nnya aku akan menggunakan lagi untuk memuaskan hasratku yang tak terlampiaskan dengan dokter muda itu. ingin rasaknya menelpon pak naryo tapi tak mungkin karena sudah malam dan akan membuat satpam perumahan dan tetangga akan curiga.
tak mungkin juga aku menelpon pak reno, apalagi pak fer, karena aku sedang marah kepadanya.
"oohh... kontol...", pekik ku lagi dengan tubuh mengejang nikmat dan aku terkulai lemas dan tertidur hingga pagi.