"Oh, Berarti Ibu Binal dong karena membayangkan lelaki yang bukan suami Ibu!" Ujarnya enteng. Aku yang seharusnya marah dikatain seperti itu justru mengangguk. Yang ada dipikiranku saat itu hanya ingin mendapatkan cairan kejantanan yang kental itu. Aku mengorbankan harga diriku hanya untuk nafsu sesaat. Aku memang wanita Binal.
Toh, memang kenyataannya seperti itu. Bahkan tidak hanya dengan Bram, Tapi ada Pak Joko yang pernah mampir di liang ini, Meski kejantanannya diluar dari ekspektasiku yang binal ini.
"Ngomong dong Bu! Jangan ngangguk aja!" bentaknya.
"Iya, Bram. Saya memang binal."
"Hahaha, Terus bagian mana dari tubuhku yang kamu suka, Bu."
"Saya suka punyamu, punyamu yang besar dan banyak cairan kentalnya." Sahutku yang seakan merangsang sesuatu yang liar di dalam diriku. Apa sekarang aku menjadi wanita liar?
"Hahaha, Baik Bu. Lakukan apa yang kamu suka sekarang." ucapnya seraya melepaskan pegangan tangannya. Aku yang sudah tidak tahan segera mengulum batang itu lagi, kali ini lebih beringas dari sebelumnya. Kupilin-pilin sembari mulutku yang maju mundur dengan sangat cepat. Ternyata Pertanyaan Bram yang memancingku untuk berkata kotor telah merubahku menjadi pribadi yang lain. Pribadi yang haus akan kepuasan.
"Ayo Bu! Yang semangat ngocoknya!" ceracaunya keenakan. Sepertinya dia akan segera mencapai puncaknya. aku semakin mempercepat gerakanku.
Sekitar tiga puluh menit aku memainkan batangnya, akhirnya dia mengerang. Seperti ledakan gunung merapi, cairan kental muncrat memenuhi mulutku. Aku langsung menghabiskannya tanpa sisa. Meski agak tersendak karena begitu banyak cairan yang keluar.
Setelah beristirahat. Bram menyuruhku untuk melepas pakaian. Aku pun segera berdiri dan melepaskannya secara perlahan, sengaja menggoda Pria perkasa itu. Tapi sepertinya Bram kurang suka. Dengan kasar, dia melepas pakaian formalku sampai terdengar suara robekan yang entah dimana. Lalu tangannya yang kekar itu beralih ke rokku. Begitu pengait lepas, Rokku turun sampai mata kaki.
Matanya berbinar melihat tubuhku, dia bergumam. "Wah ternyata tidak kalah sama jalang yang kutemui di diskotik." Timbul sedikit kebanggaan di dalam hatiku. Langsung mengangkat tubuhku di atas ranjang, membuka pahaku selebar mungkin. Gerakannya yang tiba-tiba itu membuatku memekik manja.
"Wah, udah becek gini! Udah pengen banget ya Bu!" tukasnya sambil melihatku dengan tatapan liar, aku yang posisi terbaring pun hanya mengigit bibir sambil menujukan wajah yang sensual.
"AHHHH BRAM!" Seruku tatkala dia merobek celana dalam yang masih menutupi apemku. Lalu dengan beringas dia memainkan liangku dengan sesekali mengigit sesuatu yang mirip kacang sehingga membuatku kelonjotan. Ah, ternyata bener kata ibu-ibu teman arisanku, enak sekali kalau ada lidah yang bermain-main di bawah sana. Hal yang sama sekali tidak pernah Suamiku lakukan, atau bahkan Pak Joko juga. Salah satu kenikmatan tiada tara yang seharusnya menjadi hakku sebagai seorang istri, Itu di lakukan oleh Bram. Pria Liar dengan sejuta kharisma yang mampu menaklukan hati wanita siapa saja.
Sambil mengemut 'biji kacang' itu, dia juga memasukan tiga jarinya ke liangku dan menggocok-ngocok dengan sangat cepat. Otomatis aku tersentak dan semakin kelonjotan. Aku meronta-ronta sembari menjambak rambutnya yang lurus. Aku masih menekan suaraku supaya tidak mendesah keras, walau gelombang kenikmatan tidak tertahankan lagi. Aku takut kalau ada orang diluar yang mendengarnya. Untung saja, anak kos sudah pada pergi. Jadi cukup aman.
"Udah Bram! cukup!" rintihku. Tapi Bram sepertinya tidak perduli. Dia malah semakin gencar mengerjai liangku sampai di suatu titik dimana aku tidak bisa mengontrol suaraku. Di saat itu, Bram melepaskan mulut dan jarinya seketika, lantas cairan bening keluar dengan begitu derasnya bersamaan dengan desahan panjangku.
Aku squirt hanya dalam waktu lima menit! Bram benar-benar 'Pemain' yang handal.
Aku terkapar diatas ranjang dengan nafas yang menderu. Sekilas dari dua pahaku, aku melihat Bram berdiri di depanku sembari menggosok-gosok rudalnya yang panjang. Sejurus kemudian, dia mulai mendekatkan rudalnya. Tapi sebelum itu, dia melap lubang senggamaku yang belepotan cairan cinta dengan handuk. Lalu menggosok-gosokan 'biji kacang' dengan jempolnya dan setelah itu....
SLEBBBB!
Tubuhku yang masih bergetar itu tersentak seketika tatkala Rudal itu pelan-pelan menembus dinding kewanitaanku. Mataku mendelik ke atas sembari mulut yang refleks mengangga. dia bergerak maju mundur dengan sangat pelan seakan memberikan kesempatan kewanitaanku untuk beradaptasi. Aku hanya merintih keenakan di balik wajahku yang memelas.
Sampai aku merasakan sesuatu yang beda, ketika aku mengerjainya diam-diam dengan berhubungan secara langsung seperti sekarang. Rasanya jauh lebih nikmat sekarang.
"Iya terus Bram, enak Bram."
Mendengar perkataan yang terlontar dari mulutku, Bram ku bergerak semakin cepat seperti memompa.
"Ah iya Bram seperti itu Bram!" ceracauku tidak karuan.
"Ibu suka?"
"Iya Bram, suka banget. batangmu gede banget."
"Gede mana sama suamimu?"
"Ah, punya suamiku tidak ada apa-apanya Bram, kamu yang paling hebat!" pujiku di sela desahanku. Terdengar suara pahanya yang berbulu itu menghantam pahaku yang mulus sehingga menimbulkan suara ceplak yang yang menggairahkan. Aku sekarang benar-benar dalam kendali Bram. di hadapannya aku adalah wanita binal yang butuh dipuaskan.
Di tengah desahan yang beradu, tiba-tiba ponselku berbunyi. Bram berhenti memompa. Dia menoleh ke arah tasku yang tergelegak di atas nakas. Dia pun bangkit dan mengambil ponselku dari dalam tas. Sekilas, dia memperhatikan layarnya.
"Kepala sekolah telfon nih, Bu." Katanya yang membuatku terkejut. Ya Ampun, saking keenakan bercinta, aku sampai terlambat pergi ke sekolah. Hari ini aku masih ada jadwal untuk mengawasi murid ujian.
"Aduh gimana nih?' ujarku panik.
"Udah angkat saja." dia menyerahkan ponsel itu kepadaku. Begitu aku menggeser ikon hijau ke atas, Bram memasukkan rudalnya sambil memekik.
"Ahhhhhh!!"
"Halo Bu Maya!" ujar kepala sekolah di seberang sana.
"emm.. iya Halo Pak." sahutku yang berusaha bersuara senormal mungkin. Sementara Bram sedang asik memompa.
"Bu Maya dimana? Ini sudah jam sembilan Bu! Ibu belum datang juga!" ucapnya gusar. Aku menutup mulutku sejenak, lalu menjauh kan ponsel. aku memberi isyarat supaya Bram berhenti sejenak. tapi dasar Bram dia tetap menyodokku tanpa ampun.
"Halo Bu!!" kata Pak Kepsek lagi. Aku pun kembali mengangkat telefon dan berusaha untuk tidak memekik.
"I...iya Pak, Maaf ini tadi ban saya bocor. Jadi terpaksa aku harus menambalnya dulu." Ujarku asal tapi masih masuk akal.
"Baik, kalau gitu saya tunggu sampai jam setengah sepuluh..."
"T...api Pak?"
"Tapi apa?"
Ketika aku akan menjawab, Bram sengaja memompaku lebih dalam sampai aku mendesah keras.
"AH!!!!"