Ryan pergi meninggalkan para ART untuk menghubungi kakaknya sebentar.
"Bu, tuan Ryan baik ya. Dia seorang keturunan keluarga kaya raya serta seorang Ceo, mau membantu kita bekerja seperti ini. Padahal dia tidak pernah dilingkungan keluarganya bekerja seperti ini," ucap Mira sambil memandangi Ryan dengan tatapan seperti orang jatuh cinta kepada Ryan.
"Iya, memang tuan Ryan memiliki hati yang baik meskipun ia terlihat tegas," jawab bu Mun.
"Ya sudah, kita bekerja dulu saja sambil menunggu tuan Ryan selesai menghubungi tuan Yuan. Jadi saat tuan Ryan ingin membantu kita, tinggal pekerjaan-pekerjaan yang ringan saja yang perlu dikerjakannya," usul Mira.
Bu Mun mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar pendap Mira. Mereka berdua kembali bekerja bersama ART lainnya.
Ditaman milik Ryan...
Terlihat Ryan sedang menunggu kakaknya bernama Yuan mengangkat telepon darinya. Ia benar-benar murka dengan Yuan karena kediamannya hancur akibat pesta yang tidak berguna. Tak lama kemudian, Yuan mengangkat telepon dari Ryan.
"Halo, ada apa Ryan?" tanya Yuan sambil meminum teh hangat.
"Diam kamu! jangan bersikap seolah-olah tidak ada salah," ujar Ryan membentak Yuan.
"Kamu kenapa sih? telepon-telepon langsung marah-marah aja. Beritahu saya jika saya memiliki salah," ucap Yuan dengan nada sedikit tinggi.
"Astaga...nih orang gak mau ngaku ya. Saya tahu bahwa kemarin anda memakai kediaman saya menjadi tempat untuk merayakan pesta minum bir gak jelas itu bersama rekan-rekan anda. Yang awal mula rumah ini rapi kini jadi berantakan. Tanggung jawab anda atas hal ini! tanggung jawab!" bentak Ryan semakin menyeramkan.
"Terus? saya harus ngapain? emang kamu pikir saya takut dengan perkataan mu? lebih baik suruh saja ART anda untuk bekerja! simpel, gak usah dibesar-besarkan hanya gara-gara ini saja," jawab Yuan.
"Gak peduli!!! pokoknya kamu harus tanggung jawab atas perbuatan ini!" tegur Ryan.
"Bodoamat. Gak perduli," Yuan langsung mematikan teleponnya.
Ryan benar-benar murka melihat tingkah laku kakaknya yang sangat semena-mena. Sudah menghancurkan kediamannya, tidak mau bertanggung jawab lagi.
"Awas aja ya kak, esok kamu akan datang kesini dan meminta maaf kepadaku," ucap Ryan.
Setelah itu Ryan menghubungi seseorang. Ia hanya mengucapkan sepatah kata saja ke orang itu, yaitu "Bakar dia".
Ya memang sih hanya sepatah kata saja, tetapi perkataan itu benar-benar mengerikan saat didengar. Ryan mematikan teleponnya. Setelah itu ia masuk kedalam rumahnya untuk membantu para ART yang sedang bekerja.
Ryan sempat terdiam melihat kondisi kediamannya yang sudah rapi. Padahal baru saja ia tinggal sebentar untuk menghubungi Yuan kakaknya.
"Loh, sudah rapi saja kediaman saya," ucap Ryan sedikit agak-agak bingung.
"Iya, kami semua bekerjasama dengan baik hingga kediaman tuan Ryan rapi kembali," jawab pak Kono.
"Tunggu, perasaan pak Kono masih diluar gerbang, tapi kenapa disini?" tanya Ryan.
"Iya karena tadi bu Mun membukakan gerbang pagar untuk saya. Terus saya memarkir mobilnya tuan Ryan setelah itu membantu bu Mun dan yang lainnya bekerja," ucap pak Kono.
"Oh begitu. Saya senang bisa mempunyai pekerja-pekerja yang rajin dan baik. Untuk tanda terimakasihnya, hari ini saya akan memberikan kalian salah satu kartu debit saya. Terserah mau kalian pakai apa. Sebenarnya kartu debit ini baru saya buat terus mau pakai, tapi karena kalian baik dalam bekerja, saya memberikan ini. Maaf hanya ada 100 juta disini. Oh ya, saya harus pergi dulu, permisi," Ryan pergi keluar dari rumahnya menuju garasi mobil.
Pak Kono terdiam mendengar ucapan Ryan yang baru saja diucapkan. Iapun langsung berlari keluar dari dalam rumah Ryan lalu mencegat Ryan yang ingin pergi.
"Maaf tuan Ryan jika saya mengganggu, ini serius tuan?" tanya pak Kono.
"Hmmmm iya, tapi ini buat yang lain juga," jawab Ryan.
"Oh ya, tuan mau saya antar kan pergi?" tanya pak Kono.
"Tidak usah, untuk kali ini saya ingin menyetir mobil sendiri. Sudah lama juga tidak menyetir mobil sendiri. Ya sudah saya pergi dulu ya," ucap Ryan sambil menyetir mobilnya.
Ryan keluar dari kediamannya untuk menemui Santoso. Sebelum pulang, mereka sudah berjanjian untuk bertemu tapi Santoso masih sibuk jadi sambil menunggu, Ryan memutuskan untuk pulang saja ke kediamannya terlebih dahulu.
Pak Kono langsung masuk kedalam Rumah Ryan lalu memberitahukan pada ART mengenai Ryan yang baru saja memberikan salah satu kartu debitnya untuk dipakai para ART memenuhi kebutuhan dan lainnya.
Oke kita pindah ke tempat Ryan ya😉
Di tempat Ryan tepatnya di cafe House Of Yuen- Fairmont tampak mereka sedang mengobrol sambil menyantap makanan mewah yang disajikan di cafe itu.
"Tumben lagi bete, kenapa?" tanya Santoso.
"Lagi kesel sama kak Yuan," jawab Ryan sambil mengetuk-ngetuk meja makannya.
"Ooh. Berantem mulu kalian, kapan damainya?" ucap Santoso sambil meminum Erdinger Weissbier (Minuman Beer).
"Sepanjang hari aku melihat kamu minum Beer terus, kapan berhenti meminum itu? minuman semacam itu tidak bagus buat kesehatan," ucap Ryan menasehati Santoso.
"Diam ah, suka-suka saya. Kamu juga meminum chocolate drinks dari tadi, tapi saya diam aja," jawab Santoso.
"Tapi inikan aman. Terus, apakah aku boleh tanya sesuatu?" tanya Ryan.
"Tanya saja, kenapa harus basa-basi?" jawab Santoso sambil memakai kacamata.
"Kamu beneran saudaranya Calesthane?" tanya Ryan sedikit ragu.
"Ya bener lah, kalau gak percaya lihat aja buku silsilah keluarga ku," ucap Santoso sedikit emosi.
"Ya maaf. Tapi kamu namanya Santoso terus hitam geseng sedangkan Calesthane namanya nama orang luar sana terus cantik mirip orang Inggris terus putih," jawab Ryan.
"Terus kalau beda nama sama beda ras gitu berarti bukan saudara? ya tetap saudara lah," Santoso memukul meja makan hingga Ryan terkejut.
"Ya kan aku hanya memastikan. Terus aku boleh minta tolong gak?" tanya Ryan.
"Minta tolong apa?" jawab Santoso dengan wajahnya yang kurang menyenangkan.
"Kamu bisa gak jodohkan aku dengan Calesthane? aku jatuh cinta sama dia," jawab Ryan.
"Bisa saja tapi gak sekarang, beberapa hari lagi dia mau pergi ke Amerika sana untuk acara pertunjukan pameran busana yang dirancang oleh desainer," jawab Santoso.
"Ya sudah aku ikut. Aku mau temani ke Eropa. Ke Amerika," jawab Ryan sepontan.
"Ya nanti penyamaran mu diketahui lagi. Bisa-bisa semua yang direncanakan gagal," jawab Santoso.
"Tapi saya kan calonnya, jadi harus selalu ada disampingnya dong," ucap Ryan.
"Calon apa? pacaran aja belum udah ngaku-ngaku calon, mimpi kamu!" celetuk Santoso.
"Ya harusnya kamu sebagai teman baik mendukung, bukan malah menjatuhkan," ceramah Ryan.