Malam pun tiba, terlihat di atas meja makan dengan 4 kursi, sudah tersedia hidangan mewah, di bawah meja makan rupanya ada Lina dan Irma tengah asik bermain gaple.
"Kau harus mengambil itu," Ucap Irma sambil membanting kartunya. Lina hanya diam saja tanpa bisa melawan kartu Irma karena jalan permainnya sudah di gep.
Lain hal, dengan Nining yang sibuk dengan handphone nya, rupanya ia sedang asik chatingan kepada pacaranya yaitu Muktilah, seorang pria yang berprofesi sebagai pegawai Bank.
"Maaf, aku harus bekerja lembur lagi hari ini." Pesan dari Mukti.
"Lalu bagimana kalau akhir pekan?" Nining membalas chat nya.
"Hari Sabtu aku harus membantu acara ulang tahun pertama bayi seorang pelanggan. Hari Minggu, manajer memintaku untuk perki haiking dengannya." Mukti menjelaskan kesibukannya.
Nining terlihat kesal, karena selama ini Muktilah tidak bisa mengajaknya berkencan, pacarnya terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya, sampai tidak ada waktu berduaan dengan Nining.
"Kenapa manusia hanya bekerja? Selalu lembur atau tugas khusus. Mengapa mereka tak punya waktu, untuk beristirahat?" Nining dengan ekspresi manja bertanya kepada kedua Neneknya yang asik bermain gaple.
"Karena mereka tidak memiliki keterampilan, mereka harus mendapatkan uang menggunakan tubuh mereka." Jawab Irma sambil mengambil kartu berikutnya.
Mata Irma melihat Lina yang sedang tidak fokus pada kartu-kartu, Irma dengan perlahan langsung mengambil kartu secara lebih, tapi Lina ternyata memperhatikan kecurangan Irma, sontak tangan Irma di pukul dan di tahan agar tidak jadi mengambil kartu berikutnya.
"Lihatlah semua toko. Apa masuk akal mereka buka 24 jam setiap hari? Apa mereka tidak tidur atau berkencan?" Nining kembali melontarkan pertanyaan.
"Sejak kapan kamu sangat tertarik pada orang? entah mereka kerja lembur atau tugas khusus, apa pedulimu?" Kali ini Lina yang membalas pertanyaan Nining.
"Siapa bilang aku khawatir? Aku merasa kasihan pada mereka," jawab Nining dengan ekspresi wajah yang membayangkan kesibukan pacaranya.
"Itulah mengapa kau harus mengatur kekuatanmu dengan baik. Jika jatuh, kau tidak akan bisa tidur, seperti manusia. Maka kau akan sangat menderita setiap hari" Lina menasihati Nining.
"Bagaimana denganku?" Nining bertanya lagi kepada neneknya.
"Berhenti menggunakan kekuatanmu tanpa alasan!" ucap Lina
"Tidak, aku tidak pernah melakukan itu."Jawab Nining.
Namun, ternyata Lina mengetahui kelakuan Nining pada saat pergi keluar restoran ataupun mengantarkan pesanan kepada pelanggan, Nining suka menggunakan kekuatan sihirnya, walapun di nasihati untuk kebaolan dirinya tetapi, Nining selalu saja melanggar.
"Kereta Bayi?" Ucap Lina saklek.
Nining hanya mendelikan matanya kepada neneknya dan merasa canggung, Nining sempat berfikir kenapa Neneknya bisa mengetahui kalau Nining suka menggunakan kekuatan sihirnya secara terang-tarangan, padahal neneknya tidak pernah mengikutinya saat pergi keluar mengantarkan makanan.
"Banyak tetas air membuat banjir. Kau menggunakan nya disana sini.. identitasmu akan terungkap dan kekuatanmu akan menghilang. Apa aku harus mengatakan apa yang akan terjadi setelah itu?" Ucap Lina menegaskan kepada cucu nya yang sangat keras kepala.
"Itu, karena itu bayi yang masih kecil." Nining membela diri.
"Entah itu bayi kecil atau kakek, berhenti memperhatikan manusia. Jangan berikan apapun untuk hal-hal itu! Tidak tertarik! Tidak ada kebaikan! Tidak ada cinta! Tak akan. Mengerti??" Tegas Lina kepada Cucu kesayangannya.
"Kakak.. lalu, bagimana dengan melemparkan?" Tanya Irma kepada Lina.
"Bahkan untuk berkelahi. Apa yang akan kau lakukan saat berkelahi dengan hal-hal itu?"Jawab Lina ketus.
Irma hanya bengong sambil mulutnya terbuka dan matanya di sipitkan.
Nining merasakan ada seseorang di luar rumah yang sedang mengamati mereka bertiga, Nining langsung menuju jendela rumahnya untuk melihat ke sekeliling dan memastikan, namun hanya pohon yang tumbuh dalam pot saja yang bergoyang terhempas angin malam.
"Mengapa? Apa ada sesuatu?" tanya Irma
"hmmm,, tidak pasti angin." Jawab Nining yang masih mengamati keadaan luar dari jendela.
"Ayo berhenti dan tidur sekarng. Mari tidur!" Ajak nining sambil menutup hordeng
"Iya" Jawab kedua Neneknya, dan mereka pun mensudahi permainan gaple nya.
Lampu rumah pun di matikan, di luar gedung resto yang juga sebagai tempat tinggal meraka, muncul seorang pria yang mengenakan topi, namun tidak terlihat jelas wajahnya, pria itu sedang mengamati apakah penghuni restoran semuanya sudah tertidur atau belum. Entah apa yang ingin di lakukan oleh pria misterius itu.
Malam sudah hampir larut, Sanuri masih berada di tempat kerjanya sambil menghitung-hitung omzet hariannya.
"834.000 ribu plus 30.000 ribu sama dengan.." gerutu Sanuri sambil memegang pulpen dan nota penjualan.
Namun dia tak dapat menemukan jumlah angka yang sedang di hitungnya, lalu ia memegang rambutnya sambil di acak-acak, rupanya Sanuri sedang frustasi dengan keadaannya.
Teleleelt.telelelt suara telepon restoran Sanuri berbunyi, Sanuri kemudian berjalan menuju sumber suara tersebut, kemduian ia mengankat telponnya.
"Ya, dengan restoran Ayam Asli." Ucap salam sanuri kepada si penelpon.
Rupanya yang menghubungi Sanuri adalah atasannya.
"Ya, Pak wakil" ucap sanuri dengan ekspresi wajah tak bergairah.
"Haah? Apa maksudmu aku harus melakukan acara lain? Aku sudah ada acara, kemudian, tolong berikan dukungan keuangan dari kantor pusat. Uang sewa dan upah buruh saja, membuat punggungku sakit, jika pemilik toko harus membayar biaya iklan, biaya promosi. Apa kamu menyuruh kami untuk mati saja?" Sanuri protes kepada atasannya.
"Hah? Jangan gunakan pekerjaan paruh waktu, tapi gunakan keluarga? Hei, kau bajingan! Apa kau sudah selesai berbicara sekarang? Apa, aku bahkan punya keluarga? Aku bercerai dari mendirikan toko ayang bakar asli disni. Sejak kapan aku jadi janda! Kau bajingan!" Sanuri dengan nada kesal langsung mematikan telpon atasannya.
Kemudian Sanuri melanjutkan pekerjaannya, namun ia sudah merasa kesal atas ucapan dari atasannya yang membuat dia tidak bisa berfikir dengan jernih untuk menyelesaikan rekapan omzet hariannya.
"Orang-orang seperti pencuri di markas, tak peduli apa yang terjadi, aku harus membuka toko ini." Sanuri menghela napasnya lalu melajutkan pekerjaannya.
****
Hari sudah mulai pagi, bariasan antrian pelanggan sudah memenuhi depan restoran Lina, karena dengan tempat duduk yang minim maka wajib bagi para pelanggan untuk mengantri.
Di dalam restoran, Irma sedang sibuk memberikan pesanan para pelanggannya, wajah Irma sambil tersenyum manis kepada para pelanggarannya.
"Silahkan" sapa Irma sambil menyerahkan piring berisi pesanan pelanggan.
Di sudut kanan, rupanya Sanuri sudah duduk di meja dengan kapasitas dua orang menunggu pelayan untuk memesan makanan.
"Permisi" ucap Sanuri sambil mengangkat tangannya kepada Irma.
Irma langsung tersenyum genit kepada Sanuri, dengan mata yang memancarkan gairah Irma menghampiri Sanuri.
"Apa? Apa yang harus aku berikan padamu? Potongan lobak?" tanya Irma dengan senyum yang menggoda.
"Hahaha, bukan itu, tapi tentang hal yang kubicarakan terakhir kali, apa yang kau pikirkan tentang itu?" Sanuri menjelaskan Irma tertawa kecil sambil memalingkan.
Wajahnya kebelakang dan di tatapnya lagi Sanuri.
"Apa? Sering kali aku harus memberitahumu, jawabanku adalah TIDAK." Irma menjulurkan jari telunjuknya ke hadapan Sanuri.
"Mengap?" Sanuri penasaran.
Irma yang semua berdiri lalu duduk di hadapan Sanuri.
"Saat ini aku tidak membuat hubungan pribadi dengan pelanggan." Ucap Irma sambil bermanjaan di hadapan Sanuri.
"Apa kau ingin membuka cabang?" ucap sanuri
"Pada awalnya, semua orang mulai seperti itu," Jawab Irma sambil menggoda lewat tatapan
"Bukankah aku seorang ahli restoran dengan lebih dari 30 tahun pengalaman? Ketika melihatnya dari sudut pandang seorang ahli. Sup nasi ini seharusnya tidak hanya berdiri di lingkungan ini, itu pasti bukan! Mari buat bisnis ini dengan benar dan membuatnya menjadi bisnis nasional!" Sanuri berusaha menjelasakan.
Namun Irma hanya diam sambil menatap Sanuri berbicara, rupanya ada kesan CLBK antara Irma dengan Sanuri.
"Kamu apa yang kau lakukan disini? Pelanggan selesai makan, dan kau tidak membersihkan." Tanya Lina sambil membereskan mangkuk dan piring kotor yang telah selesai di makan Sanuri.
Rupanya Lina sedari tadi melihat kelakuan Irma, bukannya menjalankan tugasnya malah asik berduaan dengan Sanuri.
"Permisi. Tolong berhenti mengatakan itu tidak mungkin, sebagai ketua komunitas toko, restoran nasi sup ini akan membusuk di sini. Bukankah anda pikir aku seperti ini karena sangat perhatian?" Sanuri simpati nya kepada Lina.
"Lalu, mengapa ketua komunitas toko tidak memikirkan cara untuk mensejahterakan tokonya sendiri dan menyodok di toko orang lain? Ada tempat ayam baru tepat di depanmu, haruskah kau melakukan ini?" Lina menegaskan dan sambil mencibir Sanuri.
"Kakak," Irma mencoba memperingatkan Lina.
Namun, Lina hanya menggerakan menggunakan bahasa isyarat kepada Irma, agar jangan ikut campur dan membela Sanuri.
Ajakan Sanuri untuk bisa bergent dengan Lina tidak membuahkan hasil apapun, Lina langsung mengusir Sanuri dari restorannya.
"Tidak, tidak, aku tidak, tidak bukan itu. Aku merasa anda salah paham. Bagaimana kalau anda mendengarkan ceritaku dulu" ucap Sanuri.
"Tidak aku tidar tertarik, jikau kau berbicara tentang apa itu toko atau resto nasional lagi. Kau tidak akan bisa menjejakan kakimu lagi sebagai pelanggan. Bangun dari mimpimu, pulanglah, dan meneliti resep ayam, uuh!" Lina berkata dengan nada keras.
Sanuri hanya bisa berdiri lemas setelah di ancam oleh Lina. Dan Irma yang sedari tadi ingin menghentikan Kakanya untuk tidak memarahi Sanuri tapi tidak bisa, ia hanya diam saja menyaksikan percakapan Kakaknya dengan Sanuri.
Tangan Lina menarik tangan Irma secara paksa untuk masuk dan jangan memperdulikan Sanuri.
"Bibi" rengek sanuri
"Tidak" jawab Lina ketus sambil menutup pintu restorannya.
Lina masuk kedalam restorannya, dan berkata dengan keras sampai para pelanggan yang sedang menikmati makanan, beralih pandanganya kepada Lina yang berbicara sambil berjalan menuju dapur.
"Diman dia mencoba menggunakan trik yang jelas seperti itu,ya?" dengan wajah senyum Lina berkata.
"Mengapa kakak tidak punya pengertian tentang pelanggan itu? Apa kakak benar-benar berpikir dia tertarik membuat cabang sup nasi?" ucap Irma dengan nada kesal sambil mencibir kakanya.
"Apa?" Lina terkesima
"Ini di sebut sebagai menggoda, seorang wanita, seorang pria. Mereka berdua membuat jalan. Untuk bertemu satu sama lain," Irma berkata sambil kesal kepada kakaknya yang tidak memahami perasaannya.
Lina hanya terdiam bengong atas perkataan Irma, sambil memikirkan maskud perkataan yang barusan di ucapkan Irma. Lina mengerti maksud perkataan Irma dan tertawa sendiri sambil berjalan menuju dapurnya.
******