Chereads / twenty four hours / Chapter 20 - Bab 20/ Gembul..!

Chapter 20 - Bab 20/ Gembul..!

Zafran menutup mulutnya tidak santai, melebarkan bola matanya, begitu merasa kagum dengan apa yang dilihatnya kini. Zafran tidak dapat menahan ketakjubannya ketika melihat cewek amnesia itu kini tersenyum padanya. Suatu pencapaian yang luar biasa menurut Zafran.

"Luar biasa! dia melihat gue! sungguh hal yang langka!" Zafran memegang bahu Raka di sampingnya, menggoyang-goyangkan bahu Raka tanpa izin, membuat sang pemilik bahu hanya menatap malas.

"Wah... Mbak Amnesia ingat dengan gue! ternyata catatan itu memang sangat berguna!" kagum Zafran tidak henti-hentinya.

Raka menurunkan tangan Zafran dari bahunya dengan sabar, mendecih menatap lelaki pecinta keripik tempe itu.

"Apa perlu dimasukkan ke dalam buku Record Dunia?" tanya Raka.

"Emang bisa?" tanya Zafran balik berlagak polos.

Raka memaksakan senyumnya, "ntar gue telfon orang yang tulis bukunya."

Zafran tersenyum lebar, mengeluarkan ibu jarinya, menatap dengan penuh bahagia pada dua temannya. Ini karena Zafran hidup di dunia yang biasa-biasa saja, sehingga melihat kelangkaan seperti Sarah merupakan hal yang begitu menakjubkan baginya. Apalagi jika diingat oleh orang yang mengalami amnesia. Menjadikan Zafran seperti salah satu orang yang paling beruntung karena dapat merasakan sebuah kelangkaan. Kelangkaan melebihi bertemu hewan purba Komodo!

Raka dan Bintang yang melihat antusias Zafran hanya dapat menggeleng pasrah, berkali-kali dua lelaki itu menghembuskan nafas mereka kasar.

"Gue harap dia bertemu Agnez Monica yang lagi nge-balap, dan Valentino Rossi yang lagi nyanyi, supaya dia tahu arti kelangkaan yang sebenarnya." tambah Raka semakin ngada-ngada.

Bintang menepuk bahu Raka, membuat Raka beralih pada Bintang. Kini dua orang tersebut tidak mempedulikan Zafran yang tengah terkagum-kagum tak jelas sendiri.

Raka menatap Bintang penuh tanya, menaikkan dagunya ke atas sebagai isyarat ingin bertanya 'ada apa?'. Lalu Bintang tersenyum sumringah, mengangkat kartu dan menunjukkannya pada Raka.

Bintang menaik-turunkan alisnya usil, "mau main Remi lagi nggak?"

"Nggak akan!"

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 15 menit lalu. Tiga sekawan Zafran, Bintang dan Raka sibuk berdiri di depan kelas mereka. Hal itu karena hujan tak kunjung berhenti sejak pagi tadi.

Zafran menatap dua temannya yang sibuk dengan dua payung berwarna hitam dan biru, entah apa yang sedang dipeributkan oleh dua temannya itu, Zafran hanya dapat menatap malas pada mereka.

"Oke! ada dua payung," ucap Raka menatap bergantian dua payung di tangannya dan tangan Bintang.

"Bisakah kalian beritahu saya, darimana asal muasal dan sejarah payung hitam dan biru itu?" tanya Zafran penasaran.

Raka tersenyum cengir, menunjuk ke dalam kelas menggunakan ibu jarinya, "punya Kayla, dia punya tiga buah payung di lokernya sebagai antisipasi jika hujan turun, dan kita udah pinjam."

"Mimi? Tiga payung?" kaget dan kagum Zafran, diangguki oleh Raka dan Bintang.

"Sepertinya tangan dia sedikit bermasalah, sehingga selalu membawa benda cadangan." ujar Bintang yang sudah memahami Kayla.

Zafran menatap ke dalam kelas, melihat Kayla yang sedang piket untuk hari ini. Zafran menggeleng dan berdecak kagum melihat Kayla.

"Mimi, Mimi! kenapa nggak sekalian jual payung aja?" tanya Zafran sendiri tidak habis fikir.

Lalu, Raka menjulurkan payung berwarna biru pada Zafran, membuat Zafran kini beralih pada payung di depannya.

"Lo pakai yang ini!" suruh Raka. Zafran mengernyitkan keningnya bingung, karena hanya ada dua payung, tapi kenapa satunya lagi malah diberikan padanya?

"Nggak perlu! gue mau di sini aja sampai hujannya reda." tolak Zafran benar-benar tidak mau menggunakan payung milik orang.

"Kalau nggak reda?" tanya Bintang ada benarnya.

Zafran menepuk-nepuk dadanya berkali-kali dengan tatapan sombong, "Zafran yang tampan, mapan dan sopan ini akan berlari menembus rintangan hidup!"

Raka dan Bintang menatap malas, tidak mempedulikan ucapan Zafran, dan secara langsung menaruh payung biru itu di genggaman tangan Zafran, memaksa Zafran untuk mengambilnya.

"Anggap ini ketulusan gue sebagai teman, dan kebaikan gue sebagai seorang pria yang tak mau teman dengan otak terbatas ini sakit. Gue nggak akan sanggup!" Raka menepuk bahu Zafran, membuat keadaan penuh haru dan penuh drama di depan kelas.

Bukannya tersentuh, Zafran malah mendengus kesal, "penghinaan macam apa itu?" kesal Zafran tak terima.

"Penghinaan dengan cara yang menyentuh," jawab Raka dengan cengiran.

"Sialan!"

Raka tersenyum puas, berhasil membuat Zafran merasa kesal. Pada akhirnya, Zafran menerima saja payung pemberian Raka, menatap dua temannya secara bergantian.

"Jadi, kalian berdua gimana?" tanya Zafran karena hanya tertinggal satu payung.

Raka dan Bintang saling merangkul, menampilkan senyum manis mereka, "kita pakai satu berdua!" jawab Bintang.

"Berdua?" tanya Zafran tak santai.

"Iya! nggak mungkin bertiga! apa kata orang, dunia dan Netizen?" sewot Raka, lalu menepuk payung di tangan Zafran. "Karena itu, pakai aja payungnya!"

Zafran menghembuskan nafasnya berat, menatap payung biru di tangannya.

"Nggak bisa tukeran payung apa? kenapa harus biru? hidup gue udah penuh dengan payung biru." curhat Zafran tiba-tiba.

Raka menggeleng cepat, "nggak! sepertinya lo sangat cocok menjadi Blue Boy."

Zafran mendecih dan menatap sinis pada Raka,

"Dasar Black Boy!"

Raka hanya menanggapi dengan senyuman, lalu menyuruh Bintang untuk mengembangkan payung.

Raka menepuk bahu Zafran, dan tersenyum sumringah. "teman lo ini akan pergi duluan. Tolong jaga diri lo baik-baik! dan istirahatkan otak itu dengan wajar!"

"Aish, pergi sana! tidurin Boneka Ultraman lo di dalam selimut yang hangat, karena sepertinya dia akan kedinginan." kesal Zafran membalas.

Raka tersenyum, lalu berdiri di bawah payung bersama Bintang, berjalan dengan setengah berlari sembari melambaikan tangannya pada Zafran.

"JANGAN LUPA PAKAI PAYUNGNYA!" teriak Raka mengingatkan.

Zafran menggeleng kagum, "KALIAN TERLALU ROMANTIS BERDUAAN!" teriaknya tak mau kalah.

Zafran kini menatap pada hujan, berdiri dengan memegang payung di tangan kanan, dan tangan satunya ia masukkan ke dalam saku celana. Memandangi dalam diam orang-orang yang berlalu lalang dengan payung dan yang berlari menembus hujan bagi yang tidak membawa payung.

Tiba-tiba, seorang gadis dengan rambut panjang dikuncir, kulit putih langsat, dan wajah tirus berdiri sekitar dua meter dari tempat berdiri Zafran. Membuat Zafran tanpa sengaja beralih menatap gadis tersebut dari samping.

Ah.. Mbak Amnesia! Zafran sontak merasa kaget karena tiba-tiba saja cewek itu ada di sana. Zafran melihat Sarah yang sedang tersenyum tipis pada pemandangan hujan di depannya, telapaknya mengumpulkan air hujan, tatapannya sangat tenang pada hujan.

Zafran hanya menatap dalam diam pada Sarah yang jauh di sampingnya, tatapan Zafran sangat kosong, melihat Sarah sekilas mengingatkan Zafran akan seseorang. Sangat tenang, dan persis.

Sadar jika sedang diperhatikan, Sarah memutar pandangannya pada Zafran di sampingnya, menatap dengan heran. Zafran yang ditatap balik, sontak melambaikan tangannya, tersenyum dengan lebar dan manis.

"Oh! Hai, Mbak Amnesia!" sapa Zafran. Sarah tersenyum kikuk dan mengangguk dengan ragu.

"H..hai!" balasnya, lalu melihat Zafran lebih lama, "Anda yang bernama Zafran, kan?"

Zafran mengangguk senang, "ya! Zafran yang tampan, mapan dan sopan."

Zafran berkacak pinggang, "wah... lo benar-benar ingat dengan nama gue!"

"Ah.. itu, nama Anda ada di catatan saya hari ini." jelas Sarah walaupun Zafran sudah tahu.

Zafran mengingat sesuatu, lalu dengan cepat membuka tasnya dan mengeluarkan secarik kertas putih yang sudah ditulis sesuatu di sana. Zafran berjalan beberapa langkah untuk mendekat pada Sarah, lalu memberikan kertas tersebut. Sarah menerima dengan penuh tanya.

"Karena gue pengingat, lo. jadi gue harus wajib diingat. Dan ini adalah catatan dari gue hari ini. Karena sepertinya, lo tipe orang yang langsung membuang catatan dalam sehari karena sudah mengingat semua catatan di pagi hari." tebak Zafran. Dan Sarah mengakui jika ucapan Zafran sangat tepat, tidak tahu darimana cowok itu bisa menebaknya.

"Karena itu, gue akan memberi catatan setiap hari. Jangan lupa, catatan dari gue dipindahkan ke dalam buku catatan kecil berwarna kuning milik lo!" tambah Zafran mengingatkan.

Sarah mengangguk lemah, merasa kagum dengan cowok di depannya ini karena tahu semua tentang dirinya. Apa Sarah sedekat itukah dengan cowok bernama Zafran ini? Sarah sangat tidak yakin!

Zafran mementik jarinya mengingat sesuatu, "ah... karena gue seorang pengingat. Jadi, gue hanya mengingatkan kalau kemarin kita bertemu di Supermarket" ucap Zafran.

"Gimana coklatnya?" tanya Zafran lagi.

Sarah menyatukan alisnya bingung, mengulum bibirnya ke dalam karena tidak tahu ingin berkata apa. "co... coklat?" tanya Sarah ragu.

Zafran menghembuskan nafasnya pasrah, mengangguk pelan berkali-kali mengingat kalau cewek ini juga pasti akan lupa semua rasa makanan yang dicobanya dalam sehari.

Zafran mengibaskan tangannya pada Sarah,

"Jangan terlalu dipikir! gue hanya sekedar mengingatkan aja."

Sarah mengangguk saja. Mau dia mengerti atau pun tidak, yang penting dia hanya membalas dengan mengangguk saja.

Zafran kini beralih menatap pada hujan, menghembuskan nafasnya panjang, memasukkan satu tangan dalam saku celananya kembali. Zafran menatap payung di tangannya, sepertinya dia harus pulang karena sudah merasakan perutnya yang keroncongan. Hujan-hujan begini, makanan apa yang ada di rumah? begitulah pikiran Zafran.

Zafran hendak mengembangkan payungnya, dan melirik Sarah di sampingnya yang kembali sibuk menangkap hujan. Zafran berdehem keras dan menelan ludahnya dengan susah payah.

"Mbak Amnesia!" panggil Zafran, "gue nggak ada niat untuk berbagi payung, ya!"

Mendengar itu, Sarah menatap Zafran dengan tenang. Sarah hanya membalas dengan senyum manis pada dirinya. Padahal, dia sama sekali tidak meminta atau ditawarkan payung. Memang cowok aneh!

Melihat respons Sarah, Zafran pun akhirnya mengembangkan payungnya dengan niat segera pulang. Namun, baru saja payung itu terbuka dengan sempurna, Zafran sudah merutuki Bintang dan Raka.

Nafas Zafran menggebu, giginya menggertak, tangannya meremas kuat gagang payung, menahan segala amarahnya saat ini ketika melihat payung dengan motif bunga-bunga sedang dipegang olehnya. Bunga Mawar, Melati, Anggrek, Bunga Kertas, bahkan Bunga Bangkai bersatu padu menjadi satu kesatuan di dalam satu payung. Mungkin ini salah satu wujud keberagaman dalam satu.

"Sialan! dasar titisan Ultraman dan Titisan Iblis!" umpat Zafran menahan amarahnya.

"Gue menyumpahi kalian dengan semua nama teman kalian di Kebun Binatang! yang terlindungi maupun tidak! yang berkaki maupun tidak! yang di air maupun di darat! Herbivora, Karnivora, Omnivora! semuanya!" kesal Zafran menunjuk-nunjuk ke arah lapangan seakan dua orang yang diumpatnya ada di sana.

Zafran baru menyadari kembali jika ada Sarah di sampingnya, sontak Zafran memutar kepalanya ke tempat Sarah berdiri. Zafran menelan ludahnya dengan susah payah ketika mendapati Sarah yang kini benar-benar tengah menatapnya. Terlihat Sarah yang tengah menahan tawanya.

"Ah.. begini, ini bukan payung gue." Zafran menjelaskan agar Sarah tidak salah paham.

"Motif seperti ini nggak mungkin punya gue. Ini punya Mimi, ah.. maksudnya, Kayla. Lo mungkin nggak begitu kenal dia. Tapi ini seriusan punya dia, dan yang minjamin itu Raka. Lo nggak harus percaya! tapi, hanya perlu percaya kalau ini bukan punya gue."

"Dan gue bukan gila. Gue hanya mengumpat dengan dua orang yang lagi nggak ada di sini. Dua orang yang minjamin gue payung ini. Tapi bukan mereka yang punya, ini punya Mimi. Mimi itu cewek, karena itu payungnya bunga-bunga. Jangan salah paham."

Sarah terdiam mendengar penjelasan Zafran yang terbelit-belit. Sangat susah bagi Sarah untuk menahan tawanya, pada akhirnya Sarah hanya dapat terkekeh kecil.

Zafran mengedipkan berkali-kali matanya setelah menyadari ucapannya yang tidak masuk akal.

"Ah... gue ngomong apa, sih?" Zafran mengacak rambutnya frustasi. Merasa jika sikapnya sudah seperti orang tidak waras. Sementara Sarah yang hanya mendengarkan, tidak dapat merespons apa-apa selain tersenyum kikuk. Kini, dua orang itu hanya terdiam. Yang satu sedang merutuki diri sendiri, dan yang satu tidak tahu mau apa.

DUARR..!!!

Petir menyambar secara tiba-tiba, memberhentikan keterdiaman antara Sarah dan Zafran. Tanpa disadari, Sarah melangkah menuju Zafran, mengenggam erat alma milik seragam Zafran dengan gemetar, Sarah menutup matanya kuat, nafasnya menggebu tidak teratur.

Zafran sontak melepaskan payung biru yang telah terkembang dari tangannya, sehingga payung itu tergeletak di bawah hujan. Zafran membulatkan matanya, darahnya berdesir kencang, nafasnya tidak teratur, tatapannya memerah menatap lurus ke depan, hanya dapat mematung, kakinya terasa keluh, begitu juga dengan bibirnya.

Sarah yang tanpa sadar, telah mengenggam alma milik Zafran, membuka matanya dan dengan cepat memundurkan kakinya, menatap Zafran dengan rasa bersalah.

"Maaf, saya hanya kaget! saya selalu seperti itu kalau ada petir. Saya benar-benar minta maaf!" Sarah merasa sangat bersalah.

Zafran mengepal kuat tangannya menatap Sarah, giginya menyatu Sempurna di dalam mulut. Zafran mundur satu langkah dengan lemas, menatap Sarah dengan mata memerah.

"Ge.. Gembul..!"