"Sulit dipercaya! Mbak Amnesia!" kagum Zafran.
Sarah celingak-celinguk melihat kebelakang dan sekitarnya, mencari siapa orang yang sedang dipanggil oleh cowok di depannya. Tidak melihat siapa-siapa, Sarah pun menunjuk dirinya sendiri dengan ragu.
"Sa.. saya?" tanya Sarah memastikan,
"Memang yang amnesia siapa lagi?" tanya Zafran balik dengan cengiran,
Sarah mengangguk lemah dengan kikuk. Benar juga, seharusnya Sarah sadar diri kalau dia adalah cewek yang sedang amnesia. Tapi, Sarah tetap saja ragu karena melihat seseorang yang asing di depannya.
"Gimana lo bisa kesini? lo nggak lupa jalan ke Supermarket? sempat tersesat nggak? apa lo udah biasa kesini? apa tempat ini selalu ada di dalam catatan lo? lo ke sini ingin membeli catatan baru? setiap Minggu lo selalu ke sini?" Zafran melontarkan berbagai pertanyaan, membuat Sarah mengedipkan matanya beberapa kali mendengar Zafran.
Sarah berdehem, sedikit susah untuk menjawab pertanyaan cowok di depannya, Sarah menggigit bibir dalamnya ragu. Sepertinya, cowok yang kini berada di depannya tahu tentang dirinya dan juga mengenal siapa Sarah. Tapi sekali lagi, Sarah sama sekali tidak bisa ingat.
Sarah dengan ragu dan kikuk mengarahkan tangannya di rak yang tersusun buku catatan kecil, ia mengambil buku tersebut dan tersenyum paksa pada Zafran.
"Sa.. saya mau ambil ini, silahkan lanjutkan kegiatan Anda, kalau gitu saya duluan!" Sarah dengan langkah cepat berbalik meninggalkan Zafran yang kini tengah mematung keheranan karena langsung saja ditinggal oleh Sarah. Kenapa tidak basa-basi dulu saja?
Zafran mendengus pelan, memutar bola matanya malas dan tidak terima.
"untung gue tahu lo lagi amnesia. Kalau tidak, mana ada yang bisa melupakan Zafran yang tampan, mapan dan sopan ini!" Zafran tiba-tiba menyombongkan diri sembari mengibaskan kerah sweater yang kini dikenakannya.
Di sisi lain, merasa tidak perlu berurusan lagi dengan cowok tadi, kini Sarah celingak-celinguk di sekitar rak, mencari suatu yang sangat ingin dicarinya. Maklum saja, Sarah masih asing dengan posisi letak di dalam Supermarket ini.
Sarah tersenyum sumringah, ketika melihat jejeran snack dan makanan serba coklat begitu banyak di salah satu rak. Sarah menghampiri tempat coklat batangan, menunduk untuk melihat lebih jelas merek-merek coklat yang ada.
"Coklat dengan berbagai campuran buah? udah pernah makan atau belum, ya?" lirih Sarah melihat coklat yang disebutnya.
"Gue yakin belum pernah makan, karena ini keluaran terbaru. Ada di label coklatnya kalau ini coklat baru,"
"Sepertinya hanya coklat mint yang sangat tidak bisa gue lupakan."
Sarah merogoh sakunya. Ah... Sarah ingat jika ia hanya membawa uang untuk membeli buku catatan, sebenarnya Sarah tadi tidak ada niat untuk membeli coklat. Sarah mengerucutkan bibirnya, menghembuskan nafasnya panjang dengan pasrah, mungkin lain kali saja ia merasakan coklat varian terbaru. Dan itu pun jika ia ingat kalau ada coklat terbaru.
Dengan kaki berat dan langkah yang lunglai, Sarah berjalan meninggalkan rak coklat dan menuju ke kasir untuk membayar belanjaannya. Belum sampai di depan kasir, langkah Sarah terhenti, bukan karena alasan lain, hanya saja Sarah harus mengantri untuk gilirannya.
Mata Sarah kini menatap seorang pria yang sedang membayar belanjaannya. Dan orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah pria yang menyapanya tadi.
Di satu sisi, Zafran tidak sengaja menoleh ke arah di sebelah kirinya, ia mendapati Sarah yang kini sedang menatapnya. Sadar jika Zafran sedang melihatnya, Sarah pun mengalihkan pandangannya ke arah lain, berpura-pura tidak menyadari Zafran di depannya.
Zafran tidak dapat menahan senyumnya ketika melihat Sarah yang mengalihkan pandang. Kini Zafran memilih untuk mengeluarkan uang pemberian Eggy dari sakunya, menggeser kresek putih yang diberi oleh Penjaga Kasir Supermarket ke arahnya.
"Total semuanya Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah, Mas! mau Cash atau dengan Kartu Kredit, Mas?" tanya Pelayan Kasir dengan intonasi yang lembut.
"Kartu Tanda Penduduk bisa nggak, Mbak?" tanya Zafran bercanda.
Pelayan Kasir terkekeh pelan mendengar Zafran "Emang Masnya bawa?"
"Ehh Mbaknya, saya tahu saya tampan, tapi jangan digoda! saya masih sekolah!" tambah Zafran semakin ngaco.
"Jadi bayarnya pakai apa, Mas?" gemas Mbak Kasir.
"Kartu Keluarga mau nggak, Mbak? nama Kakak saya dengan lengkap ada di sana, dia masih belum punya siapa-siapa, hidup dia terlalu sepi. Jangan khawatir! masa depan dia sudah terjamin." Zafran tiba-tiba mempromosikan Kakaknya.
Mbak Kasir menghela nafasnya, "cash atau dengan kartu kredit, Mas yang tampan!" sabarnya.
Zafran terkekeh, merasa puas karena sudah membuat kesal Mbak Kasir di depannya ini. Zafran menghitung uang di tangannya, ada Delapan lembar uang ratus ribuan. Zafran menggeleng menatap uang di tangannya.
"Delapan Ratus Ribu! Kak Eggy sudah sangat memperhitungkan uang untuk belanja, jumlah uangnya hampir benar dengan harga barang yang dibeli." kagum Zafran karena Kakaknya sudah benar-benar seperti Ibu Rumah Tangga.
Zafran menaruh uang tersebut di atas meja kasir, memberikan pada Mbak Kasir yang langsung menerima uang Zafran.
"Ada uang pas nggak, Mas?" tanya Mbak Kasir karena tidak ada kembalian uang.
Zafran menggeleng, "nggak ada! emang masih belum ada kembalian ya?"
"Kami baru saja buka, Mas!"
"Cukup Kakak saya saja yang merepotkan saya karena menyuruh bangun jam segini. Jangan Supermarketnya, kalau Kakak saya yang jadi Bos, Mbak. Pasti udah disuruh olahraga sebelum buka toko." Zafran tiba-tiba meratapi nasib.
"Yang sabar, Mas! jadi, ada uang cash nggak?" tanya Mbak Kasir masih memaksakan senyum melihat cowok yang sangat cerewet pagi-pagi seperti ini.
Zafran menjangkau sesuatu yang berada di rak depan kasir, menggesernya ke depan Mbak Kasir, jika ia ingin membeli itu saja.
"Kembaliannya saya beli ini aja, dan untuk sisa uangnya, ambil aja! mana tahu Mbak butuh buat beli pelembab bibir. Siapa tahu, Mbak bisa mempertimbangkan Kakak saya." Zafran tersenyum lebar, mengambil kresek putih belanjaannya dan menjinjingnya. Sementara Mbak Kasir menatap Zafran dengan senyum yang masih dipaksakan.
"Terimakasih! dan jangan kemari lagi, ya!" gemas Mbak Kasir.
Mendengar itu, Zafran mencengir tidak berdosa, tidak peduli jika ia sudah membuat Pelayan Kasir kesal. Malah, Zafran sangat puas dan senang!
"Untuk yang itu, kasih ke yang berdiri di sana ya, Mbak!" pinta Zafran sambil mengarahkan dagu ke tempat Sarah berdiri. Zafran berjalan, lalu berbalik kembali melupakan sesuatu yang ingin dikatakannya.
"Sebelum itu, sampaikan pesan saya yang ini..."
Di satu sisi lagi, Sarah sudah melihat jika cowok yang ia temui tadi sudah pergi meninggalkan toko. Sarah berjalan menuju depan kasir, menaruh catatan kecil yang dibelinya tadi.
"Hanya ini saja? totalnya Dua Puluh Ribu Rupiah!" ucap Pelayan Kasir lebih ramah pada Sarah, tidak dengan senyum yang dipaksakan seperti dengan Zafran tadi.
Sarah mengeluarkan uang pas dari sakunya, mengambil belanjaannya di atas meja. Namun, Mbak Kasir tiba-tiba menggeser sebuah coklat batang di depan Sarah, membuat Sarah menatap dengan kebingungan. Apalagi jika itu adalah coklat yang ingin dibeli Sarah, yaitu coklat dengan campuran berbagai macam buah.
"Ini untuk Mbak, dari cowok aneh yang pernah saya temui!" ucap Mbak Kasir sebelum Sarah bertanya.
"Untuk saya? dari siapa?" tanya Sarah memastikan pendengarannya.
"Dari cowok yang barusan dari sini,"
"Cowok tadi?"
Mbak Pelayanan mengangguk,
"iya, katanya ini untuk Mbak, dari anak bernama Zafran yang tampan, mapan dan sopan. Setidaknya begitu yang dia sampaikan pada saya." jawab Mbak Kasir.
"Katanya lagi, jangan terlalu dipikirkan nama dia! dia tahu Mbak nggak akan ingat."
Sontak Sarah mengalihkan pandangannya kearah luar toko, mendapati cowok tadi. Ah... maksudnya cowok dengan nama Zafran itu, yang kini sedang berdiri di depan toko.
Zafran juga sedang menatap Sarah dari luar sana, dengan senyum yang lebar, Zafran mengeluarkan jempolnya pada Sarah dan menaik- turunkan alisnya usil.
Setelah itu, Zafran memasukkan satu tangannya ke dalam saku sweaternya, berjalan meninggalkan Supermarket. Sarah yang melihat hanya bisa diam membisu, menatap kepergian Zafran hingga cowok itu benar-benar pergi. Sarah menghela nafas kecil.
"Sebenarnya, dia siapa?"
***
Setelah pulang dari Supermarket, Sarah menaruh dan memasukkan buku catatan yang baru ia beli ke dalam laci, duduk di depan cermin, menatap catatan yang ditempelnya secara berjejer. Mata Sarah berhenti dan membaca salah satu dari catatannya.
Sarah membaca dengan seksama, cukup lama untuk Sarah berfikir tentang catatan itu, Sarah hanya tidak habis fikir saja dengan isinya. Sarah memegang catatan tersebut di depan cermin, mengulas senyumnya tipis.
"Zafran.....! apa dia orang si Pengingat ini?"
***
Zafran tidak langsung pulang ke rumahnya. Cowok dengan sweater abu-abu itu memilih berjalan menuju ke suatu tempat yang ingin ia kunjungi dengan berjalan kaki. Zafran tidak peduli dengan Kak Eggy yang sedang menunggu belanjaan dengan Zafran. Apa salahnya mengusili Kakaknya sering-sering?
Anggap saja Zafran sedang berolahraga hingga ia mau berjalan ke arah ini. Jika ditanya oleh Eggy kenapa lama? Zafran tinggal manjawab jika dia sedang berolahraga seperti yang disuruh oleh Eggy.
Zafran berhenti di depan rumah bertingkat dua yang tidak berpenghuni, dengan pagar menjulang tinggi, dan warna rumah dicat cream, yang kini sudah mulai terkelupas dimakan cuaca.
Zafran mendongak menatap rumah di depannya, menjejalkan kedua tangan beserta kresek putih dari Supermarket di kedua saku sweaternya. Rasanya Zafran enggan untuk beranjak dari sini, ia ingin lebih berlama di sini. Zafran sudah sering datang dan berdiri saja seperti ini, berharap jika pintu rumah ini kembali terbuka, berharap jika rumah ini kembali diisi oleh orang yang ditunggunya.
Sepertinya Zafran mulai menyadari jika semua sia-sia!
Dengan tatapan dalam dan sendu, Zafran kembali mengenang masa-masanya di sini, masa-masa dengan pemilik rumah ini dulu, masa yang paling ingin ia kembalikan, hari dimana ia ingin melihat senyuman seseorang di balik pagar besar ini, hari-hari yang sangat tidak ingin Zafran lupakan. Zafran hanya bisa mengenang itu.
Zafran menghembuskan nafasnya panjang dan berat,
"Kamu dimana?..." lirih Zafran yang kini beralih menatap kosong pada aspal di bawahnya,
"....Gembul!.."