"Kita ngobrolnya di sini saja. Ruangan ini kedap suara. Tidak akan bisa didengar oleh orang di luar ruangan ini," cetus Mama Alva.
Lian sedikit terpana dengan ruangan di tempat ini. Sama sekali berbeda dengan ruangan sihirnya. Tempat ini, lebih seperti sebuah taman yang dikemas di dalam suatu ruangan. Banyak sekali tumbuhan dan juga kupu-kupu yang berterbangan di ruangan ini.
Di dekat danau, berdiri sebuah meja berbentuk lingkaran dengan empat buah kursi sofa di tepi meja. Lian mendudukkan dirinya tepat di samping Alva, sementara Alva, kini tampak persis berhadapan dengan ibunya.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Mama Alva.
Lian menundukkan kepalanya. Ia tampak menghirup napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan.
"Jadi, begini ceritanya.…" Lian pun mulai bercerita.
Flashback:
Lian sudah membawa satu keranjang berisi buah traw, juga tiga buah berwarna merah sesuai resep yang dituliskan pada kertas yang dibawanya. Setelah cukup jauh berjalan-jalan, Lian menghentikan langkahnya ketika dihadang oleh seekor kucing.
"Tunggu, kamu kucing yang tadi kan?" tanya Lian kepada kucing itu.
"Meong," sahut kucing tersebut. Lian pun seketika mengerutkan keningnya.
"Kok aneh sih? Buku tua saja bisa berbicara, kenapa kucing di sini malah cuma mengeong sama seperti kucing di dunia gue?" tanya Lian bingung. Tentu saja, tidak ada yang menjawabnya. Termasuk sang peta ajaib, yang saat ini, tiba-tiba musnah dari genggamannya.
"Yeee ini juga si peta, tiba-tiba nongol, tiba-tiba ngilang!" keluh Lian.
"Eh kucing, ini cara masuknya gimana? Ruangan kita kan sekarang lagi jadi danau?" tanya Lian kepada kucing itu.
"Meong," sahut kucing itu.
"Heh lo jangan meang meong mulu dong! Gue kan gak ngerti bahasa lo!" pekik Lian.
"Meong," jawab kucing itu lagi.
Kucing itu tampak menceburkan salah satu kakinya ke danau. Kini, terlihatlah sebuah jalan setapak yang membelah danau tersebut. Sontak saja, Lian membelalakkan matanya.
"Wuahh kereennn! Very amazing!" seru Lian dengan ekspresi wajah terpana.
"Meong," sahut kucing itu.
Saat Lian baru melangkahkan kakinya ke jalan setapak yang membelah danau, secara tiba-tiba, datanglah seorang laki-laki yang berpenampilan sama seperti Lian. Laki-laki itu juga mengenakan jubah dan topi kerucut.
"Meong," sapa kucing itu.
Kurir berlian itu tampak asyik berbincang-bincang dengan kucing di depan kaki Lian. Lian bahkan tidak bisa mengerti mereka sedang membicarakan tentang apa. Bahasanya cukup aneh di telinga Lian.
"Apa mereka sedang berbicara dengan bahasa di dunia sihir?" pikir Lian.
Lian yang masih sangat awam pun hanya bisa mengamati pembicaraan sang kurir berlian dengan si kucing yang sedari tadi hanya mengeluarkan suara mengeong itu.
Sesaat kemudian, sang kurir berlian tampak melambaikan tangannya ke arah Lian dan si kucing. Kini, ada setengah karung berlian yang berada di samping kucing itu.
"Meong," ucap kucing itu kepada Lian.
"Oke, oke," sahut Lian sembari memanggul berlian yang dikemas dengan karung itu.
Kucing itu melangkahkan kakinya di depan Lian, seakan sedang memandu jalan Lian. Kucing itu hanya menempelkan tangan mungilnya ke udara, hingga tiba-tiba saja, tercipta sebuah pintu. Pintu yang mirip dengan yang Lian lihat saat pertama kali masuk ke dunia sihir.
CEKITTTT!
Suara pintu itu lagi-lagi mengeluarkan suara deritan. Tanpa pikir panjang, Lian pun segera mengekor di belakang kucing itu sebelum pintunya tertutup dengan sendirinya.
***
Singkat cerita, Lian telah berada di meja peracik ramuannya. Lian memasukkan lima gayung air ke dalam tempayan yang telah berada di atas tungku yang sudah dinyalakan api.
Lian menunggu beberapa menit, sampai akhirnya, air yang diletakkannya di dalam tempayan mendidih. Setelah mendidih, barulah Lian campurkan buah traw dan tiga buah berwarna merah ke dalam tempayan tanpa diiris. Sebenarnya lebih bagus diiris sih, tapi Lian sudah telanjur malas, jadilah tidak diiris. Toh, hasilnya juga sama hahaha.
Saat membuat ramuan, Lian tidak boleh lengah atau bersantai. Lian terus menerus mengaduknya, sampai semua buah itu meleleh dan tercampur ke dalam air. Sebelum diangkat, Lian mencampurkan sedikit tepung berwarna merah yang tersimpan di sebuah wadah.
Setelah ramuan jadi, Lian mencoba untuk mencicipinya dengan cara menjilatnya menggunakan lidah.
"Cuih! Gak enak banget rasanya! Gue kira, rasanya jadi kayak adonan roti, setidaknya ada gurih atau manisnya dikit. Ini mah masakan terhambar yang pernah masuk ke mulut gue!" keluh Lian.
"Bueh, lagian kenapa juga gue makan nih ramuan! Ini kan ramuan, bukan masakan Mama yang bisa dicicipi!" rutuk Lian kepada dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang, Lian pun segera mematikan api yang ada di dalam tungku. Kemudian, ia bergegas untuk menyiapkan berlian merah ke atas mangkuk yang terbuat dari tanah liat.
Lian lantas mengambil satu mangkuk yang masih kosong dan bersih itu. Kemudian, ia meletakkan satu buah berlian ke atas mangkuk.
Sesaat kemudian, Lian berniat mengambil sebuah suntik di area rak peralatan. Namun, tanpa diduga, tangannya tidak sengaja menjatuhkan gelas ramuan berwarna kuning ke mangkuk berisi satu berlian itu. Dengan cepat, Lian pun langsung mengambil mangkuk yang berisi lebih banyak berlian, dan bergegas untuk membawanya ke tempat yang lebih aman.
"Aduh! Kenapa ramuan kuningnya bisa tumpah ke berlian warna merah sih! Apa berliannya bakal berubah warna?" tanya Lian pada benaknya.
Lian lantas memusatkan perhatiannya ke arah berlian merah yang ketumpahan ramuan berlian kuning. Cukup lama ia mengamatinya, tetapi berlian tersebut tak kunjung berubah warna menjadi kuning.
"Astaga, gue kira, berlian ini bakal berubah jadi kuning, karena ketumpahan ramuan warna kuning. Yah, kalau gini mah, pasti gak bisa bedain, mana yang ketumpahan warna kuning, dan berlian mana yang memang pure disuntik ramuan warna merah," gumam Lian. Lian tampak menghela napasnya.
"Apa gue buang aja ya nanti? Kalau ditaruh di sini, entar dikiranya, ini pasti berlian biasa. Kalau ditemu orang kan bisa bahaya efeknya. Mending gue buang di dunia gue aja deh. Setidaknya gue bisa mastiin kalau berlian ini akan dibuang ke tempat sampah nantinya," putus Lian.
Lian pun pada akhirnya menyisihkan berlian dengan ramuan yang salah ke tempat yang aman beserta mangkuknya. Setelahnya, Lian pun mengambil sebuah suntikan, dan mengisi suntikan itu dengan ramuan yang beberapa saat tadi dibuatnya.
"Saatnya beraksi!" seru Lian girang.
Lian pun dengan telaten menyuntikkan ramuan ke dalam berlian. Oh iya, suntikan yang sedang digunakan Lian ini, bukan suntikan biasa. Jarum suntikan ini, bisa menembus benda sekeras apapun, bahkan termasuk berlian. Jadi, Lian bisa dengan mudah menyuntikkan ramuannya agar masuk ke dalam badan berlian.
Efek setelah berlian tersebut di suntik oleh ramuan merah, selain efeknya yang bisa mempererat hubungan sepasang kekasih, juga bisa menambah daya tarik berlian ini sendiri. Berlian yang sudah diberi ramuan akan terlihat lebih berkilau dan lebih menarik. Bahkan, ramuan yang terlihat kental di tempayan, menjadi transparan ketika berada di dalam tubuh berlian.
"Akhirnya selesai juga!" seru Lian ketika berhasil menyuntikkan ramuan itu pada berlian merah terakhir.
***
Kembali ke dunia Alva dan mamanya.
Lian mengangkat wajahnya setelah sedari tadi menundukkan wajah sembari bercerita.
"Jadi, begitulah ceritanya, Bu Arda. Lalu, apa yang harus saya lakukan jika saya ingin mencari penawar dari berlian dengan yang salah itu?" tanya Lian.