Chereads / Love Rubik / Chapter 3 - 3 - Devil Brothers

Chapter 3 - 3 - Devil Brothers

"Ha—hai," sapa Rhea ramah sambil tersenyum dan melambai pada Bastian yang baru saja menghentikan kegiatan lempar-melemparnya dan menatap Rhea.

Bastian menatap Rhea hanya beberapa detik kemudian kembali ke kegiatannya semula. Diabaikan begitu saja oleh anak kecil membuat Rhea manyun. Ia kemudian melangkah mendekat dengan berhati-hati agar tidak menginjak mainan-mainan yang berserakan itu, yang diduga Rhea harganya pasti bukan main-main.

"Lagi main apa?" tanya Rhea lembut sambil berjongkok di depan Bastian.

Bastian kembali menatap Rhea, lalu sedetik kemudian sebuah robot kecil mendarat dengan mulus di dahi cewek itu.

"Aw!" ringis Rhea sambil mengusap dahinya yang memerah. "Kok malah ngelempar Kakak, sih?!" kesal Rhea.

Bugh!

Kembali, Bastian melempar mainannya pada Rhea. Kali ini ia melempar sebuah bola dan tepat mengenai hidung Rhea.

"Ah!" Rhea mengusap bawah hidungnya dan mendapati ada darah yang keluar.

"Hei!" murka Rhea dengan kedua mata yang melotot ke arah Bastian.

Bastin terdiam menatap Rhea. Bibirnya melengkung ke bawah, dan beberapa detik kemudian tangisnya langsung pecah.

"Huweeeeee!!!!!!"

Rhea tentu saja kelabakan karenanya. "Aduh, aduh. Kok nangis, sih? Jangan nangis, dong. Yang harusnya nangis kan gue."

"Duh, harus gimana, nih?"

👿😇👿

Bram bersenandung kecil ketika keluar dari mobilnya. Ia baru pulang karena harus mengurus sesuatu dengan anggota OSIS sebelumnya. Dengan santai, Bram melangkah masuk ke rumahnya. Masih dengan seragam lengkap dan tas di punggungnya, Bram langsung menuju ke kamar main adiknya.

"Babas!" serunya sambil membuka pintu kamar lebar-lebar.

Melihat sang Kakak yang sudah datang, Bastian segera berlari menghampiri Bram. "Akaaaaaakkkkkk!"

Bram tersenyum dan segera meraih Bastian ke dalam gendongannya. "Halo, Babas pintar. Tadi main apa?" tanya Bram sambil menatap adiknya yang imut itu.

"Uda umping!" jawab Bastian dengan semangat.

"Kuda lumping?"

"Iya! Hehe!" Bastian tertawa senang.

Bram melirik ke arah Rhea yang tampilannya terlihat sangat kusut. Bagaimana tidak? Selama dua jam, Rhea berusaha keras membujuk Bastian agar berhenti menangis. Ia bahkan harus rela menjadi kuda dan merangkak mengitari kamar luas itu sambil membawa Bastian di punggungnya. Rhea juga harus merelakan rambutnya ditarik-tarik hingga hampir rontok.

Bram tersenyum miring. Ia yakin, adiknya pasti sudah menyiksa Rhea di hari pertamanya menjadi babysitter. Tapi Bram sama sekali tak merasa kasihan. Ia malah merasa kalau Rhea terlihat lucu.

"Akak! Ula-ula?"

Bastian menatap kakaknya itu dengan mata bulat penuh harap.

Bram terkekeh pelan. Sudah terbiasa dengan rutinitas adiknya yang akan menagih permen setiap kali ia pulang dari sekolah. Ia pun merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebungkus permen.

"Ini dia, gula-gula kesukaaan Babas!" katanya sambil menyodorkan permen itu pada sang adik. Bastian menerima permen itu sambil tersenyum lebar.

"Bilang apa?" tanya Bram.

"Makacih!"

Bram yang gemas mengacak rambut Bastian. "Sama-sama."

"Kakak mau ganti baju dulu, ya. Babas main kuda lumping lagi aja sambil makan gula-gula," kata Bram sambil menatap adiknya itu.

"Iya!"

Bram tersenyum kemudian menurunkan Bastian. Setelahnya, Ia segera keluar menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

Rhea yang ditinggalkan berdua dengan Bastian menatap Bastian horor. Takut anak itu akan menyiksanya lagi. Saat bersama Bram, Bastian memang terlihat sangat imut, tapi saat bersamanya tadi, Bastian bagaikan iblis yang menjelma sebagai anak-anak.

Tapi tampaknya, Rhea bisa bernapas lega karena Bastian sama sekali tak mempedulikannya. Bastian fokus melahap permen pemberian sang Kakak.

Rhea menghela napas lega kemudian menyenderkan punggungnya di dinding. Baru sedetik ia menutup kedua matanya, suara Bastian kembali terdengar.

"Uhu!"

Rhea membuka matanya dan menoleh ke arah Bastian. "Apa?" tanyanya.

"Uhu!"

Rhea mengernyit. Uhu? Apaan, tuh? Bingungnya.

"Uhu!!" Kembali, Bastian meneriakkan kata yang tidak dimengerti Rhea. Rhea akhirnya mendekat dan berjongkok di depan Bastian.

"Tadi bilang apa?" tanya Rhea selembut mungkin.

"Uhuuuuuuuu!!!!!!"

Rhea menelengkan kepalanya ke samping. "Maksudnya apa, sih?"

"Lo budek, ya? Dia minta susu!"

Rhea menoleh ke arah Bram yang baru saja kembali dari berganti pakaian.

"Susu?" bingung Rhea.

"Iya, susu! Telinga dipakai yang bener, dong!" omel Bram.

'Jadi uhu itu maksudnya susu? Ya mana gue tahu, ish!' gerutu Rhea dalam hati.

"Tunggu apa lagi? Cepetan pergi buat!" perintah Bram.

"Iya Kak, iya." Dengan cepat, Rhea segera berlalu pergi menuju dapur.

"Babas nonton TV dulu sama Kakak sambil nunggu susunya, ya," kata Bram sambil menggendong Bastian.

"Iya!" seru Bastian sambil tersenyum menggemaskan.

Bram pun berjalan menuju ruangan khusus untuk bersantai, dimana terdapat sebuah TV berukuran besar. Dengan pelan Bram duduk di sofa, dan Bastian ia dudukkan di atas pangkuannya. Kedua kakak beradik itu kemudian menonton film dengan damai.

Tak berapa lama kemudian, Rhea datang dengan membawa segelas susu. "Ini, Kak," ujarnya sambil menyodorkan susu itu pada Bram.

Bram menatap susu itu sedetik lalu menatap Rhea. "Kok gak dimasukin ke dot?" tanyanya.

"Eh? Saya harus masukin susunya ke dot?" tanya balik Rhea.

"Ya, iyalah! Buruan pergi!" perintah Bram.

Sambil bersungut-sungut, Rhea kembali ke dapur dan memasukkan susu yang ia buat ke dalam dot. 'Akh! Nyebelin ... nyebelin ... nyebelin!' kesal Rhea dalam hati.

"Nih, Kak!"

Setelah beberapa menit, Rhea kembali sambil menyodorkan dot berisi susu dengan wajah masam.

Tak mempedulikan ekspresi Rhea, Bram segera mengambil dot susu itu dan memberikannya pada Bastian. Tentunya, Bastian segera menerimanya dengan senang hati.

Melihat Bastian yang sudah mulai meminum susunya, Rhea menghela napas lega dan duduk di pinggir sofa. Baru sedetik ia mendudukkan dirinya, tiba-tiba Bram sudah kembali angkat bicara.

"Ngapain lo duduk di situ?"

"Emangnya saya gak boleh duduk?" tanya Rhea dengan wajah, Please deh, gue cuma mau duduk. Sewot amat sih, lo!

"Gak boleh, lah! Lo kan harusnya ngebersihin kamar mainnya Bastian," jawab Bram santai.

"Lho, kok saya? Kakak kan punya pembantu. Seharusnya dia dong yang ngebersiinnya," protes Rhea.

"Denger, ya. Kamar itu ruang khusus buat Bastian main, dan lo itu babysitter-nya Bastian. Jadi pastinya elo yang harus ngebersihin kamar itu," jelas Bram.

Rhea menatap Bram tak percaya. Apa-apaan?

"Kok lo masih duduk aja, sih? Apa setiap gue ngomong, gue harus ngulang perkataan gue? Lo budek, lalot, lemot, atau apa, sih?" gerutu Bram.

Rhea membulatkan kedua matanya mendengar itu. Kata-kata Bram benar-benar menghinanya.

"Udek!"

Rhea menoleh dan melotot pada Bastian yang baru saja berteriak.

"Iya, dia budek, ya," timpal Bram pada adiknya itu.

Kesal dengan kedua kakak beradik itu, Rhea segera berlalu pergi dengan menghentak-hentakkan kakinya.

Tiba di kamar bermain Bastian tadi, Rhea dengan penuh emosi memasukkan mainan-mainan Bastian ke dalam kotak.

"Astaga. Tuh orang ngeselin banget, sih!"

"Dia harusnya ngajarin adeknya hal-hal yang baik!"

"Gak heran adeknya kayak iblis! Kakaknya aja kayak gitu!"

"Dasar, kakak beradik iblis!"

"Akh! Kesel, kesel, kesel! Kesel banget, gue!"

👿😇👿

To be continued