Chereads / Love Rubik / Chapter 9 - 9 - Tindakan Gila (2)

Chapter 9 - 9 - Tindakan Gila (2)

Rhea berusaha mendorong Bram, tapi Bram tak bergeming. Cowok itu malah meraih pinggang Rhea dan menarik cewek itu lebih mendekat padanya, membuat tubuh keduanya menempel dengan rapat.

Bram mulai memejamkan kedua matanya, seakan menikmati ciuman itu. Sementara itu, Rhea masih membelalak tak percaya dengan apa yang sedang terjadi padanya sekarang.

Para artis, kru, dan orang-orang yang ada di lokasi syuting itu mulai ribut berbisik-bisik melihat tindakan Bram. Papa Bram sendiri menatap putranya itu tak percaya. Kedua tangannya mengepal dengan kuat menahan emosi.

Bram akhirnya menjauhkan bibirnya dari bibir Rhea. Ia menulikan pendengarannya, tak ingin memedulikan komentar-komentar orang-orang yang ada di situ.

Bram melanjutkan aktingnya. Ia menatap Rhea dengan lembut dan mengelus pipi Rhea sambil tersenyum manis. Rhea hanya diam membeku. Pikirannya kosong. Tak tahu harus bereaksi seperti apa.

Bram lalu beralih menatap Papanya. Bram tersenyum. "Karena aku udah ngeliat muka Papa dan ngasih Papa semangat, aku pulang sekarang, ya. PACAR aku juga kayaknya lagi gak enak badan," kata Bram sambil menekankan kata 'pacar' tadi.

Papa Bram tersenyum paksa. "Begitu. Baiklah, pulanglah sekarang. Papa bakal usahain pulang cepet nanti."

"Ya udah, aku pulang ya, Pa!" seru Bram lalu menarik tangan Rhea dan melangkah pergi, menjauh dari lokasi syuting Papanya.

Ketika keduanya sudah berada di dekat mobil Bram, Rhea melepas tangannya dari genggaman Bram.

"Kakak udah gila, ya?!"

Kata-kata yang sangat ingin dikatakan Rhea sedari tadi akhirnya ia keluarkan.

Bram berbalik dan menatap Rhea lurus. "Iya, kayaknya gue emang udah gila," kata Bram.

Yah, Bram sendiri tahu kalau tindakannya itu sangat gila. Tapi keinginannya untuk membuat sang Papa kesal mendorong dirinya untuk tetap melakukan hal gila itu.

"Kenapa Kakak ngelakuin itu, sih?! Kejadian dulu yang terjadi karena kecelakaan itu aja udah ngebuat fans-fans Kakak nyerang gue. Sekarang Kakak malah nyebut gue pacar Kakak dan terang-terangan nyium gue. Kakak pikir apa yang bakal dilakuin fans-fans Kakak ke gue kali ini?!" Rhea meluapkan segala kekesalannya pada Bram.

Bram memejamkan kedua matanya sejenak mendengar suara Rhea yang begitu nyaring. "Tunggu. Lo tadi ngomong pake kata 'gue'?" tanya Bram kemudian sambil menatap Rhea dengan sebelah alis yang terangkat.

"Apa itu hal yang penting sekarang?!" kesal Rhea. Bisa-bisanya Bram malah mementingkan hal sepele seperti itu.

"Oke, oke. Gue minta maaf. Gue emang salah karena udah ngebuat lo terlibat masalah sama gue, tapi lo tetep harus sadar diri, dong. Gue senior lo. Jadi lo harus tetep sopan ngomongnya."

Rhea memutar bola matanya tak percaya. Kenapa hal itu malah terlalu dibesar-besarkan, sih?

"Oke. Kalau gitu saya ulang. Kenapa Kakak ngelakuin itu tadi?!"

"Yah, mau aja. Suka-suka gue," jawab Bram santai.

Kedua mata Rhea membesar mendengar hal itu. 'Wah, brengsek,' batin Rhea.

"Lo harusnya bersyukur. Ada banyak cewek yang mau ciuman sama gue, tapi diantara semuanya itu, cuma lo yang bisa."

Sialan. Anj*ng. Brengsek. Bangsat.

Beragam kata-kata umpatan segera memenuhi otak Rhea saat itu juga.

"Masuk ke mobil sekarang. Gue anterin lo pulang. Hari ini lo juga gak perlu jagain Bastian," kata Bram sambil membuka pintu mobilnya.

"Gak usah! Saya pulang sendiri aja!" seru Rhea lalu segera berlalu pergi dari hadapan Bram sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Serius lo mau pulang sendiri? Bisa-bisa lo gak utuh pas nyampe rumah gara-gara diserang fans-fans gue di tengah jalan!" teriak Bram.

"Bodo amat!" teriak balik Rhea tanpa berbalik dan terus berjalan menjauh.

"Yah, serah lo aja, sih. Gue gak maksa. Gue malah gak perlu repot-repot nganterin lo," gumam Bram lalu segera masuk ke dalam mobilnya dan melaju pulang ke rumahnya.

👿😇👿

Sesampainya Bram di rumahnya, ia segera disambut oleh adik dan teman-temannya.

"Akak pulang!" seru Bastian ceria.

"Woi! Lo bener-bener udah gila, ya," kata Adnan yang duduk di lantai dengan rambut acak-acakan. Sudah pasti itu adalah kerjaan Bastian.

Bara yang tadinya fokus membaca sebush buku mendongak menatap Bram dan meluncurkan komentarnya. "Saraf-saraf kewarasan lo kayaknya udah putus, Bram."

Sementara itu, Edwin sibuk menyantap puding cokelat, tak memedulikan si pemilik rumah yang baru saja datang.

Bram sendiri mengabaikan teman-temannya itu dan melangkah menuju lemari pendingin. Ia mengambil sebotol air dingin dan langsung meneguk air dingin itu dengan rakus, hingga tersisa kurang dari setengahnya.

Bram kemudian melangkah mendekat ke teman-temannya. Dengan cekatan ia mengangkat Bastian yang masih sibuk menyiksa Adnan.

"Woi, lo denger apa yang kita bilang tadi gak, sih?" tanya Adnan sambil merapikan rambutnya dan duduk di atas sofa.

"Iya, iya. Gue denger. Gue emang udah gila," tanggap Bram santai sambil mengeluarkan sebuah permen dari sakunya dan menyerahkannya pada Bastian.

"Kalau gitu selanjutnya gue panggil lo Brazy, ya. Bram crazy," kata Adnan.

Bram hanya mengangguk-angguk tak peduli. "Ya, ya. Serah lo aja, deh."

"Jadi lo beneran pacaran sama tuh cewek apa gimana, sih?" tanya Edwin. Piring pudingnya sudah bersih tak tersisa.

"Gak. Gue gak pacaran sama dia," jawab Bram datar.

"Lah, terus apaan? Udah banyak banget video-video lo yang kesebar. Lo bilang tuh cewek pacar lo dan lo bahkan nyium dia."

"Apa sih yang ada di pikiran lo sampai ngelakuin itu tadi? Dalam waktu cuma beberapa menit lo udah langsung jadi trending topik dimana-mana," celetuk Bara sambil menutup buku yang ia baca sedari tadi.

Bram menyandarkan punggungnya di sofa. "Gue cuma mau ngebuat Papa gue kesel."

Bara menghela napas. "Hah. Astaga. Lo tuh, ya. Bener-bener ..."

"Lo emang terniat banget." Adnan dibuat geleng-geleng dengan kelakuan temannya itu.

"Gimana respon Papa lo tadi?" tanya Bara.

Bram tersenyum miring. "Udah pasti kesel, lah. Gue puas banget ngeliat ekspresinya tadi. Papa gue keliatan mati-matian nahan emosi dia," cerita Bram.

"Tapi lo pikir deh, Bram. Karena kelakuan lo itu, tuh cewek jadi korban. Gue yakin fans-fans lo gak bakal tinggal diem," kata Bara serius.

Bram mendengus. "Yah, gue tahu gue salah untuk itu. Tapi mau gimana lagi? Udah terjadi juga. Gue bakal mikirin apa yang harus gue lakuin selanjutnya."

"Omong-omong, tuh cewek gak dateng lagi?" tanya Edwin.

"Hm, enggak. Gue sendiri yang nyuruh dia pulang tadi," jawab Bram sambil mengelus rambut halus adiknya yang menyantap permennya sambil meonton video kartun, tak mau ambil pusing dengan pembicaraan sang Kakak dan teman-temannya.

"Btw Bram, gue penasaran, nih."

Bram menoleh ke Adnan. "Penasaran apa?" tanyanya.

"Enak, gak?" tanya Adnan sambil tersenyum-senyum.

"Apanya?"

"Yah, ciumannya, maksud gue!" seru Adnan. "Gimana, gimana?" tanyanya lagi sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

"Ah, gak tau lah."

"Ey, gak asik, lo," kata Adnan kecewa.

"Mending kalian pada pulang, sekarang," kata Bram kemudian.

"Ya elah, keterlaluan banget, lo. Mentang-mentang lo udah balik, lo langsung ngusir kita, ya," gerutu Edwin.

"Bukannya gitu. Bentar lagi Papa gue pasti pulang. Emang kalian mau jadi penonton pertengkaran gue sama Papa gue?" tanya Bram.

"Ya enggak, sih."

"Tapi Bram, gimana kalau Papa lo nanti ngehajar lo habis-habisan?" khawatir Bara.

"Bener, tuh. Karena Papa lo emosi banget, bisa-bisa muka lo dibuat bonyok," timpal Adnan.

Bram kembali tersenyum miring. "Itu mah gampang. Kalau Papa gue ngebuat muka gue bonyok, gue bakal ngambil selca dan upload ke Instagram. Atau enggak, gue langsung live Ig aja? Terus gue cerita deh, 'Liat nih guys muka gue. Hasil karya Papa gue, Syahreza Pradana. Gimana menurut kalian? Muka gue kalau bonyok gini masih ganteng, gak?' Kira-kira itu yang bakal gue lakuin," jelas Bram.

Teman-teman Bram kompak geleng-geleng kepala mendengar rencana gila Bram.

"Tapi kalian tenang aja. Gue yakin Papa gue gak bakal ngelakuin itu. Dia kan peduli banget sama opini publik. Kalau tiba-tiba gue izin sakit dari sekolah setelah ngebuat onar atau gue muncul dengan muka bonyok, pasti bakal banyak spekulasi-spekulasi yang muncul dan nyudutin Papa gue. Paling dia cuma ngasih gue beberapa tonjokan nanti."

👿😇👿

"BRAMASTA!"

Bram tersenyum miring mendengar suara sang Papa yang memanggilnya dengan penuh emosi. Teman-temannya baru pulang beberapa belas menit yang lalu, sementara Bastian sudah ia tidurkan beberapa saat yang lalu.

Bram melangkah keluar menyambut kedatangan Papanya.

Bugh!

Satu bogeman mentah segera mendarat dengan keras di wajah Bram. Bram yang sudah menduga hal itu hanya tersenyum tipis dan mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Apa-apaan kamu, hah?! Belum cukup masalah tempo hari, kamu malah ngebuat masalah yang lebih besar hari ini! Mau kamu apa, sih?! Kamu mau ngerusak reputasi Papa, hah?!" marah Papa Bram.

Bram menatap Papanya dengan berani. "Aku cuma mau Papa sedikit lebih peduli sama keluarga Papa! Terutama Bastian! Dia selalu nangis karena mau ketemu sama Papa, tapi Papa gak pernah peduli sama dia!"

"Papa itu sibuk! Kamu seharusnya ngerti!"

"Iya, tahu. Papa emang sibuk. Tapi sesibuk-sibuknya Papa, Papa selalu ada waktu buat jalan dan makan sama artis-artis cewek. Tapi untuk keluarga, Papa selalu bilang gak ada waktu."

"Dan apa kata Papa di Interview tadi? Setiap ada waktu luang, Papa selalu berusaha untuk berkumpul bersama anak-anak Papa? Hah, serius. Bener-bener bullshit!"

"Kamu!" Papa Bram bersiap untuk melayangkan kembali tinjunya pada Bram.

"Silahkan Papa pukul aku sesuka hati Papa, tapi jangan salahin aku kalau nantinya aku bakal cerita tentang hal ini ke sosmed. Semua orang akan terkejut mengetahui seorang Syahreza Pradana ternyata suka mukulin anaknya," ancam Bram.

Papa Bram seketika menghentikan tangannya dan mendengus.

"Kamu!" Papa Bram menunjuk Bram dengan dada naik turun menahan emosi. "Kali ini, Papa maafin kamu, tapi awas aja, kalau kamu ngebuat masalah lagi!" lanjutnya.

Papa Bram kemudian berlalu dari hadapan Bram dan masuk ke kamarnya dengan pintu yang ditutup dengan kasar. Sementara itu, Bram hanya menatap pintu kamar sang Papa dengan datar.

👿😇👿

To be continued