Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 6 - Meeting and Coffee

Chapter 6 - Meeting and Coffee

Waktu sudah menunjukan pukul 18.30 ketika Januar keluar dari Sekretariat BEM Fakultas hanya untuk mengambil buku catatan kuliahnya yang tertinggal. Ya, karena ini adalah masa tenang menjelang pemilihan, Januar menghindari sejauh mungkin kontak dengan BEM, termasuk Adam yang saat itu berada di dalam sekretariat. Di hari biasa, kedua aktivis kampus itu selalu bertukar pikiran akan apapun.

Januar merogoh ponselnya begitu melewati koridor menuju area parkir fakultas, Ia ingat belum mengkonfirmasi janji dengan Adri malam ini, padahal Ia sudah meminta kontak Adri sepulang praktikum tadi siang.

[WhatsApp]

(Darren Januar W)

Adri, ini Januar, malam ini jadi, ya? Aku jalan dari fakultas.

Tak lama kemudian, muncul balasan dari Adri

(Adriana Gerrie)

Okay, Aku di meja deket jendela

(Darren Januar W)

Oke, meluncur!

Januar mempercepat langkahnya. Sesampainya di area parkir, Ia langsung melajukan mobilnya ke coffee shop sesuai perkataan Adri kemarin.

Sesampainya di coffee shop, Januar memarkirkan mobilnya di parkiran dekat gedung rektorat karena area parkir coffee shop itu sudah penuh. Maklum, ini hari jumat, hari terakhir kuliah, banyak mahasiswa menghabiskan waktu malamnya disini jika tidak kembali ke rumah masing-masing.

Januar masuk kedalam coffee shop itu. Kedatangannya segera menjadi spotlight para pengunjung kedai itu. Tampaknya popularitas Januar meningkat setelah acara debat paslon BEM kemarin.

Januar memutar matanya mencari sosok Adriana yang akan ditemuinya malam itu. Beberapa menit kemudian, Ia mendapati seorang wanita mengenakan blazer abu-abu tengah duduk dan mengetikkan sesuatu di laptopnya. Itu Adriana.

"Adri!" sapa Januar ramah.

"Oh, hai, Januar."

Januar menarik kursi disamping Adriana disampingnya, lalu menaruh barang bawaannya dimeja.

"Lagi sibuk?" tanya Januar berbasa-basi. Sudah jelas Adri sedang sibuk, grafik dan tabel excel itu sudah menjelaskan semuanya.

"Hah? Enggak kok, lagi ngedit data aja sedikit," elak Adri sembari menutup laptopnya.

"Maaf ya, jadi ganggu kayaknya," ujar Januar sembari menggaruk tengkuknya canggung.

"Gak masalah, mau pesan dulu atau mau langsung diskusinya?"

"Hmm, assertive people," batin Januar.

"Aku pesan dulu deh, Kamu mau apa?"

Adri menggeleng, "Oh gak usah, tadi udah pesan satu minuman, belum datang aja."

"Oke."

Januar kemudian menghampiri tempat pemesanan kedai kopi itu, Ia tampak melihat-lihat menu dessert yang disajikan kafe itu.

"Mbak, lemon cake dua ya, sama manual brew V60."

"Oke, kopinya mau yang mana, Mas?"

Januar melihat-lihat beberapa toples kaca berisi berbagai single origin biji kopi yang didominasi oleh jenis Arabika itu.

"Flores bajava honey ya, meja 7."

"Oke, totalnya jadi 34.500, Mas."

Selesai dengan pesanannya dan membayar, Januar kembali ke meja tempat Adriana duduk dan Ia menaruh barang-barangnya disana.

"Sorry lama." ujar Januar.

"Gak kok." balas Adri sembari menuangkan kopi dari French Press ke dalam cangkir yang lebih kecil lagi.

Januar mengerutkan dahinya, "Kamu pecinta kopi juga?" tanyanya.

Adri menoleh cepat ke arah Januar dan mengangguk, "Iya, this one my favorite, Arabica Puntang," ujarnya antusias.

Januar tersenyum, sepertinya Ia akan mudah akrab dengan wanita dihadapannya ini. Pasalnya, Januar juga seorang pecinta kopi.

"Jarang banget ya perempuan suka kopi murni, Aku juga pecinta kopi," ujarnya memulai basa-basi.

"Oh ya? Keren dong, Kamu suka bean apa aja?"

Januar tampak berpikir, "Banyak sih, tapi top tiernya Flores Bajava Arabica, processing honey," jawab Januar.

Adri meletakan cangkir kecil itu setelah selesai meminumnya, "Honey ya, minggu lalu Aku ikut workshop proses pengolahannya di Puncak."

"Oh iya? Baru tau ada kebun kopi disana."

"Sama sih, identiknya kan selama ini sama teh."

Januar hanya mengangguk, karena seorang pelayan datang membawa pesanan Januar.

"Makasih, Mbak."

"Nih, buat Kamu. Aku gak tau taste Kamu sih, tapi lemon cake itu standarku kalau traktir temen, hehe," ujar Januar sambil menggeser sepiring kecil lemon cake itu ke Adri.

"Eh, kok dibeliin?"

"Gak apa-apa, itung-itung makasih udah luangin waktu hari ini, Aku paham Kamu sibuk banget," ujar Januar sembari tersenyum manis. Entah mengapa perasaannya menghangat setelah membicarakan kopi dengan Adri.

"Santai aja, Kamu lebih sibuk pasti, aktivis gitu loh. Makasih ya, Aku juga suka lemon cake," balas Adriana tersenyum.

Perasaan Januar kembali menghangat.

"Anyway Dri, back to the topic. Kemarin pertanyaan Kamu pas debat itu bikin Aku, Gandhi dan mungkin Erlang Fatan mikir soal banyak hal yang gak terpikir sebelumnya, thanks for that."

"No problem, bakal bagus kalau itu jadi masukan buat BEM kedepannya, dan Fakultas Teknik secara umum."

"Sure. Pertama soal kesenjangan sosial bidikmisi," ujar Januar terpotong karena Ia mengambil notesnya di tas.

"Kemarin Kamu tanya kira-kira root problemnya apa, kan? Nah jujur Aku juga belum paham kenapa sebenernya beasiswa bidikmisi itu banyak yang gak tepat sasaran," ujar Januar.

"Sementara ini, yang Aku tangkep, ada pemalsuan data."

Adri tampak berpikir, Ia menumpukan dagunya di atas tangannya yang mengepal, "Menurutku ya Jan, masalahnya jauh lebih dari itu."

Januar menyimak kalimat Adri selanjutnya.

"Pertama, filter dari kementerian dan universitas mungkin gak se detail itu, dan ketika data applicants masuk, verifikasinya gak tepat, jadi terjadilah seolah pemalsuan data. Memang sih kita juga gak memungkiri nasib sebuah keluarga bisa berubah, tapi menurut Aku, BEM kedepannya harus aware masalah ini, ngasih setidaknya feedback ke fakultas atau univ dalam bentuk laporan lapang real. Kita gak berharap orang-orang yang ketahui seperti itu dicabut beasiswanya, enggak, tapi ..."

"Evaluasi beasiswa selanjutnya," ujar Adri dan Januar kompak. Mereka sudah bisa menyamakan frekuensi sampai sini.

Diskusi itu terus berlanjut dengan berbagai topik serius dan tidak serius bahkan random yang dilontarkan kebanyakan oleh Januar. Keduanya bahkan sudah tertawa akrab malam itu hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Coffee shop itu akan segera tutup.

Januar dan Adri bergegas membereskan barang bawaan mereka dan berjalan beriringan keluar kedai.

"Kamu bawa kendaraan?" tanya Januar.

"Iya, Aku bawa mobil, parkir di depan rektorat sana, tadi penuh disini."

"Oh, sama atuh, Aku juga parkir disana," ujar Januar, tanpa sadar Ia mengeluarkan logat sundanya.

"Kamu orang sunda Jan?" tanya Adri dengan logat yang tidak kalah sunda juga.

"Iya, asli Bandung Aku mah, ai Kamu? Orang sunda juga?"

"Gak keliatan orang sunda sih Kamu. Iya, Aku dari Bogor."

"Oalah, sama Kamu juga gak keliatan orang sundanya."

Mereka terus mengobrol sampai Adri berhenti di depan mobilnya yang terparkir beberapa petak didepan mobil Januar.

"Aku duluan, Jan," pamit Adri.

"Oke, take care, makasih banyak udah luangin waktu, let's meet again Dri," ujar Januar antusias. Ia kemudian menunggu Adri masuk ke mobil dan melajukan mobilnya.

Adri membunyikan klakson ketika mobilnya melewati Januar. Januar melambaikan tangannya sembari tersenyum.

"It's a great day to meet you, Dri," ujar Januar dalam hati.