Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 10 - Sepak Terjang

Chapter 10 - Sepak Terjang

Adri terkejut dengan kalimat Theo itu, namun Ia tidak sempat menjawabnya karena dosen mereka sudah kembali melanjutkan presentasi bahan ajarnya. Alhasil, Theo tersenyum puas karena berhasil menggoda sahabatnya itu.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang. Adri dan Theo memanfaatkan jam istirahat itu untuk makan siang, hanya saja Adri shalat terlebih dahulu, meminta Theo untuk menandai satu kursi di kantin untuknya. Maklum, kantin Fakultas Teknik itu selalu ramai dan penuh di jam-jam seperti ini karena pengunjungnya bukan hanya dari satu fakultas.

"Yo, udah pesen makan belum?" tanya Adri ketika sudah kembali dari mushala.

"Udah, Gue pesenin nasi soto."

"Oke."

"Lo di paralel berapa nanti nge aspraknya?"

"Paralel 3."

"Haha, sabar-sabar aja deh Lo di paralel itu, heboh-heboh anaknya, tapi kerjanya cepet."

"Oh gitu? Baru pertama sih ini, Gue switch schedule sama Vania soalnya."

"Kenapa si Vania?"

"Katanya dia gak bisa karena ada urusan di HIMA bareng Jeffrey, harus keluar kampus katanya."

"Oh iya ya dia aktivis, lupa Gue."

Adri hanya mengangguk sebagai respon. Ia lantas memeriksa ponselnya barangkali ada notifikasi penting.

"Dri ..." panggil Theo mengalihkan perhatian Adri dari ponsel.

"Kenapa?"

"Lo gak penasaran kenapa Gue bisa tau Lo jalan sama Januar kemaren?"

Adri menghela nafas berat, "Yo, kenapa Lo tiba-tiba bahas begituan sih? Gak biasa banget."

"Emang kenapa? Jarang-jarang kan kita bahas masalah pribadi? Lo share lah ke Gue masalah beginian, Gue bukan cuma temen lomba Lo," ujar Theo.

Adri menaruh ponselnya ke dalam tas, "Emang apa yang mau Lo denger dari Gue?"

"Ya ... anything, how can you go with him, setau Gue Lo gak akrab sama dia?"

"Lo tau kan dia ngajak Gue diskusi setelah debat BEM?"

"Yang pas ada Bang Adam?"

"Iya, abis itu ya kita beneran diskusi banyak hal, dan ... jadi lumayan akrab?"

Theo mengangguk, "Terus gimana ceritanya akrab sampe pulang bareng?" tanyanya lagi. Theo sudah seperti sedang mewawancarai seseorang sekarang.

"Kemaren dia minta ditungguin selama pemungutan suara."

Theo tersedak es teh tawarnya.

"A ... apa? Di ... ditemenin? Anjir geli."

"Gak literally ditemenin juga sih, dia bilangnya bisa stay disini dulu sampe selesai gak gitu."

"Oh, kirain. Terus gimana?"

"Ya ... gak gimana-gimana, dia ... dia duduk aja sambil liatin pemungutan suara, terus Gue input nilai."

Theo menganggukkan kepalanya, "Menurut Lo, itu masuk kategori dating gak?"

Adri mengerutkan dahinya, "Dating darimana sih Yo?"

"Ya ... dating, nungguin doi selesai sama kerjaannya, terus Lo berdua pulang bareng kan?"

"Emang ada yang spesial dengan pulang bareng dan dibeliin makan?" ujar Adri sedikit 'nge-gas' dan sepertinya Ia keceplosan perkara dibelikan makan.

Theo mengetuk meja makan kantin itu, "Kan, liat, sampe dibeliin makan, Lo pikir-pikir deh Dri, wajar gak kalo dia gak ada apa-apa?"

"Ya emang ada apa-apa," batin Adri.

"Serah Lo deh, tapi gimana Lo bisa tau Gue pulang bareng dia?"

"Gue makan di Hokben bareng adek Gue, pas di parkiran ngeliat Lo berdua di drive thru. Ah harusnya Gue foto biar viral."

Adri menggelengkan kepalanya, "Gak bang Adam, gak Lo, sama aja."

"Balik badan, arah jam 2," ujar Theo tiba-tiba.

Adri tidak banyak bertanya, Ia tahu itu perintah, langsung saja Ia berbalik badan dan melihat Januar sedang berjalan ke arahnya dan Theo bersama Gandhi.

"Santai aja santai, kikuk amat Bu," goda Theo yang langsung mendapat lirikan tajam dari Adri.

"Hai, para mapres!" seru Gandhi heboh, kemudian Ia dan Januar mengambil tempat di samping Januar dan Adri, namun meja mereka terpisah.

"Untungnya," batin Adri lega.

"Ciee yang baru kepilih auranya beda ya emang," goda Theo yang disambut tawa tipis Gandhi dan Januar.

"Udah makan belum kalian?" tanya Januar, matanya melirik Adri yang terdiam saja sedari tadi.

"Ini lagi nunggu, dari tadi," jawab Adri cepat.

"Oke, selamat nunggu dan selamat makan ya," final Januar sembari tersenyum tepat ke arah Adri sebelum melanjutkan obrolan seriusnya dengan Gandhi.

****

Praktikum di parallel tiga yang dikoordinir oleh Adri sedang berlangsung. Seperti kata Theo, kelas parallel itu benar-benar ribut hingga Adri sedikit kesulitan mengontrol perhatian para praktikannya itu. Hingga akhirnya mereka sampai di tahap akhir, yaitu menunggu reaksi enzimatik yang mereka lakukan selesai. Tahap itu memerlukan waktu sekitar satu jam sebelum akhirnya mereka memisahkan hasil reaksi dan mengukur kepekatan warnanya dengan instrumen spektrofotometer.

Seperti hari-hari sebelumnya, waktu menunggu seperti itu dimanfaatkan oleh para mahasiswa untuk mengerjakan laporan, tugas lain, atau bahkan mengobrol.

"Eh akhirnya ya ketua BEM FT periode ini kepilih, udah Gue duga sih Kak Januar-Gandhi yang menang," ujar salah satu mahasiswa. Adri diam-diam tertarik mendengarkan pembicaraan mereka.

Adri pun menarik kursi dan duduk ditengah-tengah mereka, karena Ia juga sama-sama tidak memiliki pekerjaan lain selain menunggu reaksi enzimatik itu selesai.

"Kak Adri, menurut kakak gimana ketua sama waka BEM baru kita?" tanya orang yang sama tiba-tiba begitu Adri duduk dihadapannya.

"Hmm ... mereka kayaknya visioner dan strategist ya, tanpa membandingkan dengan paslon yang satu lagi."

"Kak Adri bilang gitu Gue jadi yakin Tekpang bisa lebih solid haha."

"Kalian tim Januar-Gandhi dong?" tanya Adri.

"Oh iya dong Kak, kita timsesnya loh."

"Oh gitu."

"Menurut kalian Januar Gandhi gimana emang sampai kalian bersedia jadi timses?" ujar Adri penasaran. Bukan apa-apa, bisa dibilang sekarang Adri sedang berhutang jawaban kepada Januar. Karenanya, Ia berusaha mempelajari seperti apa Januar itu.

"Pertama, Kak Januar ganteng," celetuk salah satu mahasiswi berambut pirang yang langsung disoraki oleh keempat orang di lingkaran itu.

"Plis ya, kita bukan lagi voting visual idol nih mohon maaf."

"Heh gak usah munafik ya Lo pada, ada yang bilang Kak Januar gak ganteng? Kak Gandhi juga?"

"Ya enggak sih, cuma kan bukan itu konteks yang dimaksud Kak Adri ya, Ningsih!"

"Ya suka-suka Gue dong Siti!"

Adri hanya tertawa mendengar perdebatan antarpraktikannya itu, "Kok jadi berantem kalian. Oke, pertama Kak Januar ganteng, terus apalagi?" ujarnya menengahi. Dalam hati, tentu Ia mengiyakan perkara ketampanan Januar.

"Dia berpengalaman, Kak. Dari semester satu udah aktif di HIMA Teknik Industri, jadi Sekretaris 2."

"Wow, and then?"

"Iya kak, terus dia tuh aktif di conference seputar leadership, camp-camp leadership, terus yang paling keren, dia pernah ikut Leadership Volunteer Program dari UNICEF ke Afrika tahun lalu," lanjut praktikan itu menggebu-gebu.

"Keren keren, terus apalagi nih?"

"Oh! Dia juga andalan dosen, kating, dan alumni Kak, dia sering megang proker-proker strategis gitu di BEM atau HIMA dulu, pokoknya kalau dia sekarang jadi Ketua BEM, orang-orang gak heran deh."

"Iya bener, yang pernah kerja bareng dia pasti tau deh style kerja dia tuh kekeluargaan, fleksibel, tapi tegas dan goal-oriented. Dia tuh ambis dan idealis tapi gak ketara gitu, menurut Gue ya."

Adri mengangguk antusias, "Keren, kenapa Gue gak tau sama sekali sepak terjang dia selama ini?" batinnya sembari tersenyum miring.