Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 9 - Need Time

Chapter 9 - Need Time

Adri menghempaskan tubuhnya diatas kasur begitu Ia sampai ke kamar kost nya diantar Januar. Gadis itu cukup lelah hari ini dan ingin segera tidur, namun matanya tertuju pada rice box Hokben yang dibelikan oleh Januar tadi. Dengan malas, Ia pun bangkit dan duduk diatas meja belajarnya.

Adri tersenyum ketika membuka rice box itu, entah kenapa sudah dua kali makanan pemberian Januar itu sesuai dengan seleranya. Kemarin lemon cake, sekarang nasi teriyaki dan suki. Adri kemudian menyuapkan satu sendok ke mulutnya, dan sensasi makanan itu ternyata berbeda. Sangat tidak masuk akal memang, tapi itulah yang Adri rasakan.

Ditengah kegiatan makannya, ponsel Adri berdering.

Darren Januar - Ketua BEM is calling ...

Adri menuntaskan kunyahannya sebelum mengangkat panggilan itu

"Ha ... Halo?" sapa Adri sedikit terbata.

"Ya, halo? Aku udah sampe nih, random aja sih ngabarin, gak jelas ya? haha."

Adri tiba-tiba menjadi kikuk, Ia benar-benar tidak biasa menghadapi situasi seperti ini, "Oh? Gak kok ... yaudah sekarang istirahat," ujarnya kemudian.

"Iya. Kamu udah makan rice box nya?"

"Ini lagi makan."

"Oh gitu, yaudah dilanjut makannya. Makasih ya."

Adri mengerutkan dahinya, "Untuk?"

"Udah nemenin tadi pas pemungutan suara."

"Santai aja, bukan apa-apa kok."

"Tapi di Aku itu apa-apa."

"Oh really?" tanya Adri datar.

"Yes. Dan jangan lupa ... Aku masih nunggu respon soal pernyataanku tadi Dri."

Adri menelan salivanya, Ia bukannya tidak ingat pernyataan Januar soal untuk lebih dekat satu sama lain itu, "I need some time, Jan."

"Iya, Aku paham."

****

Hari berikutnya berjalan seperti biasa untuk Adri, kuliah dan asistensi praktikum. Oh hanya saja hari ini Ia ada janji dengan Theo dan Ravi untuk membahas kelanjutan penelitian mereka jam 3 sore ini.

Setibanya di kampus, Adri segera berjalan menuju ruang kelasnya. Namun tepat di depan koridor, Ia melihat kumpulan pengurus BEM dan HIMA didepan sekretariat BEM. Belasan orang itu sebenarnya tidak menutupi jalan, Adri masih bisa melewatinya, namun Januar ada disana. Adri yang merasa awkward jika harus menghadapi Januar memilih untuk memutar jalan.

Tapi baru saja Ia hendak memutar jalan, Yola yang turut serta dalam perkumpulan pengurus HIMA itu memanggilnya. Otomatis Adri tidak bisa berbuat banyak karena sahabatnya itu sudah berlari menghampirinya.

"Ayo kelas bareng," ajak Yola sembari menggandeng tangan Adri. Adri hanya pasrah, Ia harus memasang ekspresi apa nanti ketika berpapasan dengan Januar. Tidak mungkin Adri membuang muka dan pura-pura tidak kenal, kan?

Di sisi lain, Januar sudah memperhatikan interaksi Yola dan Adri itu dari jarak sekian meter. Saat keduanya berjalan mendekati tempatnya berdiri, Januar semakin intens memperhatikan Adri, namun Adri tampak masih mengobrol dengan Yola tanpa melihat kearahnya.

"Bang Januar! Duluan ya," ujar Yola setengah berteriak.

Januar sontak saja mengubah ekspresinya.

"Oh iya! Semangat kuliahnya!" balas Januar untuk Yola, namun matanya tetap melihat ke arah Adri yang juga melihatnya tanpa ekspresi.

"Jan, udah kumpul semua nih anak-anaknya, kecuali yang Tekpang katanya ada kuliah," lapor Renatta.

"Oh gitu? Yaudah gak papa, kita lanjut aja dulu rapatnya, jangan lupa di record ya. Ini bukan rapat sih sebenernya, Gue cuma mau nyampein beberapa informasi penting dari Bang Adam, jadi gak ada musyawarah."

"Oke, Jan."

Januar kemudian berdiri dihadapan belasan perwakilan BEM dan HIMA empat departemen itu. Ia menyampaikan beberapa pesan dari Adam untuk mempercepat pembuatan LPJ dan sidang akhir.

"Jadi gitu ya, deadline nya maju dalam tiga hari kedepan, karena katanya mau ada acara tambahan setelah pelantikan sama alumni, Bang Adam mau setelah acara itu udah gak ada PR lagi di kita atau kepengurusan dia."

"Tiga hari apa gak kecepetan, Jan?" tanya Vania, Sekretaris HIMA Tekpang yang mendampingi Jeffrey siang itu.

"Bisa kok, Van, di database BEM record aktivitas sama laporan per event udah lengkap, kalian tinggal compile sama atur sedemikian rupa aja biar lebih sistematis," ujar Januar sembari tersenyum.

"Oh, Gue baru tau, BEM ternyata lebih rapi dari HIMA nya ya."

Januar hanya tersenyum, kemudian Ia mengakhiri koordinasi itu setelah dipastikan tidak ada pertanyaan lain.

"Jan, kumpul sama Bang Adam jam berapa?" tanya Gandhi begitu kumpulan mahasiswa itu bubar.

"Jam empat Gan, di Sekret."

"Oke, kita jadi kan bahas rencana struktur organisasi?"

"Iya jadi, Gue udah dapet sih nama-nama potensialnya, nanti kita diskusi aja habis kelas kedua, abis dzuhur."

"Oke, berarti pelantikan empat hari lagi, kan?"

"Iya, PR kita banyak Gan, siap-siap ya."

"Yoi, udah gak bisa gerak bebas nih Gue, but still ya, Gue excited banget."

"Bagus deh, sementara ini kita harus udah ada nama-nama yang megang 9 departemen, abis itu kita bakal diskusikan buat sistem oprec sama mereka, Gue targetkan kita oprec setelah acara dengan alumni itu," jelas Januar.

"Setuju, ntar kabarin Gue ya kalo Lo udah kelar, Gue gak ada praktikum soalnya hari ini, takut ketiduran."

"Haha, siap!"

****

Di sisi lain, Adri tidak fokus mengikuti kelas Teknologi Fermentasi Pangan pagi itu. Entah mengapa pikirannya berputar-putar tentang bagaimana sikapnya dihadapan Januar. Seperti cerita tempo hari lalu dengan Adam, Adri sangat menjaga reputasi alias image nya, termasuk dihadapan Januar.

Adri berpikir apakah tadi Ia keterlaluan tidak menyapa Januar padahal pria itu sudah memperhatikannya dari jarak sekian meter, namun Ia justru berpura-pura membuka topik obrolan dengan Yola. Alhasil sahabatnya itu yang menyapa Januar dan Ia tidak melakukan apa-apa.

"Dri, gak fokus Lo? Kenapa? Ngantuk?" tanya Theo ketika dosen mereka menjeda kuliah selama sepuluh menit.

"Iya nih, gak tau kenapa," bohong Adri. Ia kemudian meraih tumblr nya untuk meneguk air, berharap pikirannya itu bisa kembali fokus.

"Ayo Dri, fokus! Gak usah dipikirin, dia masih ngeliat Lo tadi walaupun ngomongnya sama Yola," batin Adri.

"Dri, tadi prof Ravi chat Gue, katanya beliau minta kita nyari beberapa data pendukung sebelum bimbingan."

"Oh ya? Apa aja?" tanya Adri. Ia segera bersiap menuliskan di buku catatannya.

"Bentar."

Theo membuka ponselnya, mencari riwayat percakapan dengan dosennya itu.

"Trend konsumsi plant-based protein, korelasinya sama public health di apa aja, dan kalo ada preference map konsumen," ujar Theo mendiktekan chat dari Ravi.

Adri mengangguk paham, "Sensory profile agak susah sih Yo ini, Gue pernah nyari dan gak lengkap gitu datanya."

"Emang gimana karakteristik data yang Lo temuin itu?"

"Cuma tes dua atribut, dan gak ada tekstur, padahal tekstur itu kan yang selalu jadi masalah di produk-produk plan-based protein, termasuk produk terakhir kita, rasanya belum menyerupai daging sapi."

"Iya bener, tapi Gue tuh pernah nemu jurnal Dri, eh bukan jurnal gitu."

"Apa dong?"

"Kayak perusahaan pangan besar di Belanda yang dia itu selalu ngasih insight soal marketing trend industri pangan, dan tahun ini mereka udah ngeluarin, ada plant-based meat disitu."

"Terus ada preference map atau sensory profile?"

"Iya ada, tapi cuma nyebutin satu per satu karakteristik yang diinginkan itu gimana, gak sampe di plot dalam spider web."

Adri tampak berpikir, "Boleh juga sih kita pakai itu sementara buat bimbingan nanti, karena kita juga ada baiknya approach dari sisi market, bukan cuma riset dan pengembangannya secara sains aja."

"Setuju Dri. Oke Gue cari dulu filenya ya."

"Sip Yo."

"Btw Dri, Lo ngapain aja kemaren di aula?" tanya Theo tiba-tiba.

Adri terkesiap, "Hah? Gue ... nonton itu pemungutan suara, nungguin Yola," ujarnya gugup.

"Oh, tapi baliknya sama Januar?"