Chereads / Ketika Dia Selingkuh / Chapter 6 - Tak Bisa Melupakannya

Chapter 6 - Tak Bisa Melupakannya

"Sebentar, bukan aku bermaksud memotong kebahagiaan kamu. Boleh aku sholat dulu?"

Dhea Mengangguk.

Beruntung hanya tinggal beberapa karyawan di lantai dua, Andini melirik keluar, sepi, yah hari jumat. Seperti biasa, setiap hari Jumat kebanyakan karyawan untuk pulang lebih cepat. Ada tiga orang staff Andini di lantai dua, bagian Administrasi, dan dua orang Account Officer sama seperti Dhea. Namun mereka telah lebih dahulu berpamitan.

Dan Dhea memang menjadi special di mata Andini. Dhea memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya. Berbeda dengan dua Account Offcer nya yang lain. Mereka cenderung lebih tak pernah mendengarkan masukan Andini dan terkesan bekerja lebih pada mengikuti emosi ketimbang perasaan, sering nggak berhasilnya ketimbang berhasil.

Beberapa menit kemudian Andini telah kembali, Dhea masih duduk di kursi berhadapan dengan meja Andini.

"Dhea, nggak sholat?" tanya Andini memakai kacamatanya kembali dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Dhea menggeleng, Andini hanya tersenyum. Setidaknya ia telah mengingatkannya.

"Dhea, aku pikir kamu nggak akan ngelakuin aksi nekat kamu itu. gimana kalau terjadi sesuatu sama kamu?, Jangan kamu ulangi lagi yah hal kayak gini, bahaya untuk kamu."

"Oke, Mbak. Kalau aja Mbak ketemu sama Pak Sasongko, Hmmm.. aku yakin Mba nggak bisa berkutik di depannya. Benar sih kata orang, kalau dia itu bisa membuat orang disekitarnya membeku dengan tatapannya itu, kecuali aku." Dhea memegang kerah kemejanya. Andini geleng-geleng kepala.

"Oke, kita lanjut pembahasan ini diluar kantor yah. Gimana kalau kita cari makan, aku lapar neh." Andini mematikan notebook.

"Oke, sip!" Dhea mengangkat dua ibu jarinya, membantu membenahi peralatan kerja Andini.

"Mbak, nggak di jemput sama Mas Raka?"

"Kita janjian di tempat makan biasa."

"Oke.." Dhea manggut-manggut.

Mereka berjalan beriringan menuruni anak tangga yang curam, gedung ini memiliki bangunan empat lantai, lantai satu tempat customer service, lantai dua tempat Teller dan ruang kerja Andini, lantai tiga ruang Account Officer, Back Office dan Manager of Branch sementara lantai empat terdapat pantry dan ruang administrasi serta staf lainnya.

"ANDINI" teriak suara dari lantai tiga. Andini menghentikan langkahnya. Suara langkah kaki terdengar dengan keras. Dhea mendongak, mengamati ke atas tangga.

TOK.. TOK.. TOK..

"Mas Argo." Sapa Dhea, tersenyum.

"Hai Dhea, udah balik neh." Argo telah berdiri di hadapan mereka.

"Iya Mas, belum pulang?" tanya Dhea senyam-senyum sesekali melirik kearah Andini.

"Sebentar lagi." Jawabnya kalem, senyuman itu. Dhea selalu suka melihat Argo tersenyum, menurutnya terlihat manis dengan bola mata yang menyipit. Andini mengamati Dhea, Argo pun hanya tersenyum melihat Dhea menatapnya tanpa berkedip.

"Andin, udah mau pulang?" tanya Argo ke Andini.

"Iya." Jawab Andini singkat.

"Ini, buat kamu." Argo memberikan bungkusan ke Andini, Dhea mengambilnya dengan cepat. Karena ia sangat paham dengan Andini. Pasti ia akan menolaknya.

"Makasih Mas Argo." Dhea meringis.

"Makasih yah." Kata Andini.

Tatapan Argo ke Andini, Ah Dhea makin menyukainya. Tatapan itu terlihat sekali betapa Argo sangat mengharapkan Andini. Cinta yang sangat mendalam, namun lagi-lagi Andini, bosnya itu sekaligus sahabatnya kini selalu dingin terhadap Argo.

"Baiklah, kami duluan ya." Andini berpamitan. Argo hanya mengangguk tak berkedip menatap kepergian Andini. Dhea menoleh ke belakang, tersenyum lagi, namun Argo tak memperhatikannya.

"Mba, kenapa sih selalu bersikap dingin sama Mas Argo. Kelihatan loh dia itu suka sekali sama Mba. Sepuluh kali Mba menolaknya dan dia nggak nyerah."

"Dhea, kapan Pak Sasongko bertemu kamu lagi?" Andini mengganti topic pembicaraan sambil menurui anak tangga. Di lantai satu seorang satpam dengan cepat membantu membukakan pintu dan memberi salam ke Andini.

Akhirnya Dhea hanya bisa manyun, kalau sudah seperti ini Dhea lebih baik berhenti bicara. Andini selalu tak mau membahas masalah Argo dengan siapapun, termasuk Dhea yang sudah dianggap Andini seperti adiknya sendiri.

"Selamat sore Bu." Sapa satpam itu.

"Sore Pak Anwar, saya duluan yah." Andini memang terkenal sopan dan selalu ramah dengan semua pegawainya. Mobil Andini sudah terparkir di depan kantor, Pak Nano telah siap dan menghampiri Andini, mengambil tas yang dibawah Andini dan meletakkannya di jok belakang. Andini masuk lebih dahulu kemudian Dhea mengikuti.

"Kita ke tempat makan biasa ya, No."

"Baik Bu." Nano, sopir itu membawa Andini dan Dhea ke tempat biasa mereka makan malam. Rumah makan sederhana dekat tempat tinggal Andini.

"Mbak, hm …." Dhea menghentikan kalimatnya ketika ia melihat Andini tengah asyik memainkan handphone. Dhea menyandarkan tubuhnya ke kursi, "Mas Nano, setel radio dong."

"Iya Mbak." Nano memutar volume radio dengan sedikit keras, terdengar lantunan suara merdu Mariah Carey..

I can't live, if living is without you

I can't live, I can't give anymore

I can't live, if living is without you

I can't live, I can't give anymore… (Without You, Mariah Carey)

--------