"Mas Nano, ganti chanel." Dhea memajukan tubuhnya ke depan, Nano menuruti perintah Dhea.
Lintas Jakarta petang ini..
"Ini aja Mas, biar tahu berita lalu lintas di Jakarta."
"Iya Mbak." Jawab Nano dan kemudian kembali konsentrasi menyetir. Suara dari radio terus memberikan informasi tentang lalu lintas di Jakarta, Dhea terdiam sesaat. Memikirkan syair lagu yang baru saja ia dengar. Lagu itu mengingatkan tentang seseorang dalam hidupnya. Andini meliriknya dari samping kiri.
"Hayo, ketahuan ngelamun."
Wajah Dhea memerah seketika, matanya yang besar melebar di balik kacamatanya yang tebal, minus dua belas. Andini menatap Dhea penuh selidik, Dhea hanya mengangkat bahu.
"Mbak, haruskah kita mengorbankan diri kita untuk seseorang yang kita sayangi?" tanya Dhea akhirnya.
"Jangan ngebahas tentang Doni lagi." Andini memotong pertanyaan Dhea.
Andini sangat mengenal Dhea, setahun yang lalu ia pernah terjatuh dan terpuruk setelah disakiti oleh kekasihnya, Doni. Dan memang Dhea tak pernah bisa melupakan laki-laki itu meski berjuta kali ia patah hati. Kedekatan Andini dan Dhea berawal dari seringnya Dhea sharing tentang masalah hidupnya.
Dhea telah menganggap Andini seperti layaknya kakak kandung. Bahkan Dhea tak sungkan dengan Andini untuk merengek meminta Andini menemaninya ketika ia tengah dilanda kesedihan. Hari-hari di luar jam kantor Andini dan Dhea selalu menghabiskan waktu bersama. Nongkrong di kafe, nyalon, berenang, shoping ke Mall dan jalan-jalan keluar negeri.
"Dhea, kamu harus bahagia. Semoga nanti bertemu dengan pangeran tampan yang lainnya." Andini meraih tangan Dhea. Dhea hanya terdiam, mengangguk.
"Sudah sampai Bu." Suara Nano menyadarkan mereka berdua. Nano memperhatikan mereka dari kaca depan. Andini mengangguk.
"Ayo kita makan, aku lapar." Andini membuka pintu mobil meraih tasnya.
"No, ikutan makan yuk?" ajak Dhea ke Nano.
"Terima kasih Mbak, saya masih kenyang."
"Beneran?"
"Iya Mbak Dhea, terima kasih."
"Oke, kita makan dulu ya, No." Dhea turun dari mobil.
Mereka berjalan memasuki restoran sederhana pinggir jalan, sepanjang jalan Hayam Wuruk memang terdapat berjibun penjual makanan dan restoran. Andini memang sengaja mencari tempat tinggal yang tak jauh dari tempat makan. Pengunjung Nampak ramai, pelayan restoran dengan ramah menyapa Andini dan Dhea, membukakan pintu.
Malam sabtu, restoran ramai dari biasanya. Andini menghentikan langkahnya dan melihat ke semua sudut ruangan. Seorang laki-laki melambaikan tangan ke arahnya. Andini membalas.
"Ayo Dhea, di sana." Andini menunjuk ke arah laki-laki itu dan Dhea mengikutinya.
"Hai.." sapa Andini kepada laki-laki itu, Raka.
"Apa kabar Andini?" Raka berdiri mengulurkan tangan dan Andini menyambutnya, mereka bersalaman lama. Sama-sama tertegun. Andini merasa hidupnya berubah seketika. Pria di hadapannya itu, Raka namanya. Hanya ia yang bisa membuat Andini tersenyum sepanjang perjalanan tadi. Dhea masih berdiri termangu memperhatikan Andini.
Dhea sangat mengenal Andini, wanita berdarah dingin di hadapannya itu berubah seratus delapan puluh derajat. Gesture Andini, tatapan matanya, senyuman Andini. Ia benar-benar mencintai laki-laki itu. Dhea menahan nafas, benarkah laki-laki yang kini di hadapannya itu, dia yang selama ini Andini tunggu.
"Dhea, ayo duduk." Andini menarik tangan Dhea. Dhea tersenyum ke Raka, Raka balas tersenyum.
"Apa kabar Dhea?"
"Baik." Jawab Dhea singkat.
"Kemana aja Mas Raka?" tanya Dhea.
"Nggak ke mana-mana kok. Dhea, aku dengar karir mu bagus sekarang."
"Ya iyalah Mas, siapa dulu dong." Raka hanya tersenyum mendengar jawaban Dhea. Dhea memang sedikit sombong dan terlalu percaya diri. Raka masih terus tersenyum melihat Dhea membusungkan dada.
"Jangan bahas masalah kerjaan ya." Andini memotong percakapan Raka dan Dhea, ia tahu Dhea akan panjang lebar kalau dipancing mengenai pekerjaannya. Dhea type gadis yang selalu ingin terlihat beda dan rasa sedikit sombongnya itu membuat Andini tak ingin Raka meneruskan pertanyaannya itu.
Raka telah memesan makanan terlebih dahulu sebelum Andini dan Dhea datang. Seorang pelayan membawa pesanan, dalam hitungan menit semua makanan telah tersedia di hadapan mereka. Seafood dan ikan pepes menjadi makanan favorit mereka. Raka telah lama mengenal Andini, dan ia sangat paham dengan selera makanan wanita di hadapannya itu.
Andini berkali-kali terlihat tersenyum setiap kali berbicara dengan Raka, Dhea mengamati mereka berdua. Raka memang laki-laki sempurna, tampan, putih dan gagah. Dengan hanya mengenakan sweater saja, Dhea bisa melihat betapa tubuhnya terlihat kekar. Senyuman itu, Dhea sekarang paham mengapa Andini tak bisa melupakan Raka. Dhea mengakui sebagai wanita, siapa yang tak menyukai sosok Raka. Bruce Willis ala Indonesia, gumam Dhea menyantap makanannya dengan lahap sesekali melirik Raka yang duduk di depannya itu.
Mereka bertiga asyik dengan pikiran masing-masing sambil menyantap hidangan dengan lahap. Andini tak bisa menutupi perasaannya bertemu kembali dengan Raka. Raka seakan ingin memperlihatkan kesungguhannya kepada Andini. Dhea, masih ragu dengan Andini dan Raka, benarkah mereka akhirnya bertemu kembali setelah sekian lama berpisah.
Bersambung ...