"Iya gua beli apartemen baru, buat gua tidur lah, kan rumah gua rame, ga bisa istirahat tenang aja gua,"
"Oh gitu, lah terus jogging gua gimana?" Tanya Rania sambil melempar tas ke kursi.
"Bareng gua aja gimana?"
~~~
Rania menoleh ke belakang. Ternyata yang menyaut pembicaraannya adalah Abi, dengan senyum khasnya.
"Lu beneran mau jogging bareng gua?"
"Iya gua mau," balas Abi sambil jalan mendekat.
"Gausa deh mending ntar lu malu lagi jogging ama gua, gua kan jelek,"
Abi menyejajarkan pandangan menatap lekat mata Rania dan berkata.
"Gua suka cewe bukan dari fisik kok, tapi dari sini," ucap Abi sambil menunjuk dada.
Rania auto blushing, Diana dan Ajeng cuma bisa menunjukkan ekspresi bulan gosongnya.
'Ya tuhan apa ini kenapa melenceng ke cingtah cingtah, ekspresi gua tolong' batin Rania.
"E..eh..ohh.ya,"
Brak..
Pintu ruang kelas di tendang oleh mulut dugong, si Dancelia dan para kacungnya. Semua orang yang berada di kelas tatapan langsung menuju kepada mereka.
"Hei sayang, kamu lagi di godain sama cewe ini ya," teriak Dancelia sambil berjalan ke arah Abi.
"Lu ngapain disini, kan udah gua bilang jangan temuin gua lagi, sini lu," Abi menarik paksa tangan Dancelia.
Rania menatap bingung sekaligus aneh, karen Abi terlihat membicarakan sesuatu dengan Dancelia.
Setelah Abi berbicara, Dancelia dan para kacungnya pergi tanpa perlawanan. Aneh bukan? Mungkin mereka kebelet buang air, positif thingking. Tak lama Abi kembali menghampiri Rania.
"Maaf ya tadi ada gangguan sedikit, btw Minggu gua jemput oke, bye!" Setelah Abi berucap, dia langsung duduk di tempatnya, tanpa mendengar jawaban Rania. Rania hanya senyum mengiyakan.
Tak lama kemudian pelajaran di mulai. Banyak juga kegiatan bervariasi di kelas, ada yang makan sembunyi, ada yang tidur, dan ada yang ngupil, beda dengan Rania, ia tetap mendengarkan penjelasan guru meskipun tidak tahu maksutnya.
Bel istirahat tiba, Rania sengaja tidak membawa bekal karena ia berharap Abi menawarkan istirahat bersama di kantin. Ternyata memang realita tak seindah ekspetasi, Abi keluar kelas tanpa mengajak Rania. Ada yang berubah? Entahlah.
'Lah gua ga di ajak ngantin, sialan ga bawa bekal lagi gua, bodo ah sendirian aja' batin Rania langsung berdiri.
"Woi mau kemana lu?" tegur Ajeng
"Mau ngantin,"
"Nitip dong air putih botol,"
"Gamau, lu masih punya kaki,"
"Sialan,"
Rania berjalan gontai ke kantin, karena terus-terusan menundukan kepala, Rania merasa tertubruk badan orang.
"Eh maa-" Rania mendongak dan melihat keatas ternyata Abi.
"Nih gua beliin roti sama minum, gua tau lu sibuk makanya gua bawain aja," ucap Abi dengan senyuman.
'Hai jantung apa kabar? Butuh dokter?' Batin Rania.
"Eh gapapa nih?"
"Iya ini, dimakan ya!"ucap Abi lalu melenggang pergi.
Rania seakan kesenangan sendiri, ia berlari ke kelas lalu memakan pemberian Abi.
"Weh seneng banget tu muka, kenape tuh?" Tanya Diana.
"Ini roti akhhh ini roti aastaga tuhan, Abi yang kasih akhh,"
"Cerita dulu anjir baru seneng, bikin orang salham ae," saut Ajeng.
"Mau coba dong gua," pinta Diana sambil menarik baju Rania.
"Ogah, enak aja, roti cuma satu lu minta, laper gua,"
"Yeuu pelit, dasar!"
Rania melanjutkan makannya sampai habis. Pelajaran selanjutnya akan dimulai. Para siswa mendengar rumor kalau hari ini mereka pulang cepat karena guru ada rapat luar kota. Ternyata salah satu guru masuk kelas dan memberi berita duka dan bahagia. Mereka akan pulang cepat hari ini tetapi tugas mereka lanjutkan di rumah merangkum Bab 1. Baguslah yang utama adalah pulang cepat.
Diana dan Rania ingin berkunjung ke rumah Ajeng. Akhirnya mereka bertiga naik mobil pribadi Ajeng.
Sesampainya di rumah Ajeng meminta pembantunya untuk membuatkan minuman. Suasana di rumah Ajeng sangat sepi bahkan mereka bisa mendengar suara AC.
"Jeng, rumah lu sepi bener dah," tanya Diana.
"Iya, bonyok lagi luar kota. Dah yok ke kamar gua aja,"
Sesampainya di kamar, mereka bertiga rebahan dan mengganti piyama tidur milik Ajeng.
"Jeng kek nya enak nih kalo gua nginep besok libur kan ya?"
"Nginep aja we ga berani gua sendirian, mbak nanti sore juga pulang,"
Mereka semua rebahan di kasur empuk Ajeng sambil menonton film. Tapi ada sesuatu yang aneh dengan Rania, Diana pun menyadarinya.
"Lu kenapa Ran?"
"Sebenernya gua mau cerita, cuma cari waktu yang pas aja,"
"Yauda si cerita aja," Ajeng menoleh.
"Jadi gua tu bingung harus kek mana, di saat gua b aja Abi cuekin gua, tapi di saat gua deket ama cowo lain dia kaya posesif gitu. Ya gua sih ga bisa marah kan bukan hak gua, orang gua bukan siapa-siapanya dia,"
"Kali aja dia masih bingung, harus kaya mana nyikapin perasaannya, tapi ya aneh juga si," ucap Ajeng sambil mengunyah cemilan.
"Gua ga faham si yang begituan, tapi kelihatannya si Abi cowo baik, ga pakboi buboi aselole," nyeletuk Diana sambil bergaya.
"Gatau ah cape hatiku," balas Rania sambil melemparkan diri ke belakang.
'Yampun gini banget, percintaan gua, apa karena fisik gua?' Batin Rania.
Tok... Tok... Tok...
Mereka bertiga menoleh dengan muka yang pucat.
"Jeng, gih lu keluar, liat siapa yang ngetuk pintu," toel Diana.
"Lah kok gua?"
"Lu yang punya rumah betewe," sahut Rania
"Oke okeee," Ajeng turun kebawah dengan berjalan pelan. Saat ia mengintip lewat jendela ternyata ada kurir mengirimkan pizza.
'Ah ya lupa gua kalo pesen pizza, dungu,' batin Ajeng. Ajeng menerima paket dari kurir.
"Makasi ya mas,"
"Iya, mbak.. mari,"
'eh tunggu.... kaya pernah dengar suaranya,' batin Ajeng.
"Mas maaf...," Ajeng menepuk pundak orang tersebut
"Loh, Abi???" tambah Ajeng.
"Eh ini rumah lu jeng? kenapa kaget ya?"
"I-iya sih, lu lagi part time?"
"Iya nih daripada ga ngapa-ngapain di rumah, ya kerja aja," balas Abi enteng.
"Wah mandiri ya lu, salut gua. BTW thanks ya,"
"Oke, gua lanjut lagi ya, bye," Abi mengucapkan salam sambil melambaikan tangan.
Setelah menerima pesanan, Ajeng berlari ke atas.
"Woi ni pizza, tadi gua lupa kalo pesen pizza, ada kabar baik buat lu Ran," ucap Ajeng menunjuk Rania.
"Apaan?" Rania menoleh
"Tadi kurirnya si Abi, katanya dia part time gitu biar ga buang-buang waktu gitu. Mandiri kan dia astaga,"
"Heh.. sumpah? Demi kerang keabadian?"
"Iya woii masa gua bohong,"
"FIX IDAMAN, GASS," Rania berteriak kegirangan, karena menurutnya lelaki yang mandiri adalah lelaki yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan perlakuannya.