"Iya pak saya ingin menghubungi orang tua saya,"
'mampus lu bi, ini balasan dari gua karena lu udah bohongin gua' batin Dancelia.
<~~~>
Rania, Ajeng, dan Diana kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan diri. Disini yang memiliki masalah adalah Rania, tetapi semua sahabatnya ikut menanggung apa yang dirasakan oleh Rania. Sedikit orang yang mau berjuang demi orang lain.
Rania memejamkan matanya, memikirkan apakah benar apa yang telah diucapkan Dancelia di kantor polisi tadi. Rania bergegas mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi, ia ingin sekali mengguyur kepalanya dengan air dingin dan menenangkan hati nya sejenak.
Rania sempat berpikir bahwa ia ingin sekali menanyakan hal ini kepada Abi, tapi ia merasa tidak enakan. Apa kepercayaannya mulai runtuh? Ntahlah ia hanya ingin memastikan, tidak ada salahnya bukan kalau ia ingin memastikan hal tersebut, toh mungkin kasusnya cepat selesai.
Rania membuka aplikasi chatnya, mencari nama Abi disana, ia meminta waktu agar bisa bertemu dan meminta penjelasan dari Abi.
Setelah Abi dan Rania menemukan waktu dan tempat yang tepat, mereka bertemu dengan rasa yang sedikit canggung, karena Abi sendiri mengira bahwa Rania mengajaknya kencan.
"Hai Bi, duduk sini, gua pesenin minum," Rania menyapa dengan muka sedikit sedih(?)
"Thanks Ran," Rania segera memesankan minuman dan cemilan untuk Abi, agar suasana tidak terlalu tegang.
"Emm.. jadi gini Bi, gua mau denger penjelasan dari lu, gua harap lu jujur ke gua," Rania duduk dan menceritakan semua yang terjadi saat di kantor polisi. Ekspresi Abi menunjukkan dia sedikit terkejut dengan cerita Rania.
"Engga Ran ga gitu, jadi gini, gua tuh memang ngomong sama seseorang itu temen komunitas gua, gua tuh lagi bicarain tentang ketua komunitas baru,"
"Gua disitu juga ga liat anak kecil yang lewat. Gini ya, kalo si Dancelia memang ngomong gitu, apa dia punya bukti?"
"Dia disana cuma cerita aja, dan mungkin nanti lu juga diperiksa ama polisi," setelah Rania mengucapkan itu Abi merasa lemas, karena ia merasa tidak melakukan hal tersebut.
'Kurang ajar si Dancelia, mau jebak gua? Ayo gua ga takut,' batin Abi.
Abi mengantarkan Rania pulang, karena saat Rania pergi ke cafe tadi Rania memesan ojek online. Semua yang di ucapkan Abi terasa nyata dalam artian tidak ada kebohongan di setiap perkatannya, ia bingung harus percaya kepada siapa.
Rania membuka handphone, ada pesan masuk. Disana ada pesan yang di ketik mamanya bahwa hari ini mamanya tidak bisa pulang ke rumah dan mamanya telah mengirimkan makanan lewat aplikasi. Rania menghela nafas keras, ia sudah lelah dengan semua masalah ini.
"Eh gua ga boleh sedih dong, yang kuat lah Rania kan kuat," monolog Rania dengan senyuman lebarnya, tak lama kemudian air matanya jatuh dengan deras, ia hanya ingin melepas lelah dengan tangisan, mungkin itu membuatnya sedikit tenang.
Waktu menunjukkan pukul 20.36, Rania menonton televisi dan tak lama kemudian ada suara ketukan dari pintu, ia segera membuka pintu.
"Eh papa. Baru pulang?"
"Iya nak, tadi di kantor kerjaan numpuk, mau ada proyek besar," ucap papa Rania dengan senyumannya.
"Bagus deh kalo gitu. Papa mau kopi? Rania bikinin,"
"Ga usah deh, Papa mau bersih-bersih terus istirahat," balas papa Rania halus sambil mengusap kepala anaknya. Rania kembali duduk dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Hari selanjutnya Rania kembali kesekolah dengan mood yang seperti biasanya. Diana dan Ajeng sudah datang lebih dulu.
"Wehh.. boucilll pagi," sapa Ajeng dengan makanan di mulutnya.
"Apaan bocil? gua tendang sini mulut lu,"
"Eh btw, tadi denger-denger si mulut dugong kena skors, diliburin seminggu. Ya, mungkin pihak sekolah udah dihubungi ama polisi kali ya,"
"Hmm bodoamat lah, gua gamau mikirin dia pagi-pagi, bikin mood gua rusak," Rania berjalan ke bangkunya sedangkan Diana dan Ajeng mengedikan bahu.
Pelajaran dimulai seperti biasa. Rania yang sedari tadi melihat ke arah Abi membuatnya tidak fokus di pelajaran. Guru melihat perlakuan Rania dan menegurnya agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Mungkin bagi Rania berpura-pura memiliki sosok ceria di luar dan sosok rapuh di dalam bukan lah hal yang mudah, terkadang ia sendiri lupa apa masalah yang sedang ia hadapi apabila ia berkumpul dengan sahabatnya, karena baginya sahabat adalah obat yang apuh untuk meredakan masalahnya. Rania bersyukur sekali mempunyai sahabat seperti Diana dan Ajeng.
Bel istirahat berbunyi, syukurlah hari ini Rania membawa bekal, ya meskipun ia hanya membawa mie instan dan telur ceplok. Diana dan Ajeng datang mengagetkan Rania.
"Dor..," kejut Ajeng dan Diana
"Uhuk... Weh sialan kalian, ntar gua keselek mati giamana, gua gentayangin kalian berdua," tatap sinis Rania.
"Bagi dong Ran," pinta Diana.
"Nih mangap," ucap Rania sambil menyendokkan mie kedalam mulut Diana. Setelah itu Ajeng dan Diana ngacir ke kantin mencari makanan ringan untuk bahan pengisi energi, karena setelah ini mereka akan menggibah seseorang. Tiba-tiba disamping Rania ada Abi yang telah membawa minuman untuk Rania.
Abi selalu tau apa yang Rania butuhkan dan selalu ada apa bila Rania membutuhkan sesuatu, benar-benar laki-laki yang dapat diandalkan, tapi di hati Rania ada sedikit keraguan tentang sifat Abi yang sebenarnya. Rania merasa Abi menyembunyikan sesuatu darinya, tapi ia tidak mempunyai hak untuk itu toh dirinya Cuma teman bukan pacar atau orang yang special.
Tapi saat Abi memberinya minuman, wajahnya tampak biasa saja seperti tidak ada masalah, mungkin saja pamnggilan itu bukan hal yang besar baginya jadi ya dia bisa sedikit bersantai, pikir Rania.
Tak terasa jam istirahat telah usai, semua melanjutkan pelajaran yang diberikan dengan fokus, karena tak lama lagi mereka akan menhadapi ujian tengah semester. Beberapa universitas dan lembaga pendidikan mengadakan lomba dan beberapa guru merekomendasikan murid-murid terbaiknya mengikuti lomba tersebut, alasannya untuk mengisi waktu luang sebelum ujian tengah semester. Termasuk Abi dan Rania yang notabene nya anak pintar. Tetapi rania menolaknya karena ingin fokus dengan ujiannya agar nilai yang di hasilkan totalitas dan memuaskan.
Waktu pulang sekolah telah tiba, semua siswa membereskan alat tulisnya dan segera pulang. Tiba-tiba Abi menghampiri Rania.
"Maaf ya Ran, gua ga bisa nganterin lu pulang, gua mau ke kantor polisi. Bye,"
"Iya Bi ga apa-apa kok, lagian gua juga di jemput. Hati-hati,"
Rania berjalan ke depan gerbang sambil menunggu sopir pribadinya, Diana dan Ajeng sudah pulang terlebih dahulu karena ada beberapa barang yang harus dibereskan. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya jemputannya datang, tiba-tiba telfonnya berdering, ia segera mengangkat telfonnya.
"Rania cepet ke rumah sakit, adik kamu kritis,"