Setelah Diana dan Ajeng masuk, mereka langsung menggendong Cimon dan mengajak Cimon main. Cimon sendiri sudah dianggap seperti keluarga mereka sendiri.
"Permisi... kita boleh ikutan ngga?"
<~~~>
Rania lupa belum menutup pintu depannya, terlihat dari dalam orang yang sedang mampir ke rumahnya. Ya, mereka adalah Melta dan Ferda. Rania segera keluar dan menanyakan tujuan mereka datang kemari. Melta mengucapkan ada hal penting yang ingin ia ceritakan. Rania segera mengajak mereka berdua masuk.
"Maaf ya gua ngelakuin hal buruk sama lu tadi di sekolah, karena semua ini perbuatan Dancelia," ucap Ferda sambil menggenggam tangannya yang gemetar.
"Dancelia? Dia kan ada di kantor polisi," tanya Ajeng terkejut.
"Iya, jadi waktu itu gua ama Ferda jenguk Dancelia ke kantor polisi, niatnya Cuma jenguk aja. Terus waktu gua jenguk dia nyuruh gua sama Ferda buat bully lu dia juga mengancam kita berdua kalo ga ngelakuin hal itu. Ya lu tau sendiri bokap kita berdua kerja di perusahaan papanya Dancelia. Dari lama gua udah muak sama perilaku dia yang suka nyuruh-nyuruh," jelas Melta panjang lebar.
Rania, Diana, dan Ajeng terkejut, mereka bertiga berusaha menyelidiki ekspresi mereka berdua dan sepertinya tidak ada yang di buat-buat. Jadi semua kejadian yang selama ini Rania alami adalah perbuatan Dancelia sendiri. Rania menanyakan alasan Dancelia menyelakai dirinya terus menerus kepada Melta dan Ferda, tapi mereka berdua pun tidak pernah mendapat alasannya dari Dancelia sendiri. Melta dan Ferda melakukan semua ini karena terpaksa.
Buntu, sudah tidak ada lagi orang yang dapat Rania kuak informasi mengenai alasan Dancelia sebegitu bencinya dengan dirinya. Harus bagaimana lagi Rania menghentikan perilaku kejam Dancelia, tidak mungkin juga Rania menikmati semua rasa sakit ini terus menerus, dirinya juga memiliki rasa lelah.
Diana, Ajeng, Melta dan Ferda izin pulang karena sudah sore. Rania merapikan semua barang-barang saat ia kumpul bersama tadi, pada saat merapikan meja ia menemuka selembar Post It dengan tulisan Festival Siswa, Rania yakin itu adalah milik Ajeng karena Ajeng sangat pelupa. Rania menyimpan lembar Post It tersebut, berniat menghubungi Ajeng nanti.
Rania berinisiatif membuat makan malamnya sendiri, rumah terasa sangat sepi bahkan mengerikan saat semua orang tidak ada di rumah. Rania hanya memasak Ramen untuk makan malamnya dan membawa makanan tersebut ke kamar. Sambil makan, Rania menghubungi Ajeng lewat chat.
Prangg...
Tiba-tiba terdengar suara kaca depan rumah dipecahkan. Rania yang kaget bukan main berusaha memberanikan diri turun kebawah. Saat Rania melihat ke arah pecahan kaca, disana ada batu yang di selimuti kertas bertuliskan sesuatu, saat Rania membukanya terdapat tulisan 'Lu ga bakal hidup tenang sekarang'. Rania telah di teror seseorang. Dengan tangan gemetar, Rania mencoba menelfon saudaranya yang berada di komplek sebelah rumah Rania untuk menemaninya malam ini.
Saat saudara Rania datang, dengan terburu-buru Rania menarik tangan saudaranya, memeluk, dan menceritakan semua yang terjadi kepada saudaranya. Saudara Rania menyarankan agar menelfon polisi, tetapi Rania menolak saran saudaranya. Rania menelfon mama papanya menceritakan hal yang ia alami, sebenarnya mama papanya sangat khawatir, tapi mereka tidak bisa pulang sekarang karena besok adalah jadwal bertemu klien penting. Papa Rania meminta tolong kepada saudara Rania agar dapat menemani Rania setidaknya dua hari.
Rania tidur ditemani saudaranya, tapi meskipun sudah larut Rania masih belum memejamkan matanya entah apa yang mengganggu pikirannya, ia mencoba memejamkan matanya setelah berjam-jam akhirnya berhasil.
~~~
Pagi telah tiba, Rania bangun langsung ke bawah. Rania dikejutkan sesuatu, ia melihat saudaranya tidur disamping kandang rotan Cimon sambil memeluk Cimon yang juga tetidur pulas.
"Woi bangun woi, yeuu malah kelonan ama Cimon, sehat lu?"
"Eh Ran astaga. Sleep walking gua rada parah akhir-akhir ini woi,"
"Mimpi apa lu ampe segitunya kelonin Cimon,"
"Semalem gua tuh mimpi dipeluk cowo ganteng asli parah ganteng beneran, makanya gua gass,"
"Yeuu, ga berdoa lu sebelum tidur. Dahlah yuk bantu gua masak, sandwich ajalah," Rania mengucapkan sambil berjalan ke dapur.
Rania membuat sandwich sederhana dan memakannya dengan tenang, setelah memakan sandwichnya, Rania dan saudaranya bergegas rapi-rapi untuk berangkat ke sekolah bersama, meskipun sekolah mereka berbeda, tapi masih satu jalur.
Pagi ini terasa panas menyengat entah kenapa, Rania terus melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya. Saat Rania melewati lorong kelas IPS, ia dikagetkan dengan keberadaan Dancelia yang tiba-tiba menghalangi jalannya. Melta dan Ferda yang berada di belakang Dancelia memberi isarat kepada Rania agar tetap tenang dan mencoba cari celah untuk kabur.
Di saat yang bersamaan Abi juga baru sampai dan berjalan bersama temannya sambil berbincang ringan. Abi melihat Rania yang sedang di hadang oleh Dancelia, lalu Abi memberi isyarat kepada temannya agar ke kelas terlebih dulu. Abi menghampiri Rania, tanpa berkata-kata Abi menarik tangan Rania lalu menatap tajam Dancelia. Setelah sedikit jauh dari Dancelia Abi melepaskan genggamannya.
"Lain kali kalo ada masalah, lu bisa cerita ke gua," ucap Abi memasang wajah khawatir.
"Gimana gua mau cerita ke lu, lu nya aja cuekin gua. Gua juga ga berhak marah ke lu juga karena gua juga bukan siapa-siapanya lu. BTW thanks," Rania menunjukan senyum kecutnya lalu pergi meninggalkan Abi sendiri.
Rania menunjukkan bahwa ia sedikit sakit. Bukan karena Dancelia, tapi karena laki-laki yang ia sukai hanya peduli saat sedang berada di mata umum.
Saat hampir mendekati kelasnya Rania menarik nafas kasar, lalu menyunggingkan senyum seperti biasanya, ya meskipun senyum yang ia ciptakan tidak nyata, setidaknya orang lain tidak terbawa dampak kesedihan yang Rania bawa. Rania bersikap seperti biasanya. Abi yang baru masuk kelas memandang Rania dengan wajah sedih.
Mungkin Abi berpikir bawah ia telah salah menyikapi bagaimana seharusnya menghadapi wanita. Mungkin juga terlintas di pikiran Abi bahwa Rania menyukainya, tapi ini hal pertama yang Abi alami, ia tidak tahu harus bagaimana harusnya, ia tidak punya teman yang berpengalaman tentang percintaan. Abi merasa tidak ada yang salah dengan dirinya, ya dirinya tidak terlalu berpikir keras tentang itu. Pemikiran yang mudah tetapi sering di benci wanita karena termasuk kategori cowok GAK PEKA.
Pelajaran di mulai dengan mulus seperti pantat bayi dan semua berjalan normal. Saat istirahat Rania ingin sekali pergi ke kantin tetapi jiwa mager menyerang jadinya ia hanya duduk sambil memakan permen karet, Ajeng sempat menawarinya pergi ke kantin tetapi ditolak oleh Rania. Rania memejamkan matanya, lalu tak lama ia mendengar ada orang yang duduk di depannya. Rania membuka matanya, di depannya ada Abi yang membawa roti kesukaannya.
"Maaf Ran.. Gua ga peka ya?" Abi menatap Rania dengan senyuman khas nya.