Sosoknya menutup mulut setelah batuk. Meskipun serangan nyata berhasil disingkirkan, namun angin dan debu peperangan menerpa kencang tubuh mungilnya. Ia terus batuk dan batuk. Gumpalan darah membentuk di telapak tangan yang baru saja menutup mulutnya. Matanya tak bergeming bahkan ia membuang gumpalan tersebut ke tanah.
Gumpalan-gumpalan awan menghadapinya lalu mengerubungi tempatnya berdiri. Mereka semua menatap Melodi namun tidak ada yang berani mendekat, atau tidak bisa mendekat? Jari kanan Melodi terus mengetik di atas udara, tidak panel semu atau semacamnya. Mendadak gumpalan awan tersebut menghilang. Memperlihatkan sosok yang aneh dan menyeramkan. Prajurit pejalan kaki hanyalah orang-orang mengenakan kostum dengan perlindungan super ketat sampai-sampai udara tidak masuk. Pakaiannya layak baju hazmat tapi berwarna abu pucat. Semuanya membawa seperti tangki di belakang punggungnya. Aku dapat melihat embun nafas mereka di pelindung kepalanya.
Apa yang sebenarnya baju hazmat itu lindungi? Apa udara dingin kabut? Kenapa tidak pakai baju tebal saja kalau udara dingin, udara di dalam kabut masih bisa dihirup kok. Apapun yang ada di balik awan terbang dan awan merangkak merupakan sumber mimpi buruk. Sekilas mereka seperti mesin tapi jika diperhatikan dengan seksama, gerakan beberapa bagian tubuh mereka seperti makhluk hidup sungguhan.
Dibalik awan terbang muncul sosok berkepala ayam yang terus menghadap ke atas namun matanya melihat apapun di bawahnya. Seolah hanya matanya yang hidup. Tubuhnya terdiri dari benda abu seperti tubuh burung dengan pola-pola aneh berwarna merah kuning. Lalu kepakan sayap yang sangat cepat seperti burung kolibri. Aku tidak dapat melihat bentuk sayapnya yang sesungguhnya. Kakinya tidak terlihat dari sini.
Lalu dibalik awan merangkak muncul seperti seekor buaya dengan mulut yang selalu terbuka juga dengan mata seperti makhluk dibalik awan terbang. Tapi seperti ada sesuatu di atas tubuh bagian belakangnya. Seperti 'kulitnya' terbelah dua memperlihatkan sesosok 'mata'. Bukan hanya itu, makhluk ini mempunyai 4 kaki dengan 2 kaki depan buaya yang pada umumnya bersisik dan pendek. Akan tetapi, kaki belakangnya terlihat keluar dari belahan kulit di bagian punggung tengah. Bentuknya seperti sebuah lengan manusia dari ujung jari sampai bahu namun lebih besar dan berwarna pucat.
Semua yang melihat monster mimpi buruk itu hanya bisa menganga. Namun tidak untuk Melodi. Ia berdiri disana menatap satu persatu mata yang berpola sama sepertinya. Monster burung mengambil momentum ke belakang sementara monster reptil terlihat beruap di bagian mulutnya. Dadaku sesak melihatnya ngos-ngosan melawan mereka sendirian. Apa yang bisa kulakukan untuk menolongnya dari sini? Ia tampak dekat namun terasa sangat jauh. Bukan dari lokasi saja, ia seperti mengetahui pengetahuan tentang seluruh dunia. Seperti orang bijak dibandingkan dengan pesuruh.
"Mau sampai kapan menonton filmnya?" tiba-tiba layar semu di depanku padam.
"Ap-apa yang kau lakukan disini?" William tengah bersantai di salah satu ranjang. Aku tidak melihatnya masuk ruangan ini sama sekali.
"Kau jelas-jelas teralihkan," Ia menghela nafas panjang, "Mauku kirim pasukan lebih banyak dari balik kabut itu hanya untuk menyadarkanmu betapa pentingnya misi ini? Begiu?"
"Itu berlebihan! Bukan itu yang kumaksud sampai melukainya!" teriakku ke tampangnya yang sok.
"Kau akan membunuhnya suatu saat nanti menurut kontrak kita, jadi biasakan untuk tidak memikirkan masa lalu fana-mu bersamanya," tawanya, "Lagipula kau terlalu meremehkan apa di balik otak gadis jenius itu."
Aku menatap kunci yang kugenggam. Sulit dipercaya kalau semuanya nampak nyata dihadapanku. Dimulai dari layar ini, makhluk-makhluk kabut, tapi orang di depanku … apakah nyata? Tanganku langsung melempar kerikil kecil ke arah pemuda berpakaian rapi itu. Tangannya reflex menangkap kerikil itu dan ia perlihatkan benda itu tidak bergerak di atas telapak tangannya. Dibandingkan dengan makhluk di luar, ia yang paling misterius. Bisa datang dan pergi sesuka hati tanpa mematuhi aturan apapun di dunia ini.
"Cepatlah selamatkan teman-temanmu atau kuratakan kota ini, mengerti?" ujarnya dengan suara yang menghilang di balik pintu. Tidak ada waktu lagi, kaki kulangkahkan menuju tangga. Tanpa mengindahkan suara-suara tahanan di sampingku. Sel mereka merupakan yang paling gelap di antara sel lainnya. Tanganku langsung mengambil lilin api yang tertempel pada lorong dibelakangku.
"Siapa itu!" teriak seorang wanita yang suaranya persis kukenal.
Sosokku sudah berada di depan sel mereka. Mendadak orang-orang yang ada di dalamnya menjauh dari sel yang memisahkanku dan mereka.
"Kenapa kau kesini?" matanya menajam waspada terhadap orang yang baru saja mengkhianatinya berulang kali. Di hadapannya terdapat orang yang sedang berbaring. Kenapa Sadik dikerubungi oleh teman-temannya seperti ini. Mereka semua tampak bersedih tak terkecuali Clara dan kakaknya. Kaki dan tangannya terlihat kejang sedikit lalu matanya masih dapat bergerak di balik kegelapan. Wajahnya terus menghadap ke atas. Tidak berbicara atau mengeluarkan suara apapun.
"Apa … yang terjadi pada Sadik?" tanyaku dengan degup jantung yang kencang.
Clara hanya melihatku tajam lalu memfokuskan urusannya pada Sadik, berusaha menenangkannya.
Syarif melirikku dengan mata berkaca-kaca. "Ini ulah Sang Penyelamat! Apapun yang membuatnya pingsan … efeknya masih ada sampai saat ini."
Tidak, efeknya sudah lama hilang. Yang tertinggal disana hanyalah kerusakan akibat mata Melodi. Entah trauma atau apa … Ia baru saja mengacak-acak otak Sadik.
Mereka dengan cepat membuang perhatiannya dariku. Beberapa diantara mereka masih menangisi Sadik, terutama Clara dan Syarif. Aku mengernyitkan gigi. Bertambah lagi korban dari rekan-rekan yang kubuat janji agar selamat bersama-sama melewati kabut. Ini untuk tujuan yang lebih baik, terpaksa beban ini aku pikul terlebih dahulu. Bukan waktunya menjadi diriku yang lama ketika aku menyesali segala tindakan yang tidak langsung aku hasilkan.
Aku menghela nafas dalam. Kalimat yang berat hendak berusaha kukeluarkan dari mulut. "A-akan aku bebaskan kalian!" Semuanya menatapku, tidak ada yang berkomentar dan tidak ada yang terlihat senang. Seolah mereka tidak mengharapkan apa-apa dari penyelamatan yang kulakukan.
Pintu sel langsung kubuka tanpa ada yang menyuruhku demikian. Clara langsung maju mendekatiku lalu menatapku tajam. "Kemana lagi kau akan memenjarakan kami?" Mulutnya sepedas tatapannya.
"Kalian pergilah mumpung Melodi sibuk di luar sana! Pulanglah ke kompleks dan maafkan aku!" aku tidak bisa fokus menatap matanya.
"Mir, kalau tujuanmu memerangkap kita lagi mending lupakan saja! Kekuatan matanya dapat melihat sampai sudut manapun. Kau lupa?"
"Tidak! Sedang ada penyerangan yang membuatnya sibuk. Nanti aku jelaskan!" jelasku memohon.
"Lonceng itu ya? Apa yang sebenarnya terjadi di luar?" tanyanya. Beberapa anggota Benalu mulai mendekati pembicaraan kita berdua.
"Tidak ada waktu, kalian semua pulanglah ke Kompleks!" ujarku tegas.
Mereka tanpa ragu keluar duluan. Beberapa dari mereka berbicara dengan tawanan untuk meminta senjata. Semua benda keras seadanya dibawa untuk rencana ini. Syarif dan temannya satu lagi sibuk membopong Sadik yang sudah lunglai seperti mayat tapi terasa masih ada tanda kehidupan di permukaan kulitnya. Tanganku memegang urat di pergelangan tangan Sadik, hanya untuk dijauhkan begitu saja oleh Syarif yang kesal.