Jaringan Kerajaan Langit. Tiga kata itu terus menggangguku. Apa yang dimaksudnya? Apakah sebatas jaringan internet atau jaringan komunikasi kah seperti di dunia luar? Tapi jaringan itu sudah tidak bisa diakses lagi di tempat ini. Apa mereka punya jaringan sendiri yang memungkinkan untuk berkomunikasi lewat mata ini?
Lalu bagaimana kemampuan mata ini, pelindung tak kasat mata yang di keluarkan Melodi dapat membelokkan serangan? Lain halnya dengan Melodi yang untuk sesaat mengendalikan makhluk-makhluk itu agar tidak menyerangnya yang sepertinya logis. Tapi ini sebuah api yang seperti terhalang sekat tak terlihat mulai terbelah dua dihadapannya.
Dan peluru dari makhluk yang seperti manusia, tidak sampai padanya sedikitpun meskipun aku yakin serangan mereka akan kena telak. Kemampuannya seperti mengubah realita yang ada. Duhhh aku lupa menanyakan pada William bagaimana Melodi bisa mengalahkan makhluk-makhluk itu meskipun dalam keadaan terdesak.
Lupakan sejenak tentang itu. Ada sesuatu yang sedang tersembunyi di tujuanku berikutnya. Aku tidak pernah semarah ini. Pabrik itu menyimpan suatu niat buruk. Tidak akan ada yang menolong korban yang berada di sana dan tidak akan pernah. Meskipun daerah kampung tadi berada di tengah-tengah kekuasaan Pasukan Aliansi.
Suara guntur mengagetkanku seketika. Rintik-rintik air hujan mulai menembus rambut sampai ke ubun-ubunku. Meninggalkan sensasi dingin yang sangat tidak nyaman.
Hujan semakin lama semakin menjadi. Aku dapat melihat tetesan yang menyebar ketika diserap oleh baju ini. Kakiku mulai berlari lalu tanganku menutup apapun yang bisa ditutupnya dari hujan menggunakan telapak tangan sampai sikut. Aku harus menghajar Pasukan Aliansi lain jika baju ini berakhir basah.
Tidak ada siapa-siapa di luar pabrik. Diriku langsung bergegas menuju tempat berteduh pada sisi tembok. Syukurlah tidak terlalu basah. Namun sepertinya aku butuh mandi, tidak tahan dengan bau badanku yang sudah terus berlarian sepanjang hari.
Sebagian besar bagian dalam pabrik kosong. Namun ada cahaya dibalik ruangan yang tak bisa kulihat dari jendela ini. Sosok api unggun menyala di tengah kegelapan. beberapa orang berpakaian sama dengan pria-pria tadi yang sedang asik menyeret gadis kecil.
Kalimat dari William masih terngiang-ngiang di otakku. Melodi punya banyak kemampuan selain apa yang disebabkan langsung oleh mata ini. Layar hijau langsung kumunculkan lagi. Terdapat banyak pilihan di layar hijau yang belum pernah kucoba dengan William. Fitur yang ditampilkan disini benar-benar di luar nalar. Apa ini benar-benar mungkin?
Kita tidak akan tahu kalau belum dicoba. Tanpa ragu langsung kulangkahkan kaki ke arah api unggun. Perhatian mereka dengan cepat berpindah padaku.
"Siapa kau?" Tangan mereka sudah membawa senjata tajam dan tumpul.
Tanganku langsung memencet pilihan 'fitur' paling atas. Mendadak sebuah dialog box menyuruhku untuk meletakkan telapak tangan kananku di depan layar hijau. Tiba-tiba mereka menghentikan langkah mereka ke arahku. Lalu cara berdiri mereka menjadi aneh. Seolah-olah angin kencang dihembuskan pada mereka.
Kepingan baju mereka bertiup dengan kencangnya, disusul oleh kedua kaki mereka yang terus mundur tanpa kehendak mereka sama sekali. Tidak lama kemudian orang paling kecil di depanku terlempar begitu saja, disusul oleh perlahan-lahan dengan badan yang lebih besar. Punggung mereka harus merasakan kerasnya beton pabrik ini.
Tanpa menoleh ke belakang mereka lari tunggang langgang disertai teriakan untuk orang-orang pengecut. Sihir, pikir mereka. Kalau berada pada posisi mereka, mungkin aku akan lari tunggang langgang. DIalog box tiba-tiba muncul, yang membuat layar hijau muncul pula. Sebuah inbox dari William yang membuat bulu kudukku merinding. Aku menelan ludah melihat sebuah kalimat pendek darinya.
'Lari!!! Kau tidak akan bisa melawan mereka dalam keadaan seperti ini'. Apa maksudnya lari? Mereka yang lari tunggang langgang kok setelah aku memperagakan fitur ini.
Tidak lama kemudian terdengar suara erangan tidak jauh dari sini. "Si-siapa kalian ini?" suara pria tadi yang ketakutan di ruangan sebelah ku. Seketika suara erangan orang yang baru saja diambil nyawanya sekejap terdengar. Kilatan dengan jelas memperlihatkan sebuah siluet sosok seperti hantu sedang akan memanah seseorang yang memohon ampun di tanah. Suara erangan terdengar memilukan.
Suara langkah kaki 2, bukan ... 4 pasang langkah kaki mendekat ke arahku dengan cepat. Satu-persatu dari mereka muncul dari kegelapan. Di mulai dari lelaki dengan kupluk dan jaket tebal, lalu wanita dengan ekspresi tajam menggunakan tudung yang menutup seluruh tubuhnya kecuali bagian depan yang menggunakan seperti sebuah pakaian kulit.
Lalu bersamaan muncul seorang lelaki dengan postur lebih kecil dan wajah mulus tanpa rambut jika dibandingkan dengan pria yang pertama. Ia melapisi kepalanya dengan bandana sembari bermain-main dengan pisau lemparnya.
Orang terakhir lebih besar dengan muka yang terlihat seperti sedang berada di umur 40-an, memakai kemeja tebal dan sibuk melipat tangannya. Otot dadanya seketika terlihat menonjol di balik kemeja itu.
"Apa yang kalian inginkan?" Tanganku sudah bersiap-siap menyiapkan layar hijau untuk menyerang mereka.
Mereka tidak menjawab dan mulai mengitariku. Pria berkupluk mengeluarkan pedang, lalu Gadis bertudung mengeluarkan panah kayu yang dengan motif yang bagus pada guratannya, pria berbandana mengeluarkan pisau lalu pria besar mulai mengepalkan tangannya.
Sial! Mata langsung kuaktifkan. Semuanya kecuali sang gadis berlari ke arahku. Hatiku berdebar kencang. Apa yang terjadi di sini? Mereka semua tidak melihatku secara langsung. Pria berbandana maju tepat di hadapanku namun memperhatikan tubuh bagian bawahku. Lalu mereka berdua berlari di sampingku sama sekali tidak bertatap mata. Sebuah anak panah melesat.
Aku langsung mengeluarkan hembusan angin dari layar hijau. Anak panah berbelok hampir mengenaiku. Dua pria terlempar kecuali yang besar itu. Kubalikkan badanku untuk kabur. Sudut mataku kananku melihat pisau melesat melewati pelipis. Aku meraba tempat yang baru dilewati oleh logam tersebut.
Cairan merah memenuhi ujung jari, tapi tidak terasa sakit sama sekali. Adrenalinku aktif ketika melihat bahaya masih mengejar di belakang. Rentetan pisau melewati pinggulku. Aliran darah mulai menetes dari bagian itu.
Berbagai pintu dan lorong kulewati, namun langkah kaki semakin dekat ke arahku. Sebuah ayunan lengan muncul dari balik pinggul kanan. Lengan tersebut menggenggam pisau yang diayunkan agar ujungnya tepat menusuk dadaku. Tanganku langsung menggenggam lengannya. Namun ayunannya berhasil membuatku terjatuh. Sial tenaga dan kecepatan lari macam apa ini?
Pria berbandana itu beranjak lalu menggenggam sebilah pisaunya dengan kedua tangan. Tatapannya tanpa belas kasih saat ia berada di atasku meluncurkan serangan terakhir. Aku menahan serangannya dengan kedua tanganku. Tapi ujung pisau sedikit demi sedikit semakin dekat pada pangkal leher. Tenaganya besar sekali. Aku menatap matanya. Ia mengernyitkan gigi namun sekarang pandangannya seperti ... seperti ia sangat membenciku.
Tapi bagaimana? Ini pertama kalinya aku melihat pemuda tersebut. Apa dia membenci Pasukan Aliansi secara umum? Atau ia berhasil melihat penyamaranku sebagai Pasukan Kompleks? Aku langsung mengaktifkan mataku lagi selagi tatapannya terkunci padaku. Ia refleks memalingkan wajahnya sembari menutup mata. Baguslah perhatiannya teralihkan. Kakiku langsung menendang postur tubuhnya yang lebih kecil.
Mataku mendadak terasa panas terbakar. Apa ini akibat pemakaian yang berulang-ulang? Tapi tanpa mata ini, aku tidak bisa melihat dalam gelap. Jangan dipaksakan! Mendadak area di hadapanku gelap gulita. Hanya keberadaan guntur yang dapat menyinari sekilas. Sebuah panah melesat memaku sepatuku dengan tanah di bawahnya. Tunggu dulu ... bagaimana mereka bisa melihat di dalam gelap?