Suara pria itu muncul namun pada saat paruh burung itu menutup. Tapi aku yakin sekali berasal dari burung hantu ini.
"Aku berbicara dari chip dalam otak burung ini lalu suaranya disambungkan pada sambungan tidak terlihat menuju pendengaranmu," jelasnya dengan suara seperti berbicara melewati sebuah intercom.
"Sambungan tidak terlihat?" tanyaku bingung
"Saat kau memakai kontak lensa itu, kau sudah terotomatis memasuki jaringan Kerajaan Langit. Segala sesuatu hal yang akan kau alami harusnya sudah melewati hal yang dapat masuk di logika. Dan itu bukan hal yang buruk, berhubung kau berada berada di bawah naunganku."
"Iya, sampai aku menyelesaikan misiku dan keluar dari kabut sialan ini sesuai janji kita," aku melipat tangan.
Sebuah suara tiba-tiba muncul mengagetkanku. Seperti suara yang berasal dari kepala burung hantu di sampingku. Namun dengan nada yang menyerupai suara wanita. Semburan suara tidak sampai setengah detik itu menjengkelkan, seperti sedang menahan semburan tawa.
"Apa yang lucu?" tanyaku mencoba untuk berlaku tenang dalam menghadapi keadaan aneh ini. Jika aku dapat menduga, suaranya berasal dari kelinci, tupai, atau rusa dihadapanku. Tapi fakta bahwa ada orang selain William membuat bibirku tidak menorehkan tawa.
"Jangan begitulah Annelise!" lerai William dengan nada yang aneh.
"Maafkan aku, kumohon William ... maafkan atas kelancanganku." Nada wanita mendadak mencerminkan rasa takut. Ia seperti panik setengah mati karena melakukan sesuatu yang berakibat fatal. Seolah hidupnya yang sekarang diujung tanduk.
"Perkenalkan. Ini adalah orang yang dapat menyelamatkan proyek kita. Salah seorang dari Pasukan Kompleks yang sedang mencari jati dirinya, Amirda Husein Renata!"
Semuanya bertepuk tangan meskipun tidak ada yang terlihat memukul-mukul tangannya ... ataupun yang benar-benar mempunyai tangan. Pemandangan yang benar-benar seperti mimpi buruk seolah otak tengahku baru saja dibuka.
"Jadi bagaimana perasaanmu nak? Apa 2 tahun ini sering demam? Mual? Kejang?" salah seorang dengan nada orang tua berumur senja sebagai seekor rusa.
"Tidak!" aku menggeleng. Untuk apa pertanyaan seperti itu ditanyakan? Tidak ada rasa kepedulian pada lontaran pertanyaan tersebut. Sama seperti ketidakpedulian orang-orang yang berada di balik layar ini pada keadaan tikus percobaannya.
"Kau terlihat kuat ya dek!" salah seorang wanita kira-kira berumur 30-an berbicara melalui seekor harimau yang datang mendekat. Aku bersusah payah menahan teriakan dan keinginan kencing di celana.
Bobotnya yang sekitar 200 kilogram mengendus-ngendus ke dalam seragam Pasukan Aliansiku yang penuh keringat, lalu terkadang mengeluskan kepalanya yang sebesar seluruh batang tubuhku padaku. Kalau harimau ini sadar, pasti tubuhku sudah bersisa tulang belulang saja.
"Meskipun tidak terlihat seperti itu sekarang, namun semuanya akan baik-baik saja," ujar suara wanita tua dibalik seekor tupai yang memanjat melalui bajuku.
"Ngomong-ngomong ... apa yang sedang kau lakukan di hutan malam-malam begini?" burung hantu di pundakku penasaran.
Tanganku langsung menunjuk sebuah tali rafia di sebuah batang pohon.
"Mengikuti sesuatu ya? Kenapa tidak kau lihat dengan menggunakan suvenir yang kami titipkan?"
Aku menghela nafas panjang. "Baiklah!"
"Waktumu tidak lama lagi, kalau kau masih berkeliaran di area kekuasaan Pasukan Aliansi saat Melodi sudah tersadar, tidak ada lagi waktu tenang bagimu."
"Kau bilang Melodi kenapa sekarang?" tanyaku kaget.
"Ia tak sadarkan diri setelah pengalihan itu. Tindakan mulianya mencegah kota dihancurkan olehku, padahal ia sudah tidak peduli lagi dengan keadaan tempat ini, segitu gengsinya dia," tawa William si burung hantu mengganggu sekali.
Aku hanya diam mendengarkan komentar lancangnya itu. Tapi benar, kenapa ia tidak biarkan saja Kota Bandung hancur. Apa benar gengsi semata?
"Ngomong-ngomong kau berhutang padaku 50 unit-001, 20 unit-023, dan 6 unit-026 hanya karena kau lama sekali keluar dari kota itu," ujar Burung Hantu diikuti oleh sikap kecewa dari teman-teman 'hewannya'. "Tapi tenang saja, semuanya akan lunas setelah misimu selesai dengan baik."
Sesuatu mulai menggangguku. "Kalau Melodi pingsan, kenapa tidak menggunakan 2 anak buahnya untuk mencariku?"
Si burung hantu menatap ke langit malam. "Melodi berbeda dengan 2 orang yang sepantaran dengannya. Pada awalnya mereka dilengkapi oleh mata itu hanya untuk meneliti orang-orang disekitarnya dan tentunya untuk membela diri jika ada hal buruk yang terjadi."
"Lalu?"
"Rasa ingin tahu Melodi begitu tinggi, sampai-sampai ia berhasil mengetahui seluk beluk Jaringan Kerajaan Langit disini selagi melaksanakan tugasnya di kompleks kalian. Ia berhasil masuk lebih dalam pada jaringan itu tanpa kami bisa menjangkaunya. Seperti yang kau lihat, Jaringan Kerajaan Langit adalah segalanya untuk keberlangsungan proyek ini. Semakin banyak yang kau genggam maka kekuatan matamu akan semakin kuat sampai mematahkan hal-hal logis."
"Bagaimana dengan mata yang kau berikan padaku? Apakah terhubung langsung dengan jaringan yang kau maksud?"
"Tentu saja, tapi hanya beberapa fitur dari jaringan yang kuijinkan agar bisa diakses olehmu. Kau hanya harus mengerti cara menggunakannya dengan tepat."
Aku menggaruk-garuk kepala tidak mengerti. "Lalu bagaimana denganku jika dibandingkan Melodi?"
Burung hantu terdiam sebentar lalu menatapku tajam. "Bagaikan langit dan bumi!" ia memutar kepalanya lagi ke depan. "Melodi dapat mengakses jaringan yang lebih dalam daripada yang kami kira, bayangkan fitur apa yang sudah dikembangkannya di dalam mata itu belum lagi dirinya yang ahli dalam menggunakan semua itu. Tapi kau tidak akan bisa mlewannya kalau tidak ada orang-orang membantu di belakangmu. Mulailah dengan Clara, ia sangat menarik karena telah mengalahkan 2 anak buahnya tanpa kekuatan mata dan jaringan sekalipun."
"Clara ... ia sudah kembali dengan tenang ke kompleks. Mungkin tadi saat aku bertemu dengannya untuk terakhir kalinya."
"Hmmm ...," Burung Hantu itu berpikir. "Memang sih ya yang punya kesempatan selain kau ya hanya dia dan satu orang lagi yang sudah kehilangan mental. Kekuatannya benar-benar sudah tak terkendali."
Tanpa ingin berbasa-basi lebih lama, dengan sedikit gerakan tanganku, layar hijau tiba-tiba menyala. Cahaya hijau yang menjadi komposisi layar di depanku sangat membantu penelusuran jarak jauh. Tidak sampai 2 menit penelusuran, sebuah pabrik kecil terbengkalai masih berdiri. Tumpukan kayu tebang disimpan dengan rapihnya dalam satu tenda. Sebagian besar dipenuhi oleh lumut yang membuat bentuknya sudah tidak berbentuk tabung lagi.
Saatnya menelusuri bagian dalam pabrik. Cahaya api unggun berkobar pada lantai dasar. Ada sekitar 10 orang memakai baju dengan motif sama dengan 6 orang sebelumnya. Lalu salah seorang menuju lantai 2 untuk membuka sebuah pintu ganda. Aku langsung mematikan layar hijau sembari mengatur nafasku. Berani-beraninya mereka melakukan semua ini!
Mendadak hukum alam kembali dijalankan. Tak kusadari para hewan berbicara hilang dari hadapanku. Jangkrik kembali berbunyi. Burung hantu bertengger kembali mencari mangsa di bawah dedaunan. Tidak kusangka aku rindu akan pemandangan seperti di malam hari.