Chereads / Secret Friendzone / Chapter 9 - Meet You First Time

Chapter 9 - Meet You First Time

Malam itu Rangga mabuk berat, karena kematian istrinya. Pria itu jadi depresi, tak kuat menanggung beban perpisahan yang menyiksa hatinya. Sullivan dengan setia menemani temannya itu, selain mencari hiburan. Dia senang berkenalan dengan banyak orang di dalam diskotik.

Suasana diskotik D'jacko malam itu sedikit sepi, entah karena akhir bulan atau sedang berlibur. Mengingat penghujung tahun biasanya orang-orang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Sullivan duduk di kursi standing dekat meja bartender, tidak jauh dari kasir.

Saat matanya mengawasi Rangga yang sudah terkapar. Dia melihat seorang waiters cewek, tingginya 157cm taksirannya, kulitnya sawo matang, wajah waiters tersebut terlihat khas seperti mojang sunda. Pandangan Sullivan sulit lepas dari cewek tersebut.

Sullivan mengenakan jaket hoodie warna hitam, kepalanya ia tutup dengan penutup yang menyatu. Pasalnya, sudah dua kali dia melihat anggota genk bedog mondar mandir masuk diskotik D'jacko. Jika bukan karena Rangga, dia memilih diam di rumah saja.

"Mbak," panggilnya, pada waiters yang dia awasi.

"Ya, saya?" Cewek itu menoleh, menunjuk dirinya sendiri.

"Yes, you come here," teriaknya. Suara alunan musik dari meja Dj cukup keras mengganggu telinga.

Waiters yang mengenakan baju kaos hitam lengan pendek, dipadukan dengan celana jeans panjang ketat. Perlahan menghampirinya, saat tiba didepan Sullivan. Cewek itu menyatukan kedua tangan, wajahnya terlihat malu-malu.

"Sini duduk," perintahnya, menunjuk kursi di sebelahnya.

"Saya sedang bekerja, Pak," sahut waiters.

"Loh, bukannya layani tamu juga kerja," ujar Sullivan, dia menenggak bir di dalam kaleng.

"Tugas saya hanya menerima dan mengantar pesanan, Pak," sahut waiters, lagi.

"Nama lu siapa?" Sullivan bertanya, matanya memindai dari atas kepala sampai ujung kaki. Cewek didepannya yang terlihat berdandan menor, mengganggu pandangannya.

Dia merasa riasan wajah waiters tersebut tidak sesuai dengan usianya. Apalagi body waiters terlihat ideal dengan bentuknya yang terstruktur. Dari kejauhan Rangga melambaikan tangan memanggilnya.

"Permisi, nanti kita ngobrol lagi," pamit Sullivan, berjalan menghampiri meja Rangga.

"Sulli, gue mau tidur cuy. Capek banget ini badan," kata Rangga, dengan suara berat khas orang mabuk.

"Mau balik?" tanya Sullivan, mengangkat tubuh Rangga ke posisi tegak.

"Kagak, gue mau bobo sama cewek cantik. He he he." Rangga tersenyum mesem, matanya merah sesekali terlihat buka tutup.

"Balik aja," saran Sullivan, hendak memboyong Rangga. Baru saja berdiri, pria itu membanting kan lagi tubuhnya ke sofa.

Rangga meraih ujung penutup kepala Sullivan, lalu menariknya dekat dengan wajahnya. "Gue mau bobo di sini, sama cewek cantik, Sulli. Denger nggak, kuping?" perintahnya.

"Ya udah oke, jalan yang bener. Gue pesan kamarnya dulu," ujar Sullivan, dia bangkit dari duduknya lalu mencari seorang Mami, pemilik penginapan yang ada dibalik diskotik.

Mami adalah sebutan bagi mucikari di sana, selain berprofeai sebagI mucikari. Setiap Mami di sana memiliki penginapan yang letaknya berada dibalik diskotik D'jacko. Pintu masuk kesana lumayan sempit, sehingga jika tidak jeli mereka yang datang tidak menemukan tempat.

Penginapan dari kelas kakap hingga mewah tersedia. Tentunya berbeda fasilitas dan keamanan, jika kelas kakap sering terkena razia pol pp. Berbeda dengan kelas mewah VIP, yang terjamin keamanannya.

Selain itu letak kamarnya tidak kentara, selesai bertransaksi memilih kamar VIP. Sullivan segera memboyong tubuh Rangga dan membawanya ke belakang diskotik. Sesaat sebelum pergi, dia melirik meja bartender. Waiters yang dia suruh menunggunya sudah tidak ada di sana.

Dia pun bergegas membawa Rangga dibantu oleh bodyguard yang sedang berjaga. Melewati pintu belakang lewat toilet, saat pintu utama terbuka. Kamar-kamar indekost berjajar rapih dan bersih, kamar Rangga berada di tengah.

Sesuai pesanannya, tidak lama mereka sampai di sana. Seorang wanita cantik menyusul dari belakang dan masuk ke dalam kamar bersama Rangga. Suara tawa bahagia langsung pecah, terdengar dari dalam kamar. Sullivan berdiri sebentar, sebelum merasa Rangga sudah aman bersama wanitanya.

"Dasar, cari pelampiasan, kok. Nggak elegan sih bos," komentarnya, dia segera keluar dari penginapan dan berniat masuk lagi ke dalam diskotik. Dia merasa penasaran dengan waiters yang dilihatnya tadi.

Saat tiba di parkiran karyawan, Sullivan melihat anggota genk bedog. Atribut gambar parang dan pisau belati di pengikat kepala jelas terlihat. Dia pun bersembunyi dibalik tembok, kurangnya penerangan cukup menyelamatkannya. Sambil terus mengintai keadaan, dia melihat jam ditangannya menunjukkan waktu pukul dua dini hari.

Motor Sullivan berada di parkiran depan, dia merutuki dirinya sendiri. Otaknya berpikir cepat untuk menyelamatkan diri. Suara sepatu high heels terdengar mendekati kendaraan, Sullivan memasang kupingnya lekat. Dia kembali mengintip, siapa gerangan yang ada di sana.

Seorang cewek yang dia kenal, tengah duduk siap di motor miliknya. Sullivan bergerak cepat mendekatinya dan langsung duduk di belakang motor. Dia segera membekap mulut cewek itu dengan tangan kanannya, karena takut berteriak.

"Dengar, gue cuma mau numpang. Jangan teriak, apalagi bikin tingkah. Kalau lu berani buka suara, pisau ini gue tusuk ke perut lu," ancam Sullivan, tangan kirinya mengarahkan pisau kecil yang dia keluarkan dari saku celana. Cewek itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Bagus, sekarang cepet jalan," perintahnya.

"Om, bang, aki, boleh numpang. Tapi, tolong jangan bunuh saya," kata si cewek, suaranya terdengar bergetar.

"Kagak, sudah gue bilang cuma numpang. Cepet jalan!" desak Sullivan, pisau masih tersampir disamping perut cewek.

"Iya, iya."

Cewek itu langsung menyalakan motor, meskipun tangannya gemetar. Dia berusaha stabil karena takut pada ancaman Sullivan. Sullivan menarik penutup kepala, hingga semua wajahnya tertutup. Dia menyenderkan kepalanya di bahu si cewek dan membuat cewek itu semakin takut.

"Jangan takut, jalan aja udah. Kalau ditanya siapa gue, jawab aja sebisanya," bisiknya, seolah mengerti kekhawatiran cewek tersebut.

"Iya, iya, oke, baik," sahut cewek itu gugup.

"Siapa nama lo?" tanya Sullivan.

"Shi, shi, shi shishishi, Shireen, pak bang aki eh om. Aduh, siapa lu, ah," jawab cewek itu terbata-bata, latahnya kumat karena takut. Cewek yang mengenalkan namanya sebagai Shireen, perlahan melajukan motornya keluar dari diskotik.

Sullivan tersenyum simpul, dia tau Shireen ketakutan dengan ancamannya. Sullivan mengarahkan kaca spion ke jalanan, dibelakang terlihat dua motor mengikuti mereka. Dari dashboard motor, terlihat jelas itu anggota genk bedog. Dia baru sadar ada yang mencurigai gerakannya.

Dia memerintahkan Shireen untuk mengebut membawa motornya dan berbisik, "Dibelakang, kita diikuti pembunuh bayaran, kalau lu mau hidup. Lu harus selamat sama gue," ucapnya.

Dalam keadaan panik, Shireen menarik gasnya kencang. Dia yang biasa membawa motor 20km perjam, mendadak berani naik jadi 80km melihat speedometer. Jalanan yang lengang membuatnya bebas meluncur. Dibelakang mereka kedua motor itu pun ikut ngebut, mengejar mereka berdua.

Shireen semakin panik, selama bekerja di diskotik, sedikitnya dia tahu kehidupan kejam di sana. Tapi, baru kali ini dia merasakan langsung terlibat dengan perjara bunuh membunuh. Tiba-tiba otaknya mempunyai ide cemerlang, dia masuk ke dalam sebuah klinik.

"Ngapain sih?" tanya Sullivan keheranan, dia masih duduk diatas motor.

"Mau selamat? Ikutin aja, aku boyong kamu ke dalam klinik. Pura-pura lemas, ya," titah Shireen. Sullivan mengikuti intruksinya dan mereka masuk ke dalam klinik.

Setelah mengantar Sullivan masuk, Shireen duduk di loby klinik. Matanya berpendar ke sekitar, dua motor yang mengikuti mereka masih terlihat mengintai dari kejauhan. Perasaannya harap-harap cemas, dia mengetuk-ngetuk kepala dengan jari tengahnya yang terkepal.

"Haduh, mimpi sih aing semalam. Kenapa coba, harus berususan sama bunuh membunuh. Yaa Allah tolong selamatkan kami berdua," bisik hatinya gelisah.