Chereads / Secret Friendzone / Chapter 18 - Kau Pelakunya!

Chapter 18 - Kau Pelakunya!

Sullivan tersenyum geli mengingat semua kenangan pertemuannya dengan Shireen. Gadis polos yang sok tahu dan keras kepala itu, tak pernah ia duga akan begitu dekat dengan dirinya. Ia mengusap wajahnya yang tidak ia rasa, basah oleh keringat bercampur air mata.

[Pak, saya sudah dapat rekaman cctv dari lokasi kejadian. Silahkan Bapak cek sendiri.]

Sullivan menerima pesan dari Kendra, tangan kanannya yang ia minta untuk menyelidiki lokasi kejadian. Sullivan membuka ponselnya yang satu lagi, loading membuatnya tidak sabar menunggu.

Saat folder video terdownload full. Mata Sullivan memicing tajam, mengamati video tersebut. Ia terkejut saat melihat Bryan, ada diantara kumpulan warga yang menolong Shireen. Hal yang lebih membuatnya geram, Bryan masuk ke dalam mobil pelaku yang menabrak Shireen.

Tidak berselang lama setelah pelaku itu minta maaf padanya. Tangan Sullivan mengepal geram, ia menelepon Kendra untuk datang ke rumah sakit menjaga Shireen. Sementara itu ia bergegas menuju basecamp Geng Bedog.

"Bryan! Kurang ajar lo!" seru Sullivan berteriak sesampainya di depan markas Geng Bedog.

"Akhirnya, dia datang juga," gumam Bryan, ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan.

"Setan!" teriak Sullivan emosi, ia berjalan cepat hendak menghajar Bryan, tapi anak buah Bryan menahannya.

"Hei, santai sahabatku. UPS, lebih tepatnya mantan sahabat," ejek Bryan tersenyum sinis.

"Mau Lo apa! Nggak puas Lo terus ganggu hidup gua!"

"Santai, santai, hai gengs ambil bangku dan kursi dong. Cepat-cepat, aku ingin menyambut sahabat lamaku," titah Bryan.

Semua anak buahnya bingung dengan perintah Bryan. Mereka semua saling melempar pandangan bingung.

"Kalian tidak dengar? Ayo ambilkan meja dan kursi!" teriak Bryan.

Sullivan masih diam, menahan emosinya melihat tingkah Bryan.

"Masa, ada tamu nggak disambut. Kalian harus tahu adab, paham?" Bryan menyentuh bahu Sullivan, tapi segera ditepis kasar oleh pria itu.

"Gua nggak mau basa basi, kenapa Lo ada di lokasi kecelakaan tadi. Lo, yang nyelakain dia kan!" tuding Sullivan.

"Kamu itu selalu buruk sangka padaku. Mana aku tahu, perempuan yang bikin kamu lemah itu celaka," sahut Bryan santai.

Dagong dan temannya membawa sebuah meja, lalu dua kursi yang di tata saling berhadapan. Bryan duduk dengan santai dan mempersilahkan sahabatnya untuk ikut duduk.

"Ayo, silahkan duduk Pak Sullivan." Bryan kembali mempersilahkan.

Dengan terpaksa Sullivan duduk, berhadapan dengan sahabat sekaligus musuhnya kini.

"Lo, mau apalagi dari gua? Semua yang Lo mau sudah gua kasih, Bryan!" sungut Sullivan.

"Apa? Semua? Cih, kau lupa atau amnesia Sulli. Sampai saat ini, kau masih menyembunyikan dia!" balas Bryan, sengit.

"Lo memang jadi manusia bangsat! Nggak pernah Lo ada puasnya."

"Hidup ini tidak akan pernah memuaskan kita, Sulli."

"Gua peringatkan sekali lagi, Bryan. Jangan pernah lagi Lo ganggu hidup gua, paham Lo! Kalau Lo mau jalan dengan kehidupan Lo dan jadi seorang bajingan. Silahkan jalani, tapi stop Lo ganggu orang-orang terdekat gua!" seru Sullivan melontarkan ancaman.

"Ugh, Atut saya," ledek Bryan berlagak ketakutan. Tak lama, wajahnya menampakkan seringai yang menjijikan. "Kau tahu, hal tersebut tidak akan pernah terjadi, jelas."

"Oke, kalau itu mau Lo, Bryan Andromeda. Itu berarti Lo siap perang sama gua, tidak ada lagi namanya perdamaian antara kita," tegas Sullivan, matanya menatap tajam.

"Hidup berani atau mati sebagai pecundang, Sullivan, ingat selalu akan hal itu," balas Bryan, menunjuk Sullivan.

"You know, take it or leave. If I'm right you're gonna die, Bryan. And you know me very well."

Braakkh!

Sullivan menggebrak meja, lalu membalikkan nya sekaligus, hingga Bryan terjengkang. Sudut bibir tipis pria itu mengeluarkan bercak darah. Bryan tersenyum sinis, lalu menjilat darah di sudut bibirnya.

"Kau, tidak berubah Sulli. Kau, tetap Sullivan keras kepala,"decak Bryan, ia kesal dengan sikap tenang sahabatnya.

"Api! Api! Basecamp kita kebakaran!" teriak anak buah Bryan, panik melihat sekeliling basecamp mereka penuh kobaran api.

"Sullivan! Sampai Lo belum mati, gue akan terus ganggu Lo! Arrrgghh!" Bryan meracau kesal, melihat basecamp nya terbakar.

Flashback.

Sebelum sampai di basecamp Geng Bedog, Sullivan mampir membeli selang dan beberapa jerigen bensin. Karena ia paham betul posisi basecamp, ia mengalirkan bensin lewat selang. Bensin mengalir dengan cepat ke sekeliling basecamp.

Saat ia menemui Bryan, Kendra berjaga di sekitar mobil. Ia mengubah tugas Kendra dan menyimpan bodyguard lain di rumah sakit. Sullivan memperhitungkan berapa lama bensin akan habis dari jerigen.

"Ken, Lo pantau timer di ponsel. Jika mendekati sepuluh menit. Segera Lo bunyikan suara burung," titah Sullivan.

"Yes, sir," jawab Kendra cepat.

"Ingat, begitu gue terlihat. Segera buang jerigen berikut selangnya."

"Yes, sir," ulang Kendra.

"Good boy." Ia pun masuk ke dalam basecamp, hanya untuk memastikan apa keinginan dari Bryan.

"Anda memang luar biasa, Pak. Kenapa tidak dari dulu, anda hancurkan Geng Bedog," kata Kendra, memuji bos nya.

"Gua bukan orang pendendam, kecuali mengambil hak yang memang harus gua ambil," jawab Sullivan, matanya masih lurus memandang kobaran api.

"Apa karena dia sahabat Pak Sulli?"

"No, no best friend on my life, Kendra."

"Really? Why, sir?"

"Don't asking me again. Go, to hospital," titah Sullivan.

"Oke, sorry sir." Kendra menyalakan mobil segera.

Sullivan tersenyum puas, melihat kobaran api yang membumbung mengeluarkan asap hitam. Ia kemudian membuka laptopnya, menganalisa semua pekerjaan yang Rangga berikan. Lalu menyusun rencana, diluar schedule jabatannya.

"Rangga, Lo emang baik sih. Sayang, takdir Lo yang nggak baik. Punya orang tua sejahat Madam Choi." Sullivan membatin, ia sedikit bahagia karena sebentar lagi tujuannya akan tercapai.

PT Abinaya, perusahaan tempatnya selama ini mengabdikan hidup. Ternyata bukanlah milik Madam Choi, ibunya Rangga yang kini menetap di Kanada. Sullivan mengetahui rahasia besar dalam keluarga mereka, sampai ia tahu pewaris sah dari perusahaan tersebut.

Selama ini ia bersembunyi, mau menjadi tangan kanan Rangga. Hanya demi satu tujuan, yaitu mengambil kembali PT Abinaya. Rangga yang sudah terlanjur percaya, tak pernah sadar dengan semua gerak geriknya selama bertahun-tahun.

***

Flashback on.

"Om, gue nggak kuat lagi," ucap Shireen, memegang perutnya.

"Why?"

"Pengen muntah!" Kini Shireen memegang mulutnya.

Sullivan sigap mengambil kantong di kursi depan pesawat. Ia sedikit memalingkan wajahnya, menjauh dari Shireen. Karena merasa jijik dengan suara yang gadis itu timbulkan.

"Dasar jorok, kurang ajar emang main kurang jauh. Naik pesawat saja muntah," gerutu Sullivan.

Shireen menggapai tangan Sullivan, meminta pria itu memijat bahunya.

"Sumpah! Lo manusia paling merepotkan sedunia!" gerutunya lagi, meski pada akhirnya ia menuruti permintaan Shireen, memijat bahu gadis itu pelan-pelan. Sampai Shireen bisa berhenti muntah.