Sore menjelang malam, usai azan maghrib, semua sudah bersiap di taman belakang. Tumpukan tulang belulang sudah di atas tungku pemanggang.
Tika dan Kino, duduk mengapit ibunya. Pak Ustad dibantu sepuluh warga mulai bersiap untuk melantunkan doa.
Clod berdiri tepat di depan tungku batu. Begitu semburat matahari lenyap dan tenggelam, dia memberi aba-aba untuk memulai.
Gumaman doa berdengung serempak. Nunik dan Bima mulai mengayunkan tangan serentak membuat perlindungan diseluruh area taman belakang.
Gatot mengabadikan momen malam itu dengan mengambil video pelaksanaan uparaca.
Clod menjentikkan tangan dan api mulai berkobar. Beberapa warga yang tidak menyangka aksi itu terjadi beringsut mundur. Raut ketakutan jelas tergambar pada wajah mereka.
"Jangan gentar! Clod adalah makhluk seperti kalian dengan karunia lebih karena tugas mulia yang dipikulnya!" seru pak Ustad. Semua warga kembali khusyuk berdoa dengan setumpuk pertanyaan dalam hati.
Asap membumbung tinggi, dan kobaran api terdengar gemeretak membakar tulang belulang.
Clod menjentikkan kembali jarinya dan lubang hitam terbentuk di udara. Warga yang membuka mata terlihat gemetar, makin ketakutan.
Dari lubang hitam tersebut muncul satu persatu makhluk seperti manusia cebol berwajah menyeramkan membawa pedang merah membara. Kuping mereka lancip dan gigi mereka bertaring, mencuat ke atas. Seluruh tubuh makhluk tersebut berbulu lebat seperti monyet.
Makhluk yang berjumlah lima itu menyebar di segala penjuru dan berjaga penuh dengan pedangnya.
Seperti menari dengan gerakan lambat, Clod membuat asap tebal dari tungku meliuk dan masuk ke dalam lubang hitam di udara. Seluruh tulang tampak sudah hancur, dan asap tebal mulai menipis saat tersedot habis masuk ke dalam lubang hitam.
Makhluk berbulu yang berjaga mulai mengeluarkan bejana bulat dari ujung pedang masing-masing secara ajaib. Bejana tersebut satu persatu melayang mendekati tungku batu.
Abu dan semua debu di dalam tungku terangkat sendiri dan membentuk garis serpihan seperti barisan bintang dalam galaxy bima sakti, masuk ke dalam lima bejana secara merata.
Begitu selesai, bejana disegel dengan percikan api dari pedang dan dibawa masuk ke dalam lubang hitam lalu lenyap bersama kelima makhluk berbulu.
Clod menyudahi tariannya dan mundur. Nunik menyentuh pak Ustad untuk memimpin upacara terakhir. Penentraman arwah.
Pria berusia enam puluh tahun itu membalikkan tubuhnya memandang rumah white. Matanya terpejam dan mulutnya komat kamit. Tasbih di tangannya bergoyang hebat seiring bunyi barang terbanting dari lantai dua.
Arwah Mertana mengamuk. Pak Ustad berhasil menentramkan arwah yang lain, kecuali pangkal dari semua bencana ini. Dinding rumah bergetar. Kaca mulai retak di ujung. Raungan amarah terdengar dari lantai dua.
Pak Ustad mulai mengacungkan kedua tangannya dan berteriak. Rupanya Mertana tidak terima dipaksa untuk menyerah. Hembusan angin kuat menghempas pak Ustad ke tanah dengan kuat.
Tapi, rupanya lelaki setengah abad lebih itu lebih kuat dari penampilannya. Dengan sigap dia bangkit dan mengambil posisi meditasi.
Nunik dan Bima berinisiatif mendukungnya dengan tenaga dalam mereka. Keduanya turut duduk bersila dibelakang Ustad dan menempelkan tangan memberi bantuan kekuatan.
Clod dengan geram melesat ke dalam dan mencari sosok Mertana. Suara piring hancur terdengar di dapur. Semakin lama semakin banyak barang yang berjatuhan.
Lima menit Clod berada di dalam, terdengar raungan menyayat hati. Semakin lama memekik dan menyakitkan gendang telinga. Tika dan Kino mulai terlihat gelisah.
Mia berlari menghampiri mereka dan berdiri mengambil sikap melindungi Widya dan kedua anaknya.
Jeritan meratap terdengar melolong dan atap rumah pun jebol seiring tubuh Clod melesat terbang ke atas seperti memegang sesuatu.
"Dia terlalu liar dan kuat! Satukan iman dan doa kalian! Aku akan membuka lubang hitam segera!" teriak Clod dari atas sambil melayang memegang sekuat tenaga sesuatu yang tidak terlihat.
Pak Ustad dalam keadaan terpejam mengangguk.
"Hitungan ketiga Clod!" balas ulama tangguh itu. Clod berteriak mengiyakan.
Kembali, lubang hitam di udara terbentuk dari kecil kemudian membesar. Clod mengumpulkan kekuatan penuh dan melempar arwah Mertana ke dalam lubang hitam yang langsung menyedot dan tertutup kembali.
Suasana hening. Suara gaduh tidak terdengar lagi. Clod mengatur napasnya yang tersengal dan melayang turun dengan elegan.
Rambutnya terurai sedikit di depan, tapi justru menambah ketampanannya makin menonjol. Clod membungkuk dengan santun mengucapkan terima kasih.
Pak Ustad meneruskan hingga tahlilan usai beberapa detik setelahnya. Ucapan syukur bergaung. Pelukan hangat satu sama lain membuat suasana menjadi mengharu biru.
Nunik dan Bima menoleh ke arah Widya dan keluarganya. Wajah Tika kembali merona dan tidak lagi pucat. Kino langsung meloncat penuh kegembiraan.
Namun Widya menoleh ke arah semua dan masih terisak pilu dengan tubuh gemetar menggigil.
"Kenapa Wid," tanya Nunik dan Bima hampir bersamaan.
"Maafkan aku ... ya Allah," tangisnya meledak sambil menyanggah tubuh Mia dengan kedua tangannya. Wajah Mia pucat dan tangan memegang dadanya.
Bima yang baru tersadar langsung berlari dan memeriksa dada anaknya. Clod berlari serta menyibak jaket Mia. Kalung berlian biru Clod menghitam dan dibalik kalung itu dada Mia ada setitik warna hitam seperti tahi lalat.
Tubuh Mia terasa dingin.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Bima panik. Mia hanya menggeleng lemah. Napasnya tersengal.
"Sial! Mertana menyerang Mia!" umpat Clod sambil mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Bibir merah Mia mulai berubah menjadi hitam. Tangan Clod segera menempelkan lempengan batu berwarna putih di dada Mia.
Perlahan batu putih itu berubah warna menjadi hitam seiring perubahan wajah Mia yang kembali pulih.
"Huft, untunglah kamu pakai kalung blue diamond, Monsmia!" seru Clod terlihat lega walau kecemasan masih terlihat dimatanya.
Mia tersenyum dan mulai mengatur napas pelan dengan tuntunan Nunik.
"Makasih Clod," bisik Bima tidak sanggup meneruskan langsung memeluknya dengan erat. Clod terdiam dan sesaat kemudian mendorong Bima perlahan.
"Sudah cukup basa basinya," balas Clod dengan senyum kaku terpaksa.
Mia menyentuh tangan Clod dan mengenggamnya.
"Clod, aku hutang satu mangkuk mie ayam sama kamu, thanks ya," ucap Mia sambil tersenyum.
"Apa itu mie ayam?" tanya Clod heran.
Mia hanya tersenyum jahil. Bima menepuk dahinya.
Widya memperat pelukannya pada Mia dengan perasaan penuh sesal juga bersyukur. Semua telah berlalu. Tika menangis haru dan turut memeluk sahabatnya. Semua berakhir dengan baik dan satu persatu tamu yang membantu mereka berpamitan. Widya memberikan bingkisan sembako sebagai ucapan syukur atas bantuan mereka yang sebetulnya bernilai lebih.
Warga dengan tulus mengucapkan terima kasih dan berniat membantu perbaikan rumah Widya dikemudian hari.
Malam itu berakhir dengan baik walaupun dengan sedikit pengorbanan. Rumah white tidak menunggu lama untuk diperbaiki. Clod mengembalikan semuanya dengan mudah.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Clod menimang sisir yang akhirnya bisa disentuhnya kembali.
Pekikan Tika sempat mengejutkan semua yang dirumah itu. Tapi rupanya dia sedang bercanda dengan Mia dan semua bernapas lega.
Kecuali Clod. Pandangannya membeku saat melihat Mia dari belakang. Rambut keriting spiral Mia tampak memutih segaris.
Dia bergegas mendekatinya dan menyentuh rambut dengan ekspresi tegang.
"Mia masih butuh perawatan!" teriak Clod.
Nunik berlari mendekat dan terkejut. Bima tertegun dengan raut pasi.
"Tadi nggak ada," desis Nunik terkesima. Mia terdiam dan melirik rambutnya yang terjuntai ke samping. Segenggam tangan lebih rambutnya menjadi memutih.
"Waduh, aku jadi tua kayak kamu Clod," keluh Mia ringan.
"Artinya apa ini Clod?" tanya Bima kembali panik.
"Artinya dia harus dirawat karena racun arwah tua itu merasuk dalam diri putrimu." Semua menoleh ke arah pintu masuk taman belakang. Seorang gadis yang luar biasa cantik dengan rambut pirang keemasan dan bergaun bak putri kerajaan berdiri di sana dengan anggun. Sebuah mahkota kecil melingkar dikepalanya.
"Leina," desis Clod terkejut dan membungkukkan badannya dengan hormat.
Leina membalas dengan anggun.
"Semuanya perkenalkan ini Leina, putri kerajaan Elf, pemilik Fleurie (sisir emas)" sambut Clod terkesan sangat formal.
Tika dan Kino berdecak kagum.
"Terima kasih sudah mau berkunjung Leina," sapa Widya hangat.
"Aku juga merasa terhormat. Terima kasih sudah membantu mengembalikan Fleurie," sahutnya sopan.
"Kamu cantik sekali," puji Mia. Tika langsung mengiyakan. Leina tertawa.
"Clod, sungguh menarik sekali mereka. Oh ya, ajaklah Mia untuk mendapat perawatan penuh di negeri kita. Sebagai bentuk ucapan terima kasih dari kami berdua dan kerajaan," ucap Leina antusias.
"Ya, kenapa tidak?" sambut Clod sedikit gugup. Ada perasaan tidak nyaman saat mendengar Leina menyebut 'kami berdua', dia sendiri bingung.
"Beneran? Aku ke negeri ajaib nih?" seru Mia tidak percaya.
"Jika ayahmu mengijinkan," balas Leina geli. Bima bimbang tapi putrinya harus pulih kembali.
"Demi kesembuhan dia, kenapa tidak," jawab Bima sedikit ragu. Mia tersenyum lebar dan mencium ayahnya dengan riang.
"Baiklah. Kita pergi sekarang?" tanya Leina segera.
"Aku perlu siap-siap dulu," sahut Mia langsung panik dan bergegas menyambar tas dan membawa baju seadanya. Tika mengingatkan Mia membawa buku diari dan rosario.
"Nanti dipernikahan kami, pasti semua akan diundang, betul kan Clod?" tanya Leina mengerling penuh arti padanya.
Clod mengangguk kikuk. Leina tersenyum bahagia.
"Wah, jadi Clod itu tunanganmu?!" seru Nunik kaget. Gadis berambut pirang itu mengangguk penuh kebanggaan. Bima langsung tampak tertegun memandang Clod yang berpaling ke arah lain.
"Waaah ... bakal ada Clod Junior dong ...," celetuk Mia dari jauh. Sang putri tersipu malu.
"Seorang ksatria terpilih yang ditakdirkan untuk menjadi suamiku," papar Leina.
"Dipilih maksudnya dijodohkan?" tanya Widya ikut penasaran.
"Betul, tapi aku bersyukur, dia pilihan terbaik. Aku mengagumi dia dari kecil dulu. Ternyata kami berjodoh," mata Leina memandang penuh cinta pada Clod yang dibalas dengan jengah.
Bima semakin prihatin menatap Clod.
"Kami pamitan semuanya," ucap Clod. Mereka melepas ketiganya yang melesat hilang di pusaran angin putih.
"Kasihan Clod," desis Nunik.
"Yah, hatinya bukan milik Leina," jawab Bima.
"Apakah pikiran kita sama?" Widya ikut nimbrung.
"Mia," ucap ketiganya bersamaan.
Gatot menepuk pundak Bima prihatin. Mereka menghela napas panjang.
▪︎▪︎▪︎
Bersambung ...