Chereads / Blue Valentine / Chapter 13 - Breaking The Norm

Chapter 13 - Breaking The Norm

Breaking The Norm.

Nunik turun memeriksa Widya dan kedua anaknya. Gatot yang berjaga di bawah segera memeluk istrinya dan menanyakan kondisi di atas.

"Bukan cuman Tika yang dalam bahaya, Kino sekarang juga terancam," bisiknya lirih.

Widya yang ternyata berdiri di belakang Gatot terpekik perlahan dan menutup mulutnya.

"Wid ...," Nunik melepas pelukan Gatot dan mendekap Widya kuat-kuat.

"Dosa apa yang telah kuperbuat, Nun ...," airmata Widya menitik tanpa sedu sedan.

"Hei ..., kita bisa lalui ini ok?" Hibur Nunik sambil menegaskan melalui tatapan.

Widya menggeleng lemah.

"A-aku takut ...," rintih Widya dan jatuh lunglai di sofa. Nunik mengusap buliran hangat dipipinya tanpa sanggup lagi memberikan kata-kata penghiburan.

Gatot menghindar dengan pura-pura membetulkan selimut Tika dan Kino yang tertidur di sofa panjang. Keduanya berpelukan. Miris hati Gatot. Baginya, yang tidak mungkin bisa memiliki keturunan, Tika dan Kino sudah memberikan kesan mendalam dihati. Gatot telah jatuh cinta pada kedua anak Widya, dan kasih sayang telah tumbuh kian subur. Terutama Nunik, istrinya. Bagi Nunik, Kino adalah sosok anak yang sangat dirindukan.

Suasana haru menyelimuti untuk beberapa saat. Hingga Bima datang dan meminta Nunik kembali ke atas.

▪︎▪︎▪︎

Arwah Menik yang tadinya terlihat menyeramkan, kini berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih tampak manusia.

Rambutnya tergelung rapi, dan kebayanya berubah dari hitam menjadi krem pucat.

Malam semakin larut dan hampir melewati tengah malam.

Mia siap melontarkan pertanyaan berikutnya.

"Jadi, sebetulnya tidak ada kutukan yang menimpa Tika dan Kino? Itu semua ulah leluhurmu yang bernama Mertana?" tanya Mia dengan berani.

Menik mengangguk.

"Aku menculik Kino, karena dia berencana mengambil jiwa Kino sedikit demi sedikit. Tika tentunya akan menyusul," jawab Menik masih menundukkan kepala.

"Terus kenapa kamu bilang sewaktu aku mau ambil Kino, waktunya tidak sekarang?" tuntut Mia semakin menyudutkan.

"Aku sudah mengatakan, Mertana terlalu lama lapar. Tidak ada yang memberinya tumbal. Sebentar lagi dia akan semakin gencar menyerang." suara Menik terdengar mulai kesal.

"Sudah tidak usah berbelit-belit, gimana caranya menghentikan petaka Kino dan Tika!" potong Clod tidak sabar.

"Cukup sempurnakan jiwa Mertana leluhurku. Tapi ingat, dia roh yang sudah berusia 250 tahun, memusnahkan dia tidaklah mudah," sahut Menik.

"Ha-ha-ha-ha, aku sudah berusia 900 tahun Menik, jadi kayaknya tidak sulit," jawab Clod sombong.

"Pantas rambutmu putih semua," celetuk Mia. Clod melotot.

"Ini silver! Kamu buta warna ya?" Kelitnya kesal. Mia mencibir tidak percaya.

"Dan aku tidak tua! 900 tahun usia goblin atau elf, sama dengan usia 30 tahun kalian!" terang Clod lagi.

"Oke, kita lanjutin nggak nih!" bentak Bima menengahi. Clod dan Mia terdiam.

"Biar aku yang tanya," seru Nunik.

"Ancaman jiwa apa yang akan dihadapi kedua anak kami, dan kapan batas waktunya?" Pertanyaan Nunik lugas dan tepat.

Menik meremas ujung kebayanya.

"Akan kujawab, jika kalian berjanji akan menyempurnakan jiwaku setelah menang nanti," pinta Menik.

"Pasti! Semua arwah yang menghuni rumah white akan kami sempurnakan!" janji Nunik cepat-cepat. Menik mengangkat muka dan memandang tajam semuanya.

"Pertama, kumpulkan semua tulang belulangnya seluruh leluhur yang diikat oleh Mertana. Pemakaman ada di belakang rumah ini dan juga di bawah pohon kelengkeng. Kedua bakar dan sempurnakan. Petaka yang akan dihadapi oleh kedua anak malang itu bukan kematian, tapi siksaan fisik selama bertahun-tahun. Itulah sebabnya leluhurku setelah Mertana, terpaksa mengugurkan bayi mereka supaya jangan menjadi tumbal hidup perempuan keparat itu!" jawab Menik dengan geram.

"Dan ingat, abu bakaran haruslah disimpan dan dijaga, supaya dia tidak kembali lagi!" Menik mengucapkan dengan sangat berhati-hati dan jelas. Wibawanya terlihat, jauh dari kesan pertama saat mereka meringkusnya yang masih ringkih.

"Ya ampun, ada berapa jiwa dalam kekuasaan Mertana?" Bima benar-benar ngeri membayangkan sosok Mertana.

"Tiga puluh jiwa tidak terhitung beserta bayi," sahut Menik sendu. Mia bergidik membayangkan tiga puluh hantu yang semuanya arwah penasaran.

"Ok, sudah jelas. Oh satu lagi. Kenapa kamar yang dibawah jauh dari gangguan dibandingkan dua kamar di atas ?" Nunik betul-betul ingin mengupas habis rasa penasarannya.

"Bukan kamarnya yang angker, tapi lemari itu, dan kaca rias dikamar sebelah adalah barang milik Mertana. Dari media itulah dia keluar masuk. Sedangkan kamar dibawah, adalah kamarku. Tempat yang sudah kubentengi semasa hidup dari gangguan mereka " jawab Menik yang sekarang terlihat sudah betul-betul pulih berwujud manusia. Arwahnya tidak lagi menyeramkan.

"Terima kasih Clod, sudah membuang racun sukmaku. Kini penampilanku sudah kembali," ucap Menik terharu. Clod mengibaskan tangannya.

"Hmm, sama-sama," jawabnya cuek.

"Kupikir kamu nggak punya rasa simpati, Clod," puji Mia datar.

"Kapan kamu berusia tujuh belas tahun Mia?" Clod balik bertanya.

"Baru dua hari lalu, kenapa?" tanya Mia merasa aneh. "Jauhlah dibanding 900 tahun Clod, aku masih imut dan muda. Dulu sekolahmu ada pelajaran berhitung bukan?" sindir Mia sebelum Clod menjawab dan gadis itu merasa menang.

Clod tersenyum geli tapi tatapan matanya lembut.

"Berarti dua tahun lagi simpatiku untukmu, tenang, aku orang yang sabar kok," jawab Clod sambil berlalu dari hadapan mereka.

Bima yang paham akan arti ucapan Clod langsung berteriak,

"Hei tanya dulu bapaknya dong! Enak aja langsung maen simpati-simpati," dengusnya keki. Mia yang masih tidak paham langsung menambahkan.

"Emang nggak sopan itu makhluk nggak jelas. Goblin bukan, elf juga enggak," gerutu Mia merasa mendukung ayahnya.

"Kamu nggak ngerti ..., ah sudahlah," sahut Bima lemas dan berharap semoga ucapan Clod tidak serius.

"Clod, ini mau diapain arwahnya!" teriak Nunik.

"Terserah ..., astaga kenapa harus teriak sih!" balas Clod dari bawah.

"Bisakah kalian bicara pelan, aku masih disini," timpal Menik sambil memejamkan mata prihatin. Manusia dan makhluk yang dihadapannya semua berjenis sama. Sinting.

Nunik melepas tali emas yang mengikat arwah Menik dan menyuruhnya membantu berjaga.

Menik menganggukkan kepala dan menghilang dalam sekejap.

▪︎▪︎▪︎

Bima dan Gatot mengusap peluh. Pagi itu, pukul tiga dini hari, tanpa membuang waktu mereka menggali tiga puluh makam yang berada di belakang rumah white.

Clod yang mendapat jatah menggali sepuluh makam sudah selesai dan duduk dengan tenang di sebelah tumpukan tulang yang disusun dalam ember besar.

"Ckckckck ... malah duduk bukannya bantuin," seru Mia berkacak pinggang. Tinggi gadis belia ini hampir mencapai pundak Clod lebih. Bima selalu mendapat penawaran untuk mengikut sertakan putrinya dalam ajang kecantikan ataupun dunia model. Tapi, sepakat dengan Mia, dia selalu menolak.

Mia lebih menyukai hal-hal nyentrik. Seperti contohnya, memilih naik angkot dibandingkan antar jemput mobil yang disediakan Bima. Lebih suka makan mie ayam pinggir jalan daripada restauran mewah. Entah siapa yang memberinya inspirasi, tapi Mia juga mengikuti program sosial untuk bekerja di panti jompo sebulan dua kali.

Suatu kualitas yang jarang dimiliki oleh remaja yang lahir di era milenium.

Karakter Tika pun sama, itu yang membuat keduanya langsung akrab.

Tika bukan remaja yang suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Bagi Tika mengurus Kino adalah hal utama. Dengan minat yang sama, kedua gadis remaja itu tidak lagi merasa asing satu sama lain.

Clod melempar kecoak yang merayap di kakinya. Kesabarannya mulai habis.

Didukung sindiran Mia, dia menggunakan sihirnya membantu Bima dan Gatot menggali makam dan mengumpulkan semua tulang yang sebagian sudah tinggal tengkorak saja.

"Dari tadi tho mas bro, mas bro," gerutu Gatot melempar cangkulnya.

Clod selesai memindahkan semuanya kesatu titik dan meratakan kembali galian tanah beserta nisan yang sempat terjungkal. Pemakaman keluarga Bosch kembali rapi seperti semula.

Matahari mulai bersinar di ufuk timur. Clod memejamkan mata menikmati hangatnya sinar mentari.

Mia tertegun saat melihat wajah Clod yang baru disadari ternyata menarik. Bentuk hidung tinggi sempurna, rahang kokoh dan bibir yang merah ranum dengan dagu terbelah mempesona. Entah, Mia pun belum paham, tapi perasaannya muncul debar aneh yang membuatnya tersipu.

"Jangan lupa berkedip!" Cetus Clod dengan posisi masih menikmati sinar sambil memejamkan mata.

Dengan jengah, Mia langsung berbalik.

"Ada kecoak dirambutmu!" sahut Mia kesal dan melupakan getaran aneh yang menguap begitu saja, berganti jengkel karena tertangkap basah.

Clod menepiskan rambut dan berjingkat mengibaskan jubah panjangnya. Mia tergelak senang.

Dari balik kaca, Widya memandang matahari penuh harap. Semoga hari ini akan berakhir dengan baik.

Ya Allah, Ya Rabbi, ke dalam tanganMu kuserahkan keluarga dan sahabatku kedalam rencana baikMu.

Doa mengalir dengan tulus dari hati Widya.

Selangkah lagi, ini akan tersudahi!

▪︎▪︎▪︎

Bersambung ...