Widya mengelus kaki Kino yang masih berbekas telapak tangan hitam. Bagi seorang ibu, ini pengalaman yang tidak pernah terbayang dipikirannya.
"Sakit nggak Kin?" tanya Widya pelan. Kino menggelengkan kepalanya.
"Nggak berasa kok ma," jawabnya.
"Nanti kalo berasa sakit, kasih tau mama ya?" pinta Widya. Kino mengacungkan jempol.
"Kin, pesawatnya udah jadi nih," seru Bima menyerahkan origami buatannya.
"Wah! Om Bima pinter banget ...," puji Kino sambil mengagumi karya Bima.
Nunik merapikan rambut Tika supaya rapi dan panjangnya sama. Tangannya tampak lincah memotong rambut dan membentuknya hingga menutupi bagian pitaknya.
Nunik terenyuh dan menahan haru yang menyeruak dihatinya.
"Sebentar lagi, semuanya akan berakhir kok," hibur Nunik. Tika tidak menjawab. Pandangannya terus kedepan.
Nunik mengibas pundak Tika dan membersihkan sisa rambut.
"Ini semua salah aku tante, coba dari awal nggak geratak, nggak ceroboh," sesal Tika. Nunik menarik kursi dan duduk.
"Mungkin karena kita yang ditakdirkan untuk mematahkan kutukan itu, makanya semua jalan dan peran sudah diatur," jawab Nunik mencoba menentramkan kegelisahan Tika.
Tika terus termenung. Bahkan saat ibunya mengajak untuk menghiasi kue buatannya. Tika seperti kehilangan semangat hidupnya.
Setelah agak sore, Mia datang kembali. Melupakan tentang rencana valentine dan akan menghabiskan waktu dengan Tika.
"Tik, Clod akan berjanji untuk menyelesaikan malam ini," ujar Mia dengan antusias. Tika memandang sahabatnya dengan tatapan lesu.
"Semoga ya," jawabnya kemudian menyelimuti dirinya sendiri dan meringkuk di sofa ruang baca favoritnya.
Nunik memberi isyarat Mia untuk meninggalkan Tika supaya bisa istirahat.
"Dia melemah Tante," bisik Mia. Nunik mengangguk.
"Clod?" Nunik berbalik tanya.
"Nanti malam dia akan kembali," jawab Mia yakin.
▪︎▪︎▪︎
Bima melarang siapapun mendekati lantai dua hingga Clod datang kembali.
Mia menghabiskan waktu dengan menyelesaikan puzzlenya. Sementara matanya tidak lepas mengawasi Tika.
Panggilan untuk makan malam mengumpulkan semua di ruang makan.
Kino bangun dan terjatuh. Widya kaget dan berlari.
"Kamu kenapa?" tanya ibunya heran melihat Kino yang tidak segera beranjak.
"Tau nih, kaki kiriku lemes. Nggak bisa digerakin," keluh Kino. Widya tergugu. Tanpa kata dia menggendong putranya ke meja makan. Bima segera mengambil alih dan membawa Kino duduk disebelahnya.
"Gatot belum balik Nun?" tanya Bima.
"Mungkin sebentar lagi, masih terjebak macet," sahut Nunik tersadar dari larutan simpatinya dan segera membagikan ayam panggangnya.
Widya membujuk Tika untuk mengambil makan lebih banyak. Tapi rupanya Tika mulai betul-betul melemah.
"Mulutku pahit Ma," keluh Tika pelan. Widya makin merasa prihatin. Ketakutan mulai menyelimuti hatinya.
"Mama bikinin bubur mau?" tanya Widya. Tika menggeleng.
"Ini aja, aku paksa dikit-dikit," sahutnya.
Makan malam berlangsung hening, tidak ada yang berminat sedikitpun untuk memulai sebuah percakapan. Dalam hati masing-masing, mengutuk petaka yang membayangi mereka.
Widya mengibaskan kakinya saat sesuatu menyentuh lututnya. Tak lama kemudian, kembali dia merasa sesuatu menyentuh tumitnya. Bima memperhatikan Widya yang sesekali melihat kebawah meja.
"Kenapa Wid?" tanya Bima.
"Nggak tau nih, kayak ada yang nyenggol," sahut Widya.
Mia melongok ke bawah meja. Sekumpulan anak-anak kecil sedang menjahili Widya. Tubuh mereka hitam legam, dengan ukuran hanya sebesar boneka. Saat mereka menoleh kearah Mia, tidak ada satupun dari hantu itu yang memiliki bola mata. Hanya rangka kosong yang mengerikan!
Mia tersentak hampir terjatuh.
"Aaaaaargh," jeritnya.
Nunik dengan sigap menangkap Mia.
Semua sontak berdiri dengan ekspresi bingung dan takut sekaligus.
"A-apa yang di-di sana, sssih?" Widya gemetar dan memeluk Kino juga Tika.
"Mungkin arwah bayi penasaran yang dibakar," desis Nunik menjawab pertanyaan Widya.
Kalimat yang dilontarkan Nunik membuat Widya dan kedua anaknya menjerit histeris.
"Astaga, kenapa setiap aku datang selalu ada teriakan!" seru Clod dengan suara yang masih terdengar anggun. Gatot di belakang Clod dengan muka bingung.
"Syukurlah, kenapa lama banget sih, kita harus mengakhiri ini semua!" balas Nunik jengkel. Clod memutar bola matanya kesal.
"Perjalanan bolak balik dari London kesini penuh. Jadi harus ngantri!!" Clod membela diri.
"Aku harus menunggu di tengah borobudur seperti orang dungu, dan dikejar satpam lagi," gerutu Gatot masih terdengar kesal karena Clod.
"Kenapa jemput di sana?" tanya Nunik heran.
"Tanya Clod, dia harus membawa sesuatu ke borobudur katanya," jawab Gatot sambil mengelus rambut Kino.
"Ayolah, kita sudahi malam ini," ajak Bima dengan penuh harap. Clod tidak menjawab, tapi dengan lambaian tangannya menyingkirkan semua hidangan di atas meja. Dengan teratur piring-piring berisi lauk itu melayang di udara menuju kulkas dan masuk satu persatu. Piring-piring kotor dan gelas tertumpuk rapi di wastafel cuci piring.
Clod menepuk kedua tangannya.
"Setidaknya kita harus kerja dalam keadaan bersih," ucapnya sambil melenggang ke atas. Semua hanya terpana menyaksikan semua sihir yang dilakukan Clod.
Nunik dan Bima segera tersadar dan mengikuti Clod ke atas.
"Ajak si rambut keriting ke atas sekalian," teriak Clod dari atas. Mia segera bergegas menyusul.
"Kita ke ruang tamu aja mbak," ajak Gatot pada Widya.
Sementara Widya dan kedua anaknya dalam perlindungan Gatot, Clod, Mia, Nunik dan Bima sudah berada di kamar Kino.
Clod membuka pintu lemari lebar-lebar dan mundur sekitar lima langkah.
"Nunik, Bima, keluarkan energi kalian melindungi ruangan ini. Monsmia bantu menangkap si nenek sihir sialan!" perintah Clod.
"Monsmia siapa?" tanya mereka bingung.
"Monsmia adalah Mia kriting!" jawab Clod tidak sabar. Mereka tidak lagi bertanya, segera mengambil posisi semua dengan sigap.
Dari sakunya, Clod mengeluarkan botol kaca seukuran sepuluh senti dan membuka tutupnya, lalu meletakkan di lantai.
Mulutnya bergumam, kemudian menghembuskan sesuatu dari mulutnya. Udara dingin menyebar ke seluruh ruangan. Tangan Clod melambai ke arah lemari dan asap tebal kelabu keluar dari dalam.
Mia mulai bersiap saat tangan Clod membuat gerakan seperti menarik sesuatu. Titik peluh mulai terlihat di kening Clod. Wajahnya mengeras dan mata birunya semakin terang seperti bersinar.
Udara semakin dingin hingga serpihan es kecil melayang diudara. Seiring Clod tampak semakin berat menarik sesuatu, muncul dari dalam lemari, pertama jari tangan dengan kuku runcing menghitam. Kemudian disusul kepala perempuan dengan rambut panjang menutupi wajahnya.
Wanita itu merangkak perlahan keluar dan mengeliat seperti kesakitan.
"Lamenik Purwaningrum Bosch, kau akan diadili atas kejahatanmu menyalahgunakan barang curian dari kerajaan kami!" Seru Clod dingin dan segera menyambar botol kaca serta mengarahkan kepada arwah perempuan berkebaya hitam.
Arwah itu tersedot kedalam botol kaca secara perlahan, namun tidak bisa kabur atau melawan walaupun terus berontak.
"Aku tidak bersaaalaaaah ...," teriak wanita itu dengan kesakitan. Clod mencibir.
"Yeaaah, betul. Semua penjahat juga mengatakan hal sama," sindir Clod ketus.
"Leluhurkuuuu, yang mengiiikaaat jaaanjiiii, aaakuuu beerusaaahaaa, memataaahkaaan, aaarggggh ...." teriakan kesakitan memilukan terurai dari mulutnya yang hitam dan bergigi runcing kecil.
Mia tercekat.
"Beri kesempatan dia bicara Clod," pinta Mia.
"Kamu serius? Dia yang ngasih petaka pada temanmu!" jawab Clod tidak percaya.
"Kita dengarkan dia!" tegas Mia.
Clod menghentakkan kakinya kesal, tapi tetap mengeluarkan tali emas dari jubahnya dan mengikat arwah perempuan itu. Botol segera ditutup dan disimpan.
Tampang Clod tidak sabar.
"Kamu punya waktu dua menit Monsmia!" balas Clod setengah mengancam.
Mia mendekati arwah perempuan berkebaya hitam yang tergeletak tidak berdaya.
"Waktumu tidak banyak, jadi jelaskan singkat jangan bertele-tele," ucap Mia.
Arwah itu merintih dan meringkuk.
"Menik. Panggil aku dengan nama itu. Bukan diriku penyebab petaka, aku hanya ingin sisir itu terkubur denganku supaya tidak ada lagi korban. Tapi, ternyata dengan berhenti memberi tumbal, aku sekarat dan jiwaku terikat. Berkali-kali aku mencoba menghubungi kalian, tapi kalian malah menyakiti aku," rintihan Menik semakin melemah.
"Kamu menyandera Kino! Itu tidak cukup bukti bahwa memang niatmu mencelakakan kami?" tuduh Mia.
"Jika Kino tidak kubawa pasti Mertana, leluhurku, akan mengambil nyawa Kino. Lihatlah sebentar lagi," keluhnya. Wajah Menik mendongak menatap Mia.
"Jika kalian membawaku, tidak ada lagi yang menahan leluhurku dari kelaparan ingin menelan jiwa korban kutukannya," suara Menik terdengar seperti letih dan tidak berdaya.
Clod terdiam. Tidak bergeming. Pikirannya fokus pada kekuatan besar yang dia rasakan dari dalam lemari.
Tanpa menunggu, Clod menutup pintu lemari dengan gerakan cepat yang fantastis. Seutas tali emas terikat mengelilingi lemari dalam sekejap.
"Syukurlah dia mengerti," senyum Menik lega.
Mia menyentuh lengan Clod.
"Makasih ya, udah percaya," bisiknya. Clod tersenyum dan menyentil rambut keriting Mia yang terurai di kening sambil membalikkan badan menatap tajam arwah Menik.
"Menik! Kamu harus menjelaskan kerumitan ini! Sial, kenapa semua tentang kalian sangat complicated?!" seru Clod memijit keningnya.
"Selamat datang di negara pencipta -sinetron-," balas Mia dan menghempaskan diri di kasur.
Nunik dan Bima membuka mata, keduanya tampak lelah sekaligus kesal. Mia dan Clod betul, ini seperti menyusuri episode sinetron, panjang dan rumit!!!!
▪︎▪︎▪︎
Bersambung ...