Chereads / Blue Valentine / Chapter 11 - Di mana Kino?

Chapter 11 - Di mana Kino?

Sinar matahari bersinar redup pagi itu. Awan hitam sudah bergelayut di sebelah barat, siap mengucurkan curah hujan. Widya menyiapkan sarapan sambil berbagi cerita tentang hidupnya pada Nunik. Bima mendengarkan diam-diam. Kisah Widya menyentuh perasaan Bima begitu mendalam. Wanita secantik itu, ternyata menyimpan masa lalu pahit.

Beruntung, dia bertemu suaminya, walau sudah 'pergi', tapi mampu menghadirkan kebahagiaan dengan lahirnya Tika dan Kino. Binar ceria terpancar dari matanya saat menceritakan Fatir, suaminya. Bima menyimpan secuil kecewa saat kenyataan menghadirkan bahwa mungkin Widya tidak akan menerima dirinya yang berbeda keyakinan.

Biarlah, sekadar mengagumi. Batin Bima dalam hati.

Origami pesawat buatannya sudah jadi seperti janjinya pada Kino. Bima bergegas keluar menuju taman belakang mencari Kino. Di pohon kelengkeng hanya Tika dan Mia.

"Girls! Kino mana?" tanya Bima setengah berteriak.

"Baca kali Pa, di kamar," sahut Mia masih mendorong Tika yang duduk di ayunan.

Bima masuk dan tidak membuang waktu naik ke lantai dua dan mengetuk kamar Kino dengan senyum terukir di wajahnya.

Membayangkan ekspresi Kino dengan mata yang bulat akan memekik kegirangan. Putra Widya yang satu ini memang bertampang sedikit 'bule', entah kebetulan atau tidak, mirip Bima. Rambut pirang, kulit putih, mata coklat terang dan bibir merah. Jika rambut Kino panjang, pasti banyak yang mengira dia perempuan.

Ketukan kedua membuat Bima mulai berfikir Kino tertidur. Tanpa menunggu, Bima membuka kamar Kino dan kosong! Kasurnya masih tampak rapi, begitu juga meja belajarnya. Hanya pintu lemari yang terbuka dan pesawat mainan favoritnya tergeletak di depan lemari.

Belum ada perasaan curiga, Bima turun dan menyapa Widya yang sedang memasukkan kue ke dalam oven.

"Kino mana ya Wid?" tanya Bima sambil menarik kursi dan duduk menimang pesawat origami ditangannya.

"Tadi main sama cewek-cewek kok," jawab Widya melepas sarung tangan anti panas dan mengusap peluh dengan punggung tangannya.

"Aku dah tanya mereka, katanya di kamar, tapi nggak ada juga," jawab Bima mulai khawatir. Widya menoleh ke tangga yang terletak persis di seberang ruang makan dan dapur.

"Kinoooo," panggil Widya cukup keras. Tidak ada sahutan.

"Kenapa?" tanya Nunik dengan bunga mawar segar di tangan siap menghiasi vas.

"Nyari Kino nih," seru Widya dari ruang laundry yang terletak disebelah ruang dapur.

Nunik menjatuhkan bunga mawarnya dan menoleh ke atas.

"Panggil Mia sekarang, Bim. Minta Clod datang segera," desis Nunik sambil berlari naik ke kamar Kino. Widya menyusul Nunik, sementara Bima memanggil Mia masuk.

"Kenapa Pa?" tanya Mia heran.

"Panggil Clod, Kino hilang," jawab Bima kecut.

"Kino ada di kamarnya Pa, aku bisa ngerasain dia kok disana kok," sergah Mia masih tidak percaya. Bima memberi isyarat Mia untuk melihat sendiri.

Gadis itu berlari ke atas disusul Tika.

Begitu masuk kamar, Widya dan Nunik sedang duduk tersedu di depan lemari yang terbuka.

Mia memang merasakan kehadiran Kino tapi dia sama sekali tidak terlihat.

"Tante Nunik ...," panggil Mia ingin menyakinkan insting keenamnya.

Nunik menganggukkan kepala dengan pilu.

Mia menghentakkan kaki kesal dan segera memanggil Clod dengan konsentrasi penuh.

Kino, diculik wanita berkebaya hitam ke dunia lain!

▪︎▪︎▪︎

Tika memandang rintik hujan di luar dari sofa ruang baca yang menghadap langsung ke lereng rumah sebelah barat. Wajahnya bengap dan hidung merah. Mendung seperti cuaca diluar yang kurang bersahabat.

Semangatnya hilang. Dia memilih menyendiri daripada berada di atas dengan mereka yang sedang mencari Kino. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Seandainya dia tidak ceroboh dan lancang mencoba sisir itu, maka semua ini tidak akan terjadi.

Clod baru tiba sepuluh menit yang lalu dan memeriksa lemari Kino dengan cermat.

"Ya, perempuan itu membawanya," cetusnya. Mia mengikat rambut panjangnya yang keriting spiral ke belakang.

"Kita juga tahu om Clod! Tapi caranya gimana buat dapetin Kino balik," sindir Mia ketus.

"Berhenti memanggilku 'Om', astaga itu panggilan yang mengerikan. Budaya kalian rumit!" sahut Clod jengkel.

"Ok-ok, kamu siap bantu sekarang?" tanya Mia.

"Kita nggak bisa gegabah menyelamatkan!" tukas Clod cepat.

"Pertama, tadi malam kamu bilang kami harus menunggu bulan purnama untuk memanggil arwah wanita itu. Tapi rupanya dia lebih cepat dari kita Clod. Jadi, tolong, bertindaklah," pinta Bima.

Widya yang sedari tadi duduk di kasur dan tidak berkomentar mulai menangis.

"Harus berapa lama lagi ini selesai, kenapa semua harus ada menunggu?!" serunya habis kesabaran.

"Jika aku masuk kesana dan mengambil Kino, aku tidak memiliki kekuatan hingga purnama mendatang untuk menghancurkan kutukan iblis rendahan itu!" jawab Clod membela diri.

"Aku yang akan masuk dan mencari!" kalimat Mia mencengangkan semua yang hadir.

"Mia! Jangan ceroboh! Kamu baru belajar 'berkelana'. Mungkin belum saatnya," seru Bima khawatir. Mia menoleh pada ayahnya.

"Bulek Wuri bilang selama ada Tuhan di hatiku, aku akan baik-baik saja," jawabnya ringan.

Kali ini Bima yang lunglai. Jiwanya terhentak oleh dilema yang sulit memihak. Mia duduk bersila di depan lemari. Kedua tangannya terbuka ke atas diatas lututnya yang tertekuk. Matanya tajam memandang ke dalam lemari. Mia menarik napas panjang.

"Bawa ini, bisa membantumu dalam kegelapan," tutur Clod sambil memberikan sebuah kalung emas dengan liontin berlian biru sebesar koin. Indah dan bersinar biru redup. Mia menengadah dan tersenyum.

"Makasih Clod, kupikir kau tidak memberikan bantuan sama sekali," goda Mia.

"Aku masih ingin melihat rambut keritingmu kembali!" sahutnya kembali ketus.

Mia tersenyum geli, sedangkan yang lain dalam keadaan cemas. Mia membuat tanda salib dan memejamkan mata. Semua menunggu dengan hati terpacu oleh hasil yang akan terjadi nanti.

Gadis keriting dengan wajah polos itu mulai 'berkelana' untuk pertama kali.

"Hati-hati, Nak!" seru Bima dengan raut cemas.

"Tenang, dia tidak akan mati karena ini," tangkis Clod santai.

"Jika putrinya terluka seujung kuku sekalipun, awas kau!" ancam Bima geram. Clod masih tersenyum dengan mata memandang ke arah lemari.

▪︎▪︎▪︎

Mia menengok ke belakang. Tubuhnya sedang duduk tenang. Semua menatap badannya yang bersila. Kecuali Clod dan Nunik yang bisa melihat dirinya dalam bentuk sukma. Senyum Nunik dan acungan jempol Clod meneguhkan dirinya untuk masuk dalam lemari.

Begitu sukmanya masuk, dirinya seperti tersedot ke pusaran air yang kemudian menghempaskan dirinya ke dalam pekatnya kegelapan. Kalung dari Clod yang tergantung di lehernya mulai bersinar dan makin lama makin terang.

Sebuah pintu berwarna merah menjulang tinggi berjarak sekitar lima meter dari tempatnya berdiri. Mia berjalan penuh keyakinan menuju pintu dan meraih pegangan pintu berkarat serta mendorongnya.

Kegelapan dibalik pintu itu lebih pekat. Mia masuk tanpa ragu-ragu. Langkah kakinya terasa ringan. Baru lima langkah sesosok makhluk mencegatnya, Mia sontak mundur. Sosok bertubuh putih itu tidak memiliki mata. Hanya lubang hidung dan mulut yang sangat lebar dari kuping hingga ke kuping sebelahnya. Giginya runcing dan kecil-kecil.

"Baumu sangat harum, seharum niatmu. Ikatlah ini supaya tidak tersesat jalanmu," serunya dengan suara kecil menyorongkan seutas tali merah. Mia menimbang, ternyata walaupun penampilannya mengerikan, roh itu tidak berniat jahat.

"Apa imbalannya," tanya Mia masih ingin menyakinkan supaya tidak tertipu.

"Cukup tebarkan kebajikan! Makhluk sepertiku tidak bisa melihat rupa. Hanya bisa mendengar indahnya doamu dan mencium harumnya hatimu," sahutnya seperti suara boneka muppet.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Mia polos. Makhluk itu menelengkan kepalanya yang plontos tidak berambut.

"Karena aku diciptakan untuk membantu jalan si bijak, tapi juga menelan si perusak," sahutnya. Mia menghela napas lega. Diterimanya tali merah itu dan diikat pada pinggangnya. Dia mulai berjalan kembali.

Dua menit setelah dia berjalan, tampak di kanan dan kirinya cahaya putih kecil melayang di udara. Tempat yang semula gelap mulai tampak terang.

Mia baru menyadari tempat itu berupa ruangan yang sangat luas. Dari jauh Mia melihat sebuah kotak besar. Dia mengenali corak baju itu. Kino!

Mia berlari menuju kotak hitam tapi begitu hampir sampai talinya tidak bisa memanjang kembali.

"Kino! Dengar, ini kak Mia!" seru Mia lantang.

Kino menoleh, dan wajahnya terlihat mengerikan. Dibawah matanya menghitam dan giginya mulai tumbuh taring.

"Kak Mia, jangan kesini! Pulang sana!" balas Kino panik.

"Ayo kita pulang dek, pegang tangan kakak!" teriak Mia.

"Tapi ...," Kino tampak ragu. Dia menengok kanan kiri. Dia bangkit dan berjalan pelan menuju ke arah Mia.

"Cepat!" teriak Mia panik saat sinar putih yang tadinya mengambang di udara, berubah menjadi sosok makhluk dengan bentuk yang mengerikan melayang menuju mereka.

Dari balik kotak hitam itu, muncul wanita bungkuk berkebaya hitam yang tampak murka, menyeret tubuhnya mengejar Kino!

Jarak yang hanya sepuluh meter ternyata sulit ditempuh saat para makhluk mulai mengelayuti tubuh Kino.

"Pergilah kak, aku gak bisa," Kino mulai putus asa.

"Ayo, coba terus, selangkah demi selangkah!" Mia terus memberi semangat.

Tangan Kino terulur dan Mia langsung menyambar dan menarik tangan Kino sambil berlari secepat mungkin. Mia mulai melihat pintu merah dari kejauhan. Dia mempercepat ayunan kakinya.

Kino mulai terengah.

Gadis itu tidak patah semangat. Dengan sigap dia menggendong Kino dipunggung dan terus berlari.

Hantu wanita berkebaya hitam melesat dengan cepat dan mencengkeram kaki Kino.

"Jangan bawa sekarang!" teriaknya sambil menggeram.

Tangan Mia sudah memegang pegangan pintu merah. Dengan tenaga terakhirnya, dia menendang perempuan itu dan menerjang pintu.

Tubuh Kino terguling keluar dari lemari sementara sukma Mia kembali ke raganya. Jeritan penuh syukur berkumandang di seluruh ruangan. Bima memeluk putrinya dan menciumi wajah Mia dengan airmata berlinang.

Clod tersenyum puas dan menarik tali merah dipinggang Mia.

"Kembalikan tali tuntunan ini kepada sang pemilik," gumam Clod lembut dan melempar tali ke dalam lemari.

"Makasih Clod," sahut Mia sambil mengembalikan kalung blue diamond pada empunya.

"Untukmu, sebagai hadiah karena menggantikan tugasku," balas Clod sambil menyentil rambut ikal Mia. Wajah gadis berambut ikal itu bersinar. Senyum lebar terukir dibibirnya yang mungil.

Di pintu Clod berhenti.

"Jangan pernah berfikir untuk menjualnya, demi benda kotak panjang aneh itu!" serunya tajam dan berlalu sambil menggerutu. Mia cemberut.

"Namanya handphone android! Bukan kotak panjang aneh!" seru Mia.

"Ya apapun itu!" teriak Clod dari bawah.

Bima tertawa dan memeluk Mia.

Kino selamat, walaupun harus membawa tanda menghitam seperti bekas telapak tangan di kakinya.

▪︎▪︎▪︎

Bersambung