Setelah istirahat yang cukup, Gerald yang sedang membakar cerutunya sambil melihat Kiana yang tertidur dipangkuan ayahnya serta Bramana pula ikut tertidur, mungkin karena kecapean habis perjalan yang cukup melelahkan untuk mereka. Setelah melihat kondisi mereka berdua, sambil menghisap cukup dalam dan menghembuskanya dengan santay dia lalu membuka satu persatu jendela rumahnya, sambil melihat pemandangan yang cukup ramai di luar di bersandar disamping jendela dan melihat kearah anak-anak yang sedang bemain bersama orang tua mereka. Dengan senyuman bahagia di wajahnya, Gerald mengambil cerutu dari mulutnya lalu menghembuskannya dengan pelan
"bagaimana ya perasaan Riris melihat Bramana sekarang?" ucapnya dalam hati sambil sesekali memandangi sahabatnya yang sudah menjadi seorang ayah itu.
Sambil berjalan kearah belakang, tepatnya kearah tungku besar tempatnya untuk memulai pembuat perabotan tempur, sambil mengambil celemek dan melihat rancangan yang diingikan Kiana.
"jadi Kiana pedang seperti apa yang kamu inginkan?" sambil mengeluarkan buku kecil dan pena
"woh woh ayah punya saran. Bagaimana kalau pedangnya mirip dengan punya ayah, kerenkan?" sambil tersenyum melihat Kiana
"he, pedang ayah? Ngak mau ngak ada kesan anggun-anggunya." Sambil menyilangkan tanganya dan memalingkan wajahnya dari ayahnya
"jadi gini paman, aku mau pedang yang bisa membantu aku memaksimalkan sihir murniku. Karena dulu aku sebelum melatih pernafasan dan aku mencoba jurus yang cukup kuat. Itu membuatku tidak bisa mengendalikan diri dan membuat ayah cidera" sambil menampilkan wajah kecewa sambil melihat tanganya
"eh jangan sedih. Ayah lo ngk papa" sambil menepuk dadanya
"kalau sampai Bramana ngak kuat menghadapi kekuatanmu Kiana, biar aku yang membunuhnya" sambil menunjukkan sifat dinginya
"eh!!!" Bramana terkejut mendengar ucapan Gerald yang membuat bulu kuduknya berdiri semua
"buat pedangku sedikit tipis dan berbentuk meruncing keatas Paman dan peganganya aku ingin terasa lebut tapi kokoh waktu dipegang, dan sentuhan terakhir kalau boleh. Aku mau di bagian perantara pegangan dan pedangnya ada motif bunganya"
"yosh, sudah tercatat nanti dirumah akan kugambar" sambil menaruh kembali buku kecil dan penanya tadi.
Yah obrolan singkat semalam itu menunjukkan keinginan Kiana terhadap pedang yang dia inginkan. Setelah Gerald melihat gambarnya, dia lalu menancapkannya dipapan kayu coklat yang disitu juga ada banyak gambar-gambar pedang lain yang sudah pernah dibuat oleh Gerald. Tanpa banyak berfikir Gerald langsung mengambil palu dan pencapitnya, dia langsung melakukan perkerjaan keseharian itu. Dengan penuh semangat dia terus memukul bahan itu yang membuat Kiana terbangun. Kiana yang terkejut kenapa dia sendirian di kursi, diapun mencoba mencari ayahnya, tapi tidak ketemu. Dia melihat sangkar burung merpati ternyata burung itu sudah bertengker di ranting yang ada didalam sangkar. Burung itu sudah mulai sehat keadaanya mulai membaik. Sambil mengambil merpati itu dan Kiana mengelus-elusnya dan Kiana mengambil roti dan meremas-remasnya hingga menjadi remah-remah roti yang sangat kecil dan menaruhnya diatas meja. Merpati yang melihat perlakuan Kiana langsung senang dan memakan remah roti yang sudah diberikan kepadanya.
Sambil duduk melihati merpati itu makan, tiba-tiba ada orang yang masuk kedalam rumah
"aku pulang" teriak Bramana sambil membuka pintu
"eh Kiana udah bangun" sambil tersenyum meliaht kearah Kiana
"heh!!!, ayah ya. Ngak bangunin aku. Ngilang seenak jidatnya" sambil marah-marah keayahnya
"maaf-maaf. Ayah kasian sama kamu, kayaknya kecapean banget. jadi ayah hanya ingin kamu istirahat dengan cukup, maaf ya" sambil mengelus-elus kepala Kiana
"ini permen apel, ayah tadi beli" sambil menyodorkan permen apel kemulut Kiana
"heh, ayah. Pinter banget mbujuknya" sambil menunjukkan wajah kesalnya
"eh paman Gerald mana yah?" sambil menarik permen yang berada dimulutnya
"kamu ngak dengar ya? Suara bising ketukan palu yang cukup keras dibelakang?" sambil mengeluarkan bahan-bahan makanan
"eh iya-iya" sambil melihat ayahnya yang mulai hendak memasak dan membuat kue
"yaudah kamu kebelakang sana gih, lihat proses pembuatan pedangmu, ayah mau bikin sarapan sama membuat beberapa kue kesukaan Gerald" sambil menyalakan kompor kayu untuk memasak
"baiklah"
Sambil memegangi permen apelnya dia melihat-lihat pedang yang sudah jadi
"wah keren banget" ucapnya sambil terkagum melihat hasil buatan paman Gerald. Sambil melihat-lihat dan mencoba melihat beberapa rancangan yang belum jadi dipapan, Kiana sangat terkesan akan semua rancangan dan hasil buatan Paman Gerald.
"paman" sambil menunjukkan wajah imutnya yang sedang memakan permen
"eh Kiana, ini pedangmu setengah jadi. Gimana menurutmu ?" sambil mengangkatnya dengan capitan
"wah bagus nih kayaknya. Ngak kusangka Paman Gerald yang konyol dan kadang dingin memiliki kemampuan pandai besi yang hebat" sambil melihat lagi rancangan gambaran pedangnya dipapan
"hehhhh, iya-iya. (Aku kadang dingin dan konyol)" bergumam lirih, sambil memegangi kepalanya
"Yah itulah, aku pembuat pedang ayahmu dulu Kiana dan pedang kayu yang kamu pakai latian sekarang adalah buatan ayahku dulu" sambil memukuli pedang setengah jadi itu.
"yah paman memang hebat. Paman juga dulu waktu jadi kapten kan sejajar sama ayah" sambil melihat Paman Gerald dari kejauhan
"ngak juga sih, ayahmu lebih hebat. Paman dulu hanya kuat dipertahan saja dan Paman juga hanya sampai ketahap sihir tanah level 2" sambil menyelupkan pedang itu kedalam air
"oh paman sihir tipe tanah ya. Pantas aja bisa membuat seluruh gua bergetar dengan keras, untung aja ngak roboh" sambil berdiri dan mengambilkan lap untuk Gerald
"makasih ya. Kiana minta pegangan yang lembutkan?" sambil mengambil beberapa tali dan kayu kecil sekepal tangan dilemari dekat dengan Kiana
"iya paman, warna pink ya biar ngk monoton warna ungu pedangnya" sambil membuntu mengambilkan beberapa alat untuk membuat pegangan pedangnya
"yaudah. Biar menjadi kejutan, sekarang Kiana pergi dulu nanti kalau udah selesai paman pangil" sambil mengambil beberapa alat jahit dan kain
"heh!!! Kok gitu. Kan aku ingin tahu prosesnya paman" sambil menunjukkan mimic penuh harap, untuk diperbolehkan melihat prosesnya sampai selesai
"ngak, sudah keluar dulu ya" sambil mendorong Kiana keluar tempat dari ruangan penempaan yang panas
"ih paman!" sambil meronta-meronta
Tapi Kiana tetap didoronga sambil dikunci dari dalam oleh Gerald agar tidak orang yang bisa masuk.
"kamu kenapa Kiana?" sambil menyiapkan makanan yang baru saja selesai dibuatnya
"tau tuh paman Gerald pelit, masak aku ngak boleh liat" dengan muka sebal Kiana ngambek kepada paman Gerald
"yaudah gini aja. Ayahkan udah selesai bikin sarapanya dan untuk permintaan maaf ayah tadi ayok kita jalan-jalan ke tengah Kota kamu mau apa aja nanti ayah belikan" sambil mengelus-ngelus kapala Kiana
" wah benerannn. Ayok-ayok ngak usah kelamaan ayok!" senang mendengar itu Kiana langsung menyeret tangan ayahnya dengan penuh semangat
Setelah sampai ditengah kota. Kiana yang jarang kekota terkejut melihat begitu ramainya orang disana, dia melihat panyak pernak-pernik perhiasan dan banyak orang melakukan atraksi akrobatik yang mengagumkan. Karena jarang melihat itu Kiana sangat senang dan melihat semua itu dengan seksama. Kiana membeli banyak sekali cemilan dan memakannya sambil berjalan, tanpa disengaja tiba-tiba ada seorang Pria besar yang memakai jubah hijau yang langsung menyerang Bramana dan membuat orang disekitarnya panik. Dengan sigap Bramana langsung menangkisnya dan mengembalikan serangan demi serangan. Setelah cukup sengit tiba-tiba Kiana ikut membatun ayahnya.
"siapa kau berani-beraninya menyerang ayahku" sambil mengancungkan pedang kayunya. Bramana yang sudah tau laki-laki itu siapa hendak memberitahu Kiana, tapi Kiana tiba-tiba melesat menghilang menyerang laki-laki besar itu
"woho, kamu sudah besar ya Kiana" sambil menangkisnya dengan pedang besar yang masih dengan sarungnya
"hah! Dasar tidak tau diri, menyebut namaku seenaknya" sambil marah-marah kepada laki-laki itu
"masak lupa sama Paman?" sambil membuka tutup kepalanya, sontak orang sekitarnya langsung membungkukkan badanya keraha pria besar itu
"sudah silahkan aktivitas kembali, maaf membuat gaduh ya" sambil mengelus-elus kepala bagian belakangnya
"hehhhhhh, Paman Roger" dengan gembira Kiana langsung melesat menghilang dan tiba-tiba dia berada didepan Roger
"wup, wah kamu cepat sekarang ya Kiana" sambil menagkap dan menggendongnya
"wah aku kangen banget sama Paman udah lama ngak ketemu ya" sambil bergerak kesana kemari penuh kegirangan
"hahaha, iya kamu kelihatan kuat sekarang ya" sambil menurunkan Kiana dari gendongannya
"yo, dah lama banget ya" sambil menunjukkan wajah serius dan langsung melakukan salam aneh memutar-mutar tidak jelas, hingga Kiana langsung menendang ayahnya sampai masuk kedalam kolam air yang membuat Braman basah kuyup
"heee, Kiana ayahmu" sambil terkejud melihat Kiana sudah sekuat itu
"habis ayah itu, konyol banget bikin aku ingin memukulnya aja" sambil membuang mukanya
Orang disekitarnya langsung riuh melihat Bramana, mereka langsung membantu Bramana keluar dari kolam dan beberapa ada yang mengerubuti Roger dan Kiana
"wah ini ya, pahlawan Bramana"
"wah ini ya anaknya yang ditemukan diair terjun dulu, kuat sekali"
" wah tidak kusangka bayi yang dibuang dulu cantik banget besarnya" suara-suara dari banyak orang disana yang saling bersahutan meliaht Bramana dan Kiana
"hei kalian!-" teriak Roger yang hendak memarahi para warga yang disana
"paman udah, aku udah tahu kok, paman ngak usah khawatir" sambil menyela teriakan Roger dan tersenyum gembira karena pertemuan mereka
"aku-" tiba-tiba dari arah kanan dengan penuh air dan basah Braman memeluk Kiana, Karena pelukan hangat ayahnya Kiana juga membalas memeluknya
"eh ayahkan tadi masuk kedalam air" ucapnya dalam hati
"ehhhhhhhh!" Kiana langsung memukul perut ayahnya
"ayah ini ya, ayah kan basah. Enak aja tiba-tiba meluk. Basah taukkk"
"hehehe. Maaf, sengaja" sambil tertawa meledek Kiana
"yaudah ayok pulang, kayaknya Gerald nungguin" sambil memegang pundak Kiana
"semuanya kalian patrol dulu ya, aku mau istirahat ketemu sahabat-sahabatku dulu" ucapnya kepada seluruh jajaran Prajuritnya
"siap kapten" teriak sontak semua seluruh jajaran anggotanya
"yo, rekan" sambil saling salam tinju kebiasaan mereka
Mereka bertigapun berjalan pulang ke rumah Gerald di iringi oleh suasana jual beli yang cukup ramai dan banyak juga penjual-penjual yang menawari mereka barang-barang, tapi Kiana hanya membalas semua orang dengan senyum manisnya. Banyak orang yang terkesima oleh senyuman manis Kiana dan ada juga beberapa orang yang berbisik-bisik membicarakan persahabatan antara Roger dan Bramana.
"jadi bagaiamana keadaanmu sekarang?" Tanya Roger kepada Bramana
"yah seperti yang kamu lihat. Selalu baik" sambil tersenyum melihat Kiana yang berjalan didepan mereka berdua
"nah Kiana. Bagaimana jurus-jurus pedangmu? Kulihat dari tanganmu dan pamer ekcepatanmu tadi, kelihatanya latihanmu cukup keras juga ya" sambil membeli beberapa buah dipedagang
"mana ada aku pamer, ya gimana aku seseorang yang memiliki sihir murni dan yah seperti paman lihat. Bagaimana kalau pedangku sudah jadi kita latih tanding" sambil memberikan senyuman penuh semangat kepada Roger
"wah, boleh juga" sambil mengepalkan tanganya ke Kiana bahwa menyetujui permintaa Kiana
Sesampai di Rumah Gerald, hendak membuka pintu secara cepat Gerald langsung melesat dengan cepat dan mendaratkan pukulanya ke Roger, tapi dengan sigap Roger menahanya.
"hoho. Salammu kepadaku tidak pernah berubah ya. Rekan" sambil menahan tinju dari Gerald
"haha. Sudah pastinya" sambil menarik kembali pukulanya Gerald langsung memutar tubuhnya lalu menendang Roger. Dengan cepat Gerald langsung mengambil meja dan melakukan adu panco bersama Roger.
Mereka berduapun langsung beradu panco dengan cukup sengit, mereka saling berusaha menjatuhkan satu sama lain. Bramana sangat asik melihat panco mereka berdua
"ayo Gerald, ayo Roger" teriaknya penuh semangat. Tapi Kiana yang merasa sebal dengan ketiga orang tua itu dengan cepat Kiana langsung memukul perut ayahnya hingga ayahnya kesakitan, lalu dia langsung menendang kedua tangan Roger dan Gerald yang masih asik dengan adu panconya hingga mereka berdua terbentur tembok. Setelah melakukan itu tanpa rasa bersalah Kiana menepuk kedua tanganya seperti orang yang selesai melakukan pekerjaan lalu langsung masuk rumah. Mereka bertiga saling berpandangan dan lalu saling tertawa.
Setelah masuk rumah dan merakapun saling berbincang dan Kiana yang melihat merpati itu yang kian sembuh dia berinisiatif untuk melepaskannya kembali. Dia mencoba untuk meminta ijin ayahnya
"yah. Merpati itu sepertinya udah sembuh" sambil melihat merpati yang masih berada didalam sangkar
"sepertinya sih iya. Coba Tanya paman Gerald" sambil memakan buah yang dibeli Roger tadi
"Paman. Gimana? Bisa dilepaskan" sambil melihat kearah Gerald
"iya udah. Lepas aja" sambil membersihkan dan melakukan perawatan kepada senjata Roger, Bramana dan miliknya sendiri dan terutama mempersiapkan pedang Kiana. Kianapun lari keluar rumah sambil menggendong merpati itu dan disusul Bramana dibelakangnya. Setelah melihat merpati itu dengan penuh kasih dan lalu menciumnya Kiana langsung melemparnya ke atas dan merpati itu langsung terbang bebas. Bramana yang melihat Kiana dengan penuh senyuman bahagia lalu menghampiri Kiana, berdiri disampingnya
"nanti jadilah sebebas burung merpati itu ya, Kiana" sambil mengelus kepala Kiana
"he'eh. Pasti" sambil mengangukkan kepalanya dan tidak terlupa dengan senyum manisnya.
Mereka berduapun masuk kedalam lagi dan semua senjata yang tadinya sedang dirawat oleh Gerladpun telah selesai.
"yah, sudah selesai" sambil selesai mengelap palunya
"jadi bagaimana Kiana pedangnya" sambil mencari cerutunya
"wah cantik banget paman. Warnanya ungu, sarung pedangnya ada motif daun-daunya. Diperantara pedang dan peganganya ada motif bunganya sebagai pemisah. Peganganya enak pas banget. Aku sukaaa" sambil memeluk pedang barunya
"jadi kamu kasih nama apa pedangmu" sambil memakan buah apel
"ehh, apa ya" sambil memegangi pipinya dan Kiana mencoba memikirkan nama yang pas untuk pedang barunya
"gini untuk referensi ayah, Paman Roger dan Paman Gerald akan ngasih tau nama senjatanya masing-masing. Punya ayah dulu. Pedang ayah, ayah kasih nama Dark Fire. Kenapa ayah kasih nama Dark Fire, karena ayah pengguna sihir api" sambil menunjukkan Dark Fire nya
"kalau punyaku namanya adalah Rebellion" sahut Roger dengan menunjukkan pedang besarnya
"kalau palu ini kunamai Destro. Ya dari kata (Destroyer). ku persingkat aja" sambil melempar-lempar palunya
"bagaimana kalau Rosetta. Yah namanya Rosetta" sambil menarik pedangnya dari sarungnya
"nama yang bagus Kiana dan sesuai janji kita tadi. Habis ini kita latih tanding" lalu Bramana berdiri disusul oleh Gerald dan Roger
"baiklah mari kita ketempat latihan tentara" ujarnya sambil berjalan keluar rumah
"heh, ayok" ucap Kiana dengan penuh semangat
Mereka bertigapun berangkat menuju ketempat latihan tentara untuk latih tanding