Chereads / An Empty World (END) / Chapter 13 - 13-Basecamp

Chapter 13 - 13-Basecamp

Arina tak henti-hentinya tersenyum dan menyapa siapa saja yang ia temui. Dia begitu senang. Setelah dua hari ia kesepian karena tidak ada manusia, akhirnya ia bertemu banyak manusia di basecamp sekarang. Walaupun begitu, ia tetap rindu keluarganya. Ia rindu ibunya. Rindu ayahnya. Rindu kakak adiknya.

Ada sekitar dua ratus orang yang tinggal di basecamp ini. Dua ratus orang itu hanya dari beberapa kota besar saja, belum dari pulau luar jawa sepeti Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Dan anehnya, umur orang-orang di basecamp yang masih hidup hanya berkisar 15-50 tahun saja. Tidak ada balita dan tidak ada lansia.

Basecamp ini berada di bawah tanah, tepatnya di bawah Kota Jakarta. Arina juga baru tahu jika pemerintah membangun basecamp rahasia di sini. Basecamp ini dibangun pada tahun 2022 ketika perang saudara pecah dan menimbulkan ketidakstabilan di Indonesia. Fungsinya untuk menampung korban perang saudara yang mereka sendiri tidak ada niatan untuk berperang. Hanya korban yang berperang saja.

Saat Indonesia mulai normal, basecamp bawah tanah ini tetap difungsikan jika ada hal-hal darurat dan mendesak seperti saat ini. Karena berada di kedalaman lima puluh meter di bawah permukaan tanah membuat markas ini tidak terkena dampak jika peperangan seperti ledakan di atas sana.

Arina juga masih tidak percaya dia ada di lima puluh meter di bawah permukaan tanah. Bayangkan saja, lima puluh meter itu sangat dalam.

Cara membangunnya? Masa bodoh Arina dengan hal itu. Bisa-bisa dia stress jika memikirkannya.

"Nggak usah, Mbak Arina. Biar ibu-ibu aja yang masak. Kamu main atau latihan aja. Kalau nggak ya baca-baca perpus," kata salah satu ibu-ibu. Ibu-ibu lain ikut berucap mendukung perkataan ibu yang pertama tadi. "Nanti kalau udah selesai masak, ibu panggil buat makan deh," lanjut ibu yang tadi.

Arina mengerucutkan bibir, tetapi tetap mengangguk. Padahal dia kan hanya ingin membantu membuatkan sarapan untuk orang-orang  satu basecamp yang berjumlah 200 orang banyaknya. Ibu-ibu kan pastinya akan sangat sibuk. Tapi yasudahlah, lebih baik ia pergi ke perpustakaan saja seperti yang ibu tadi sarankan.

Basecamp yang Arina tinggali termasuk basecamp yang luas dan cukup memadai. Buktinya ada kamar banyak, dapur luas, perpustakaan, dan ruangan kedap suara untuk latihan menembak dan sejenisnya. Latihan bela diri ala militer Indonesia untuk antisipasi jika ada sesuatu yang terduga, sehingga semua orang bisa membela diri dengan latihan yang mereka dapat. Semua orang, bahkan ibu-ibu punya jadwal tersendiri.

Arina sendiri heran, alien itu datang dua hari yang lalu, tetapi mereka telah menjalankan program latihan bela diri. Sangat terprogram, kan? Seakan mereka sudah tahu jauh-jauh hari jika saat-saat seperti ini akan terjadi. Waahh... Arina jadi berprasangka buruk. Jangan-jangan...

"Brownie, main disini aja, kita capek kalau kamu lari-lari terus," kata Riva, gadis asal padang, tetapi tinggal di Jakarta. Umurnya 16 tahun, beda setahun dengan Arina.

"Kamu tuh kaya Ndeso Ndesit tho. Anteng dikit gitu." Itu suara Fadilah. Gadis yang berbicara dengan dialeg medoknya. Umurnya 16 sama seperti Riva. Asalnya dari Banjarnegara. Arina saja yang asli dari Jogja sama sekali tidak terdengar medok. Aneh memang.

Arina termasuk tipe orang yang bisa cepat akrab dengan orang lain. Buktinya, setelah dia masuk basecamp ini dia langsung akrab dengan banyak orang, termasuk ibu-ibu tadi, Fadilah, dan Riva. Ada juga  yang bernama Nabila, Lulu, dan Ziza.

Fadilah dan Riva sendiri asyik bermain dengan Brownie, Ndeso, dan Ndesit di perpustakaan yang cukup besar ini. Isinya lumayan lengkap, tapi lebih banyak buku ensiklopedia daripada novel. Arina yang melihat mereka ikut duduk tak jauh dari mereka. Fadilah dan Riva bilang jika Brownie, Ndeso, dan Ndesit adalah hewan terlucu di dunia. Arina sendiri hanya tertawa mendengarnya.

Ausans tidak jauh darinya sedang membaca novel berjudul 'Black Beauty' dengan cover kuda hitam. Kemungkinan novel yang mengisahkan tentang kuda. Ausans sendiri terlihat sangat bosan. Pada pagi hari pukul enam seperti ini mungkin ia biasa berkuda atau latihan memanah. Sedangkan di basecamp ini dia tidak bisa karena tidak ada halaman luas. Ada halaman memang, tapi kurang luas untuk berkuda.

Cassini sendiri tidak dibolehkan pergi ke mana-mana dan hanya di istalnya saja, sama seperti Thor yang ada di kandang besinya. Of course lah, masa mereka dibiarkan berkeliaran? Apalagi Thor. Bisa-bisa orang yang melihatnya jadi terkena serangan jantung.

"Minggir, minggir, orang ganteng mau duduk," ucap seorang pemuda lalu duduk di tengah antara Arina, Fadilah, dan Riva.

Dia cowok dari Merapi. Namanya Budiman Santoso setelah Arina berkenalan. Di basecamp dia dipanggil Budi, tetapi Arina memanggilnya Merapi. Menurut Arina, Budi itu nama yang kampungan. Cukup Ndeso dan Ndesit saja yang memiliki nama kampungan.

"Dasar, sok ganteng. Muka aja kayak pantat panci," kata Fadilah yang langsung disetujui Riva di sampingnya.

Merapi sebenarnya lumayan tampan. Bahkan setelah dia datang ke basecamp, banyak gadis yang terpesona dan jadi naksir. Kecuali Riva dan Fadilah. Arina yang mengajari mereka agar tidak terpesona oleh tampang sok ganteng Merapi. Arina juga yang bilang jika orang tertampan itu Biru, bukan Merapi. Riva dan Fadilah sendiri langsung setuju. Of course, tidak ada yang bisa mengalahkan ketampanan Biru, walaupun itu Shawn Mendes.

Jangan bilang Biru, ya? Arina memang sering memuji Biru jika ada di belakangnya.

"Merapi, Eagle-mu mana?" tanya Arina.

By the way, Eagle adalah nama merpatinya Merapi. Tidak waras, kan? Peliharaannya merpati, tetapi diberi nama Eagle yang artinya elang. Kata Merapi, dia dulu ingin pelihara elang, tetapi ayahnya tidak mengizinkan dan hanya diizinkan pelihara merpati. Jadinya diberi nama Eagle.

Eagle sendiri sama seperti Cassini, Ndeso, dan Ndesit yang memang dari dulu jadi peliharaan. Beda dengan Brownie dan Thor yang tiba-tiba ditemukan oleh Arina dan Biru. Arina sendiri hewan, kenapa empat orang dari Jogja jadi punya peliharaan masing-masing? Entahlah.

Merapi memicingkan sebelah mata mendengar pertanyaan tentang Eagle tadi. "Kok kamu kangennya sama Eagle? Nggak kangen aku?"

Arina langsung memberi ekspresi ingin muntah. Merapi memang makhluk terpercaya diri dan menyebalkan sedunia. Bahkan lebih menyebalkan dari tingkah The Rock kemarin pada Arina.

"Jijik. Mending ngangenin Blue. Dari tadi dia rapat sama Jenderal Joko, tapi nggak balik-balik," kata Arina lalu mendengus sebal.

Jenderal Joko adalah orang yang memimpin basecamp ini. Biru sendiri ikut rapat karena ditunjuk Arina dan kawan-kawan menjadi perwakilan dari Kota Jogja. Masing-masing daerah memang punya perwakilan sendiri-sendiri untuk ikut rapat.

"Mbak Red suka sama Mas Blue, ya?" tanya Riva dengan nada menggoda.

Arina yang mendengar jadi kelabakan, bingung harus menjawab apa.

"Anak kecil nggak boleh suka-sukaan, nggak boleh cinta-cintaan." Ucapan itu yang malah keluar dari mulutnya.

"Sadar diri kali. Umur tujuh belas tahun dibilang anak kecil," ujar Merapi. Arina menutup telinga, sok tidak mendengar. "Dasar cewek. Nggak bisa jujur kalau suka sama orang. Lagian apa gantengnya Blue, sih. Masih ganteng Budi kemana-mana. Iya kan, Sans?" ucap Merapi lalu melirik Ausans di sampingnya. Ausans menoleh dengan malas lalu berkata, "Iyuh," kemudian membaca novel lagi.

"Pantat panci tuh jangan disama-samain sama muka gantengnya Mas Blue. Beda jauh," kata Fadilah lagi-lagi mengatai Merapi. Arina tertawa ngakak mendengarnya. Jika Merapi berada di kerumunan gadis-gadis selain Arina, Ausans, Riva, dan Fadilah, mungkin ia akan dipuji, tetapi kali ini, dia dibuli habis-habisan.

"Kalau aku kayak pantat panci, kenapa banyak yang naksir?"

"Kelilipan mereka," kata Ausans tiba-tiba. Arina tambah tertawa ngakak. Walaupun Ausans berucap begitu, Arina sebenarnya punya perasaan aneh terhadap Merapi dan Ausans. Di pertemuan pertama mereka, Arina rasa keduanya saling jatuh cinta. Hanya saja Ausans menyembunyikannya. Astaga... Kenapa Arina jadi sok tahu begini? Dia bukan peramal, oke?

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu perpustakaan. Arina menoleh. Ada Biru berdiri di sana.

"Gimana? Tadi Jenderal Joko bilang apa? Kenapa—"

"Don't talk on my husband, I'm not your friend," kata Arina menyela ucapan Merapi.

"Apa hubungannya coba. Nanyanya sama your husband, bukan sama kamu."

"Blue normal, ya," terang Arina. Merapi menatap tak paham mendengarnya. "Cari yang sama-sama homo aja. Ya kan, Blue?"

"Ngomong apa?!" Merapi berteriak marah.

Alih-alih takut karena Merapi marah, Arina malah tertawa ngakak melihat muka Merapi yang menahan emosi. Seru sekali membuli Merapi. Fadilah, Riva, dan Ausans juga ikut tertawa melihatnya.

"Sabar aja sama Arina, dia emang gitu orangnya," kata Biru.

Terlihat Merapi mengelus dada lalu bermonolog, "Sabar ya, Bud. Orang sabar disayang sama Selena Gomez." Ausans di samping Merapi memberi ekspresi ingin muntah. Begitu juga dengan Riva dan Fadilah. Arina lagi-lagi tertawa melihatnya.

"Udah-udah. Aku ada kabar baru." Tiba-tiba Biru berucap. Arina langsung menghentikan tawanya dan menatap Biru. Yang lain juga melakukan hal yang sama.

"Emang kabar apa, Blue?" tanya Arina.

"Alien yang kemarin disandera udah buka mulut. Kita udah tahu siapa mereka, asal mereka, dan tujuan mereka datang. Alien itu juga cerita tentang orang-orang yang hilang. Para alien yang culik seluruh manusia." Biru bercerita. Arina membulatkan mata. Benar 'kan dugaannya!

"Tapi anehnya..." Biru menggantung ucapannya dan menatap Arina cemas. "dari kemarin, dia tanya keberadaan kamu, Arina."

Arina melongo, bingung sendiri mendengar kabar dari Biru. Apa alien yang satu ini juga jatuh cinta padanya seperti alien yang ia temui sebelumnya?