Chereads / An Empty World (END) / Chapter 15 - 15-Arival Adijaya

Chapter 15 - 15-Arival Adijaya

Arina menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jiwa dan pikirannya. Dia sungguh ketakuan sekarang. Ancaman Arival terus terngiang-ngiang di kepala nya. Arina tidak pernah setakut ini seumur hidupnya. Of course, ini mengangkut nyawa seluruh keluarganya. Bagaimana dia tidak takut?

Arina mengedarkan pandangannya ke ruangan yang ia tempati. Ruangan untuk tidur wanita, khususnya remaja. Ruangan yang berisi 20 orang yang tidur di 10 ranjang tingkat.

Sepi. Semuanya sudah terlelap. Arina yang berada di bagian atas ranjang tingkat paling pojok bisa melihat beberapa orang tertidur nyenyak di kasurnya, berbanding terbalik dengan Arina sekarang.

'Nyawa keluargamu ada di tanganku, Arina. Aku bisa menyuruh siapa saja disana untuk menyiksa keluargamu.'

Tidak bisa. Arina tidak bisa tenang. Ancaman Arival masih terus terngiang-ngiang. Bahkan Arina masih ingat seringaian keji Arival setelah mengancam akan menyiksa keluarganya.

Dia psikopat. Menyiksa keluarga Arina adalah hal mudah dan biasa baginya. Bagaimana Arina bisa tenang? Seluruh teman-temannya, bahkan Merapi yang menyebalkan sekalipun bergantian menenangkannya. Tapi hasilnya sama saja. Tidak ada yang berubah. Arina tetap takut dan tidak tenang.

'Dia cuma nakutin kamu, Red. Jangan terpengaruh. Lagipula dia nggak punya alat buat komunikasi sama suruhannya.'

Itu ucapan Ausans tadi. Memang benar sih Arival tidak punya alat komunikasi, tetapi bagaimana jika dia punya kemampuan telepati seperti Biru dan Thor! Aaahh, Arina tidak bisa menghilangkan pikiran negatifnya.

'Tenang, Na. Arival nggak mungkin bisa nyiksa keluargamu kalau raganya masih disini. Dia juga nggak mungkin nyuruh anak buahnya karena nggak punya alat komunikasi. Positive thinking aja. Jenderal Joko juga udah memperketat penjagaan di selnya biar dia nggak bisa kabur.'

Yang ini ucapan Biru. Biasanya jika Biru yang menenangkan, Arina bisa sedikit lebih tenang. Tapi entah untuk masalah ini rasanya sama saja. Ucapan Biru tadi sama sekali tidak membuat dirinya tenang.

'Udahlah, Na. Santai aja. Nanti kalau dia kabur dan apa-apain keluargamu, aku bakal habisin dia sampai mampus. Dia tuh cemen. Waktu dianya mau kutendang nanti, pasti dia bakal kabur duluan. Yaiyalah, siapa coba yang berani sama Budiman Santoso.'

Yang ini pasti kalian tahu siapa. Itu ucapan Merapi, orang ter-PD sekaligus orang paling menyebalkan. Tapi walaupun begitu, Merapi sukses membuat Arina tertawa karena ucapannya yang kelewat percaya diri. Arina juga tidak menyangka Merapi akan sepeduli itu padanya. Apalagi jika mengingat dirinya sering sekali membuli Merapi tanpa sebab.

Jadi, Arina, siapa Arival Adijaya sebenarnya? tanya pembaca.

Ah iya, Arina jadi lupa cerita tentang Arival. Seperti namanya yang mengandung kata 'rival' yang berarti saingan atau musuh, Arival memang musuhnya. Musuh terkejam dan tersadis yang ia punya. Awalnya Arina pikir Arival adalah orang baik, tetapi ternyata, psikopat profesional memang pintar menutupi segala kejahatannya.

Dulu, saat Arina pertama kali masuk Sekolah Menengah Pertama, sosok Arival datang dan menjadi teman sebangkunya. Arival baik, ramah, kadang humoris, bahkan asik jika diajak curhat. Anehya, dia baru masuk SMP di usia 15 tahun. Usia saat para siswa sedang sibuk mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional SMP yang menanti mereka, tetapi Arival malah baru memulai SMP-nya. Padahal menurut Arina, Arival termasuk siswa cerdas karena selalu mendapat nilai sempurna di ulangan hariannya. Jadi tidak mungkin kan jika karena tidak naik kelas.

Saking ingin tahunya, Arina akhirnya bertanya. Hari itu juga Arina tahu kalau kedua orang tua Arival meninggal dua tahun yang lalu karena dibunuh. Bahkan Arival melihat pembunuhan kedua orang tuanya dengan kedua mata kepalanya sendiri. Hal itu juga yang membuat Arival depresi dan tertekan sehingga berhenti sekolah selama dua tahun.

Mungkin kalian akan mengira bahwa insiden pembunuhan orang tuanya yang merubah Arival menjadi seorang psikopat. Tetapi bukan, bukan karena itu. Simak saja kisah selanjutnya.

Saat Arival masuk SMP, dia pindah di sebuah rumah berjarak lima meter dari rumah Arina. Itu juga yang membuat Arina tambah akrab dengan Arival. Hampir setiap hari dirinya dan Arival bermain dan belajar bersama. Kadang Arina yang pergi ke rumah Arival, kadang juga Arival yang pergi ke rumah Arina. Ibu Arina sendiri sampai akrab juga dengan Arival. Of course, rumah mereka berdua satu komplek dan sangat dekat.

Suatu hari, Arival datang ke kelas dengan wajah murung. Saat Arina tanya, Arival bilang dia sedang sebal dengan paman dan bibinya. Awalnya Arina pikir hanya masalah sepele. Sebalnya pun mungkin akan cepat hilang. Tetapi ternyata tidak. Arival memang tidak waras. Malamnya Arival melakukan suatu hal yang tidak pernah Arina bayangkan sebelumnya.

Arina ingat, malam itu, waktu menunjukkan pukul sembilan. Komplek rumahnya sudah sepi karena memang biasanya semua warga sudah ada di dalam rumah dan tidak lagi keluar. Arina yang berniat mengembalikan buku Matematika milik Arival segera pergi ke rumahnya. Besoknya ada ulangan harian, jadi Arina harus mengembalikan bukunya malam itu juga.

Baru masuk ke pekarangan, Arina mendengar sebuah suara. Tidak terlalu keras, tetapi Arina bisa mendengarnya. Setelah ia pertajam pendengarannya, ternyata itu suara Arival. Terdengar sedang mencaci maki dan sedikit berteriak.

Arina langsung membelalakkan mata dan menutup mulut tak percaya. Dari celah korden jendela yang sedikit terbuka, ia melihat Arival dengan sadisnya menusuk dua manusia yang terbaring di atas tempat tidur. Di setiap tusukannya, ia mengumpat dengan kata mampus, mati, dan sejenisnya. Arina yakin dua manusia itu adalah paman dan bibi Arival. Tapi yang masih tak Arina pahami saat itu, kenapa Arival tega melakukan hal sekeji itu? Psikopat? Itu yang langsung Arina pikirkan.

Dengan langkah pelan dan berusaha tidak bersuara, Arina pergi dari pekarangan rumah Arival. Ia langsung masuk dan mengunci kamar, tidak berani menceritakan hal itu pada siapaun. Ibunya sudah terlelap, kakak laki-lakinya sedang belajar, ayahnya ada di luar kota, dan adiknya tentu sudah tidur.

Tubuhya bergetar. Bayang-bayang Arival saat membunuh paman dan bibinya terus terngiang-ngiang dan berputar dengan jelas di kepalanya. Malam itu, Arina berusaha untuk tidur meski rasa takut menghantuinya.

Paginya, Arina keluar rumah. Tentu saja komplek heboh dengan kabar pembunuh dari paman dan bibi Arival. Dari kejauahan, Arina melihat ibunya duduk di sisi Arival di teras rumah Arival dan memeluknya. Arival tidak menangis, tetapi dia menunjukkan wajah sedih. Aktingnya benar-benar bisa mengelabuhi siapa saja.

Arina bimbang antara diam atau berkata yang sebenarnya saat itu. Ia mondar-mandir cukup lama di kamarnya dan tak sengaja melirik buku Matematika Arival yang tidak jadi Arina kembalikan. Arina membuka bukunya dan merasakan ada secarik kertas di balik sampul belakangnya. Arina langsung menyobek sampul cokelat yang melapisi buku itu, tidak peduli jika si empunya akan marah dan balas dendam dengan membunuhnya. Setelah dibaca, isi kertas itu adalah daftar panjang orang yang akan dibunuh Arival tahun 2023. Arina langsung membelalakkan mata. Ada 25 nama di sana termasuk paman dan bibinya. Tambah ngerinya, ada nama Arina dan ibunya di sana. Arisa mendadak gila. Jika begini caranya, Arina tidak bisa tinggal diam. Nyawanya dan nyawa ibunya sedang dipertaruhkan.

Dengan memantapkan hati, jiwa, raga, Arina langsung memberitahu ibunya ketika ibunya sudah pulang dari rumah Arival. Tidak lupa dengan memberikan daftar panjang tadi. Ibu Arina nampak syok berat, tetapi tetap bergerak untuk menghubungi kenalan yang bisa menyelidiki kasus ini. Katakan saja detektif.

Detektif kenalan ibunya sungguh pintar. Buktinya, baru dua minggu melalukan penyelidikan, dia sudah membongkar banyak kejahatan Arival. Dan yang Arina tak percaya, Arival sendiri lah yang membunuh kedua orang tuanya dua tahun yang lalu. Semua ceritanya pada Arina saat itu hanyalah kebohongan. Arival sendiri yang melakukan pembunuhan ke kedua orang tuanya, bukan orang lain.

Ada dua puluh lebih orang yang sudah ia bunuh. Itu yang sudah diketahuh dan diselidiki. Yang belum? Arina benar-benar merasa gila mendengar kenyataan itu. Jadi selama empat bulan lamanya ia berteman dengan psikopat? Bersyukur, Arina mengetahui siapa Arival sesungguhnya sebelum dirinya dibunuh dengan sadis oleh teman dekatnya sendiri.

Mungkin hal itu juga yang membuat Arival dilempar ke Mars. Arina sendiri masih skeptis, Arival di bawah umur saat itu, tidak mungkin langsung dilempar ke Mars. Pemerintah pasti punya hati nurani untuk mengadili anak di bawah umur, walaupun yang diadili tidak punya hati nurani sama sekali. Of course, dengan umur yang masih sangat belia—13 tahun, Arival sudah membunuh banyak orang termasuk kedua orang tuanya. Manusia macam apa itu?

Selain tidak punya hati, Arival licik dan khianat. Setelah Arina menemuinya di sel bersama Biru dan Jenderal Joko seperti permintaannya, Arival tetap tidak mau menjawab di mana manusia sedunia mereka sembunyikan dan tujuannya. Katanya, Arina bukan lagi Arina yang dulu. Dia ingin bertemu Arina yang masih lucu dan imut-imut seperti jaman masuk SMP pertama kali. Alasan macam apa itu? Bukannya mendapat keuntungan jawaban, Arina malah jadi takut dengan ancaman Arival akan menyiksa keluarganya. Arival memang psikopat gila.

Wajar jika Arival datang ke Bumi untuk balas dendam dengan menyiksa keluarga Arina. Karena gara-gara Arina, Arival diasingkan ke tempat kering dan panas macam Mars. Siapa coba yang mau tinggal di Mars? Dan siapa juga yang mau dibunuh psikopat gila?

Arina mendesah lelah. Lama-lama dia bisa gila. Frustasi juga ketika membayangkan nasib ibu, ayah, kakak, dan adiknya di luar sana, di tempat yang sama sekali tidak Arina ketahui. Ia tidur menyamping ke kiri, menghadap sekat ruangan berbahan asbes di depannya. Jarinya iseng mengetuk sekat itu tiga kali saking frustasinya. Dan ngerinya, seseorang di balik sekat itu balas mengetuk tiga kali.

Arina bergidik ngeri. Scene-scene film horor yang pernah ia lihat berputar bak roll film di otaknya. Tapi sebelum pikiran tentang setannya menjadi-jadi, secarik kertas muncul dari celah sempit atara atap dan sekat. Arina mengkerutkan dahi. Apa setan itu yang mengiriminya pesan? Buru-buru Arina duduk dan mengambil kertas itu. Tulisannya;

Tidur, Red. Latihan udah dimulai besok. -Blue

Senyum di bibir Arina mengembang. Tumben sekali Biru mau memanggilnya Red. Biasanya dia menolak mentah-mentah.

Tangan Arina terulur untuk mengambil pena di bawah bantalnya. Arina memang selalu sedia alat tulis di bawah bantalnya. Selain aktif merekam video dokumenter, ia juga menulis kegiatannya di buku diary.

Arina bangkit duduk. Ia segera menjawab kertas yang dikirim Biru padanya tadi.

Blue, ternyata kita tidur bareng, ya?

Arina tertawa pelan ketika menulisnya. Tanpa basa-basi, ia langsung menyelipkan kertas itu ke celah sempit dimana kertas itu masuk.

Semenit menunggu, balasan dari Biru datang. Arina membaca dengan antusias.

Hahaha. Nggak bareng, Red, cuman sebelahan. Itupun ada pembatasnya. Kenapa belum tidur? Masih kepikiran yang tadi? Apa perlu aku ke sel buat jaga Arival biar kamu tenang?

Arina tersenyum.

Nggak. Mending kamu tidur, Blue. Pasti kamu capek.

Wow. Biasanya Arina tidak pernah sepeduli ini dengan orang-orang. Tapi ini? Apakah dia mulai dewasa? Kata orang-orang, salah satu ciri-ciri kedewasaan adalah memikirkan orang lain terlebih dahulu daripada diri sendiri. Tapi kenapa rasanya ia hanya peduli pada Biru? Masa bodohlah. Tidak penting.

Biru kembali menjawab.

Kamu juga tidur, Red. Ini udah lewat jam satu malam. Kamu cuma butuh tenang terus coba tidur. Semoga nggak lagi kepikiran sama Arival. Mikirin aku aja. Wkwkwk. Yaudah, buruan tidur. Jangan dibales. Have a nice dream, Red. Jangan lupa berdoa.

Kedua sudut bibir Arina terangkat, tersenyum. Segala ketakutannya mendadak hilang. Ia menjatuhkan punggung ke belakang. Menatap atap sejenak lalu memejamkan mata, berusaha untuk tidur. Beberapa menit kemudian ia sudah berada di alam bawah sadar.