Miguelle langsung membawa Nana ke salah satu kamar dan membaringkannya di kasur. Beberapa menit kemudian, Zecher datang bersama sorang dokter sekaligus peramal kastil. Wajah Miguelle terlihat sangat khawatir. Tabib tadi langsung memeriksa keadaan Nana, setelah selesai ia langsung berbicara dengan Miguelle.
"Apakah putriku baik-baik saja?" tanya Miguelle khawatir.
"Dia tidak apa-apa, ia pingsan karena energinya terkuras terlalu banyak," kata dokter itu.
Dokter itu juga menjelaskan bahwa itu adalah efek dari belati putih yang digunakan Nana, kristal yang ada di belati itulah yang menyedot energi Nana.
"Putrimu hanya perlu beristirahat, aku sarankan dia tetap disini beberapa hari karena ia akan lebih cepat pulih disini ketimbang di Bumi," ucap dokter itu.
Miguelle mengerti, ia setuju dengan saran sang dokter. Tak masalah ia harus berada di Ethudan untuk beberapa hari, selama itu untuk Nana. Dokter itu kemudian pergi keluar ruangan, meninggalkan para petinggi dan Nana.
Miguelle duduk di tepi ranjang, mengelus kepala Nana dengan lembut. Ia menatap Nana yang terbaring tak sadarkan diri. Faila mendekati Miguelle, "Nana pasti baik-baik saja, dia itu anak yang kuat."
"Ya, aku tau," sahut Miguelle singkat.
"Jujur, aku sedikit tak percaya dengan apa yang tadi kulihat," Faila ikut duduk di tepi ranjang.
Miguelle diam, dia tidak menanggapi ucapan Faila. Saat ini ia hanya ingin fokus ke Nana, tak ingin membahas perihal yang terjadi di tempat eksekusi. Miguelle kemudian memanggil Devli untuk meminta tolong padanya.
"Ada apa Anda memanggilku?"
"Bisakah kau kembali ke Bumi sebentar untuk mengambil buku tulis dan bolpoin?"
"Tentu, tapi untuk apa?"
"Peramal tadi bilang kalau Nana sebaiknya menginap disini, artinya ia akan ijin sekolah untuk beberapa hari," Miguelle melihat Nana sekilas, "Jadi aku harus membuatkannya surat ijin agar gurunya tidak curiga," sambungnya.
"Astaga kak Mig, kau itu masih sempat-sempatnya mikirin surat ijin," celetuk Faila.
"Udah jadi kebiasaan," sahut Miguelle singkat.
"Apa hanya itu saja? Tidak ada yang lain?" tanya Devli tiba-tiba.
"Oh, iya itu saja."
Setelah itu Devli pergi, kembali ke Bumi untuk mengambil apa yang diminta Miguelle. Beberapa saat kemudian Devli kembali, membawa sebuah buku tulis dan bolpoin. Ia kemudian memberikannya ke Miguell.
"Terima kasih, Dev."
Miguelle mulai membuat surat ijin untuk Nana, setelah selesai ia menyimpannya untuk dikirimkan besok.
*****
Hari ini Miguelle akan kembali ke sekolah Nana untuk menyerahkan surat ijin, jadi dia meminta Faila, Harry, dan Judith untuk menjaga Nana. Untuk Devli, tidak perlu diminta, dia selalu ada di sisi Nana untuk menjaganya.
Nana masih terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Ia sama sekali belum membuka matanya dari kemarin sore. Faila duduk di tepi ranjang, menatap wajah Nana dengan tatapan sayu.
"Aku mau ke kamar mandi sebentar," kata Judith tiba-tiba, ia kemudian keluar ruangan.
Faila hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap Nana.
"Dev, bisa kau ambilkan aku sarapan? Aku belum sarapan," tanya Faila. Devli mengangguk, setelah itu ia keluar dari kamar.
Sekarang hanya ada Faila, Harry, dan Nana. Suasana benar-benar hening sekarang, tidak ada sepatah kata pun yang terdengar. Faila berdiri dari duduknya, ia berjalan menuju ke jendela kastil.
Ia memandang ke luar jendela, Faila melamun, pikirannya melayang entah kemana. Faila tak sadar jika Harry sekarang sudah ada di belakangnya, menggenggam sebuah belati kecil berwarna hitam. Harry memandangi punggung Faila dengan tatapan kosong, ia lalu mengangkat belatinya tinggi-tinggi bersiap untuk menusuk Faila.
Saat Harry menghujamkan belatinya ke arah Faila, sebuah tangan dengan cepat menangkap tangannya. Tangan itu mencengkeram erat tangan Harry hingga menjatuhkan belatinya. Suara belati yang terjatuh ke lantai membuyarkan lamunan Faila, ia langsung membalikkan badannya.
Harry sontak melihat ke arah datangnya tangan kecil itu. Ternyata itu adalah Nana, ia sudah siuman dari pingsannya. Nana menatap Harry dengan tatapan tajam, kedua manik matanya menyala seperti kemarin sore. Harry terkejut dengan kehadiran Nana yang tiba-tiba itu, begitu juga Faila yang ikut terkejut dengan apa yang sedang terjadi.
"Enyah kau dari kak Faila," ucap Nana dingin.
Nana lalu membuang tangan Harry dengan kasar, kemudian meninjunya dengan sangat keras. Harry terpental beberapa langkah ke belakang karena hal itu. Nana mengambil belati milik Harry, mengamatinya sesaat, setelah itu berjalan perlahan menuju Harry.
Harry mundur perlahan, berusaha menjaga jarak dengan Nana. Ia tak tau apa yang sedang terjadi dengan anak kecil ini.
Dagu Nana sedikit terangkat, wajahnya benar-benar tanpa ekspresi. Ia mengangkat belatinya, bersiap untuk menusuk Harry. Tak ingin sesusatu yang lebih buruk terjadi, Faila segera menghentikan Nana dengan memeluknya.
"Nana, cukup, jangan diterusin ya?" ucap Faila lembut.
Nana menurunkan belatinya, kemudian berbalik menghadap Faila. Ia tersenyum kecil ke Faila dan Faila mengusap pipinya dengan tangan lembutnya. Nana menjatuhkan belatinya, tangannya tiba-tiba terasa lemas. Sesaat kemudian ia jatuh pingsan, Faila langsung menangkapnya.
Ketika Devli kembali ke kamar, ia cukup terkejut melihat pemandangan yang ada di depannya. Saat melihat Nana pingsan di pelukan Faila, ia langsung meletakkan nampan yang dibawanya ke meja dan menghampiri Nana.
"Apa yang terjadi dengannya?" Devli terlihat sangat khawatir. Ia lantas menoleh ke arah Harry yang terduduk di lantai, "Apa yang Anda lakukan kepada Nana?" nada bicara Devli terdengar sangat marah.
"Dev, lupakan tentang Harry, bantu aku mengangkat Nana."
Devli menuruti perkataan Faila, ia langsung menggendong Nana dan membaringkannya ke tempat tidur.
*****
Stay safe, stay healty, jangan keluar rumah kalau ngga penting-penting amat ya:) Jangan lupa pake masker kalau lagi diluar! Rajin-rajin cuci tangan, jangan cuma rajin ngingetin doi buat cuci tangan tapi sendirinya ngga pernah:3