Chapter 15 - Bab 14

Jam pelajaran sudah usai dan sekarang waktunya istirahat. Hari ini rasanya waktu berjalan lebih lambat dari biasanya bagi Nana. Ia ingin cepat pulang dan bertemu dengan Miguella agar bisa belajar membuka gerbang dimensi.

"Kalau aku sudah bisa membuka gerbang dimensi, aku bisa bolak-balik ke Ethudan tanpa merepotkan Ibu."

"Gerbang apa?" tanya Karla yang entah sejak kapan ada disamping Nana.

"Eeh, bu-bukan apa-apa kok...."

Astaga Nana, kenapa kamu ceroboh banget sih, kalau ketahuan Karla gimana coba?? Batin Nana menyalahkan dirinya.

"Owh... kirain apa, ke kantin yuk," ajak Karla.

"Eh aduh aku ngga bawa uang, tadi aku takut telat jadinya ngga mikir soal uang saku."

"Tsk, ayo aku yang traktir. Kamu tu selalu ngelak kalau diajak ke kantin," Karla memperlihatkan muka sebalnya.

"Hei Nana, coba lihat di kantong depan tasmu," suara Devli muncul lagi di kepala Nana.

"Hah? Ngapain?"

"Udah liat aja."

Nana menuruti perkataan Devli, ia berbalik badan dan melihat apa yang ada di kantong depan tasnya itu. Betapa terkejutnya Nana, ehm tidak terlalu terkejut sebenarnya, ketika melihat ada beberapa lembar uang 100 ribuan.

"Heh, ini uang dari mana? Banyak banget astaga...."

"Itu dari Nyonya Miguelle, dia diem-diem masukin itu pas kamu tidur," jelas Devli.

"Ibu..." tanpa Nana sadari, kedua sudut bibirnya sedikit tertarik keatas.

"Hey!!" Karla mengeraskan suaranya untuk mengejutkan Nana yang sedari tadi terdiam. Nana yang mendengar suara Karla langsung tersadar.

"Astaga, kaget aku," Nana mengelus dadanya, jantungnga berdegup kencang karena syok. "Kenapa pake teriak sih Kar?"

"Lagian kamu malah diem aja, jadi ke kantin ngga? Aku yang traktir," ajak Karla sekali lagi.

"Ngga perlu ditraktir, ternyata aku bawa uang hehe...," Nana kemudian berdiri dari tempat duduknya, "Yuk ke kantin."

Karla mengangguk, ia kemudian berdiri dan pergi menuju kantin bersama Nana.

..........

Di kantin, Nana dan Karla duduk di kursi yang masih kosong setelah memesan makanan.

"Nana, kalau kapan-kapan aku main ke rumah kamu boleh?" tanya Karla tiba-tiba.

"E-eh?? Main ke rumahku?"

"Iya... bolehkan?"

"Boleh aja sih, t-tapi rumah aku itu kecil loh, takutnya kamu ngga nyaman."

"Aih, apaan sih. Aku bukan orang kayak gitu kok, lagian aku mau ketemu sama Ibu kamu," ucap Karla.

"K-ketemu Ibu? Ngapain?"

"Ya mau ketemu aja, boleh 'kan?"

"Uhmm... yaudah deh, nanti aku tanya Ibu dulu ya?"

"Okee."

Pesanan Nana dan Karla sudah datang. Nana memesan siomay dan es teh, sedangkan Karla memesan bakso dan es jeruk. Keduanya kemudian memakan pesanan masing-masing dengan lahap dan tenang.

Semua baik-baik saja pada awalnya, namun itu semua berakhir ketika Viola datang.

"Loh, orang miskin kok makan disini? Emangnya ada uang?" ejek Viola, ia lalu melihat kearah Karla, "Ooh, ada Karla, pasti dia yang traktir kan?"

Nana tidak terlalu peduli dengan ucapan Viola karena ia tahu Viola melakukan itu hanya untuk memancing emosinya. Tapi sepertinya itu berhasil untuk Karla, wajahnya terlihat sedang menahan emosi.

"Maaf tapi aku kesini untuk makan menggunakan uangku sendiri," kata Nana dengan nada tenang.

Viola sepertinya belum puas dengan ejekannya, ia akan terus mengejek Nana sampai naik pitam. "Iyakah? Kalau begitu ini pasti hanya akal-akalan mu saja."

"Maksudmu?" Nana tak paham dengan apa yang dikatakan Viola.

"Maksudku, saat ini kau hanya ingin membuat Karla percaya bahwa kau adalah teman yang baik, tidak gila harta, namun setelah mendapat kepercayaan itu kau pasti akan pelan-pelan memoroti Karla untuk kepentingan mu," jelas Viola dengan senyum licik diwajahnya.

"Nana, aku punya informasi untukmu," suara Dev muncul lagi di kepala Nana.

"Informasi apa? Cepet bilang," ucap Nana tidak sabaran.

"Dia memang dari keluarga yang berkecukupan, tapi dia tidak sekaya Karla, mobil yang selama ini ia pakai ke sekolah adalah mobil dinas Ayahnya, keluarganya tidak mampu membeli mobil karena kehedonan keluarganya," jelas Dev.

"Bravo, informasi bagus Dev."

"Viola, makhluk aneh yang entah datang darimana, kenapa kau terus menggangguku dan Karla?" Nana mulai menunjukkan perlawanan, "Atau jangan-jangan justru kau yang mau mendekati Karla karena hartanya?"

"Heh, apa kau bercanda? Untuk apa aku mendekati Karla karena harta? Aku ini juga sama kayanya dengan Karla, kau jangan sembarangan ya!"

"Oww... benarkah? Sekaya apa dirimu?" ini adalah pertanyaan jebakan dan Nana yakin pasti berhasil.

"Kau tau mobil yang setiap hari kunaiki untuk ke sekolah? Aku membelinya dengan uangku hanya dengan menabung selama seminggu!" sombong Viola.

Bagus, kena kamu Viola!

"Mobilmu? Aahh, maksudnya mobil dinas Ayah kamu?"

Viola terkejut, ia tak menyangka kalau Nana bahkan tahu soal ini. K-kok Nana bisa tau sih, gawat ini.

"M-maksud kamu apa hah?! Itu bukan mobil dinas, tapi mobil pribadiku! Lagian dari mana kamu tau kalau itu mobil dinas? Ada bukti?"

Dasar Nana, dia kira aku sebodoh itu sampai tidak bisa mengelak?

Nana terdiam, dia tidak tahu kalau Viola akan bertanya hal itu.

"Dev, gimana nih?? Ada bukti valid ngga?"

"Ada, dibagian belakang kaca mobil ada stiker bertuliskan 'PT. Sayakti', semua mobil dinas dari perusahaan itu wajib ada stiker itu buat pembeda antara mobil dinas dan mobil pribadi," ujar Devli.

"Aku ada bukti kok," jawab Nana santai.

"A-apa buktinya?!" perasaan Viola semakin tak karuan, ia takut kalau apa yang akan Nana katakan bakal merusak citranya.

"Kalau ngga salah Ayahmu kerja di PT. Sayakti kan? Perusahaan itu setauku menyediakan mobil dinas yang bisa digunakan oleh karyawannya, untuk membedakan antara mobil dinas milik perusahaan dan mobil pribadi milik karyawan, mereka memasang stiket khusus. Stiker itu hanya boleh ditempel di mobil dinas, karyawan tidak boleh pakai. Aku melihat stiker itu di "mobilmu" kemarin," jelas Nana dalam satu tarikan napas.

Penjelasan Nana barusan membuat Viola menelan ludah, semua yang Nana katakan sangat tepat. Viola jadi malu karena itu, semua orang yang ada di kantin memperhatikan mereka bertiga.

Sial, kenapa dia tau? Dan lagi, semuanya tepat.

"Kau... awas aja kamu Nana, aku bakal bales kamu," Viola kemudian pergi dengan perasaan malu yang luar biasa.

Nana menghela napas sebentar, ia senang tidak menimbulkan keributan besar. Tapi hal ini membuat Nana penasaran. Kenapa sekarang Viola jadi sering mengganggunya? Padahal sebelumnya tidak pernah.

"Kar, lanjutin makanya yuk, habis ini bel masuk nih," Karla mengangguk, kemudian melanjutkan makannya.

"Makasih ya Dev, udah bantuin aku."

"Iya, bukan masalah besar."

Nana lalu melanjutkan menyantap siomay miliknya sebelum bel masuk berbunyi.